POV Ali Zein Ibrahim.
Mercedes-benz milikku itu melaju dengan kecepatan di atas rata-rata dibawa kendali Isa, sopir kepercayaan keluargaku itu.
Sampai di kantor aku disambut dengan setumpuk pekerjaan yang menanti untuk kuselesaikan satu-persatu.
"Sepertinya aku akan sering pulang malam beberapa hari kedepan." Kubuka jas kerjaku lalu kusampirkan di sandaran kursi. Sejenak aku bersandar di ruangan yang sebelumnya kepunyaan ayahku ini. Sepertinya aku melupakan janjiku untuk makan malam di rumah bersama Ayana istriku.
Sementara itu di kediaman Ali.
Waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam. Namun, belum ada tanda-tanda Ali akan pulang. Berkali-kali Ayana melihat ponsel-nya yang tergeletak di atas meja makan di sampingnya.
"Kalau aku telepon Mas Ali kira-kira sopan gak sih? Aku takut mengganggu pekerjaannya yang pasti sangat menumpuk itu," ucap Ayana dengan pandangan masih memperhatikan posel-nya berharap ada pesan atau pun panggilan masuk dari sang suami.
"Ali belum pulang juga, Ay?" Ayana tampak terkejut saat Halimah tiba-tiba duduk di sampingnya kini. Rupanya menunggu kepulangan Ali membuatnya lelah lalu tertidur di meja makan ini dengan posel di tangannya.
"Belum, Bu. Sepertinya Mas Ali lembur."
"Kok sepertinya? Ali gak ngasih kabar sebelum berangkat ke kantor tadi pagi?" tanya Halimah yang langsung men-dial nomor sang putra.
"Kok ga dijawab sih? Gak biasanya Ali begini, kamu udah coba menghubunginya, Ay?"
Ayana menggeleng.
"Kenapa?"
"Ayana takut mengganggu waktu kerja Mas Ali, Bu. Pasti dia sedang sibuk dengan pekerjaan yang sempat terbengkalai satu bulan belakangan ini," ucap Ayana coba menyingkirkan pikiran buruk yang sempat singgah di benaknya.
*
*
*
Ali berjalan keluar ditemani Isa.
"Saya akan mampir ke supermarket dulu, Is. Bisa temani saya sebentar?" tanyanya di sela-sela langkah kaki keduanya sebelum beranjak meninggalkan kantor ini.
"Bisa, Pak," jawab Isa sebelum menyilakan Tuan mudanya itu untuk masuk ke dalam mobilnya.
Ali bermaksud membelikan beberapa helai gamis rumahan untuk Ayana, karena dia lihat pakaian sang istri tidak terlalu banyak dan hanya beberapa helai saja. Saat Ali baru saja selesai mengambil satu pakaian yang ada di stand
tersebut, tiba-tiba saja seseorang menabrak dirinya cukup kencang hingga membuat dirinya hampir saja terjatuh.
"Ma, maaf." Ali membalikkan tubuhnya saat mendengar suara lemah lembut yang tidak asing di telinganya.
"Nissa?" ucapnya heran dengan pandangan mata nanap menatap Anissa. Ali tergemap, tertegun karena kaget dan juga bingung.
"Mas Ali?" ucap si wanita yang tak lain adalah Annisa mantan kekasih Ali yang sudah lebih dulu menikah.
Annisa segera bersembunyi di balik tubuh besar Ali yang memang tengah membentang dress panjang yang baru saja diambilnya dan tentu saja hal itu sukses menutupi tubuh Annisa.
Ali melihat dua pria dengan pakaian dan kacamata hitam tampak mondar-mandir celingukan seperti tengah mencari seseorang.
"Keluarlah, kamu sudah aman! Mereka sudah meninggalkan tempat ini," titah Ali seolah dia tahu jika Annisa lah yang tengah dicari oleh dua pria berpakaian serba hitam tadi.
"Mas Ali, tolongin Nissa, Mas. Kumohon, hidupku dalam bahaya," pinta Annisa dengan gerakan tangan menggenggam ujung jas Ali. Ali coba melerai pegangan tangan Annisa pada ujung jasnya.
"Jangan seperti ini, kita berada di tempat umum! Aku tidak ingin menjadi fitnah," ucap Ali setelah berhasil melepaskan pegangan tangan Annisa pada jasnya.
"Nissa mohon maafin Nissa karena telah mengkhianatimu, Mas. Semua atas kehendak Abah, Nissa bisa apa?" ucapnya dengan mata yang mulai berair.
