Dada Larasati terasa sesak melihat suaminya memapah sahabatnya keluar dari puskesmas. Setelah kedua pengkhianat itu menghilang di balik pintu masuk, Larasati kembali mendekati loket penyerahan resep dan menyerahkan resep obat dari bidan.
"Silakan ditunggu ya, Bu," ucap perawat yang menjaga loket tersebut.
Larasati mengangguk. Dia mendekati kursi tunggu dan duduk di bangku kosong. Larasati mencoba mengatur kembali detak jantungnya. Bagaimanapun, dia tidak boleh terlihat lemah di tempat umum.
Di luar Puskesmas, Agam menghentikan angkot yang tengah melintas di depannya. Setelah kendaraan itu berhenti, Agam kembali memapah Adhea untuk menaiki angkot.
"Kamu temani aku ya, Mas," pinta Adhea, merajuk manja.
"Gak bisa, Dhe. Aku harus pulang, sebentar lagi Laras pulang kerja," bisik Agam di telinga Adhea. Dia merasa