Ali ingin sekali tidak peduli dengan keluhan dan permintaan mantan kekasihnya ini. Namun, nyatanya satu kalimat saja yang terucap dari bibir mantan gadisnya itu sudah mampu membuat dirinya lupa akan siapa dia saat ini?
"Aku masih mencintai dan hanya mencintai dirimu, Mas. Sekarang dan selamanya. Kumohon bawa aku pergi dari tempat ini, Mas, kemana pun!"
Ali tergemap dengan pandangan mata nanap membeliak. Ia mendongak menatap dengan tatapan tajam atas permohonan Annisa.
Masih mencintaimu dan hanya dirimu katanya, sekarang dan selamanya? Oh ayolah! Ali tidak sebodoh itu. Mati-matian dia berjuang menggapai restu Umar Al fahri, ayah dari Annisa Al fahri. Namun, yang diperjuangkan ternyata malah pergi dengan saudagar kaya pendulang intan berlian dari negeri seberang. Lalu, sekarang apa? Kenapa tiba-tiba datang dengan sebuah permintaan dan juga permohonan yang malah semakin membuat Ali sakit saja di dalam hatinya. Baiklah, sepertinya tempat ini tidak terlalu pas untuk meluahkan semua kekecewaan dan kemarahannya terhadap Annisa yang masih saja menatap dengan penuh pengharapan terhadap dirinya.
Ali tidak ingin Isa melihat kejadian ini, ia pun segera menghampiri sopir pribadinya tersebut. "Kamu boleh pulang lebih dulu, Is. Saya sudah pesankan angkutan online, tunggu saja di halte depan!" titahnya kepada Isa yang langsung beranjak pergi dari pusat keramaian di kota itu.
"Terima kasih ya, maaf sudah merepotkanmu." Ali bergegas kembali menemui Annisa setelah Isa tak terlihat lagi di hadapannya.
Annisa tampak ketakutan kini. "Tenanglah, mereka sudah tidak mencari dirimu lagi," ucapnya dengan suara tertahan antara marah dan juga kasihan terhadap wanita yang memang masih mengisi satu sisi ruang di hatinya itu.
"Aku butuh tempat dan orang untukku berlindung dari orang-orang suamiku, Mas."
Lagi, Ali terjelangar, menatap nanar. Ia melengak terheran-heran atas ucapan Annisa. Berlindung dari orang-orang suamiku, katanya? Apakah suaminya seorang predator pemangsa daging?
"Tinggallah di apartemenku sesuka dan senyamanmu! Kamu bisa ceritakan ini pada lain waktu." Ali membawa Annisa ke apartemennya dan dia pun berniat pulang ke rumahnya.
"Kamu mau ke mana, Mas?" tanya Annisa dengan nada khawatir dan takut.
"Kita bukan mukhrim, Annisa! Maaf, aku harus pulang."
Annisa segera berlari mengejar Ali yang akan menutup pintu apartemennya. "Aku ikut kamu saja, Mas. Aku gak mau di sini sendirian," cicitnya dengan kepala mendongak menatap Ali yang memandang heran kepadanya.
Ali tampak menarik nafasnya panjang untuk kemudian ia hembuskan dengan cepat, seakan beban berat yang ingin dihempaskannya saat ini juga.
"Jangan menambah masalah dengan mengundang masalah yang lainnya juga, Nissa!" ucap Ali sedikit kesal kini. Namun, tak ada amarah yang bisa ia luapkan di hadapan wanita yang sudah menorehkan luka dan kecewa di hatinya. Sesayang dan secinta itu kah Ali terhadap mantan gadisnya itu?
"Aku takut, Mas. Kamu janji akan mendengarkan ceritaku, kenapa sekarang ingkar? Jangan pergi, kumohon!"
Ali menghela nafasnya berat, menyanggupi permintaan Annisa.
"Baiklah!" Ali membuka jasnya hingga hanya menyisakan hem maroon-nya saja kini. Dia duduk di sofa berseberangan dengan Annisa.
"Ceritakanlah semuanya! Apa yang sedang menimpa kehidupan rumah tanggamu saat ini?"
"Maafkan aku, Mas. Aku menyesal."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments
Yunerty Blessa
Ali fikir kan ibu dan isteri mu....apa perasaan nya kalo melihat kalian... hadeh bodoh
2024-02-09
1
վմղíα | HV💕
cerita seperti ini bikin darah tinggi ku naik
2023-10-18
2
վմղíα | HV💕
hais jumpa pasti sama mantan nya
2023-10-18
1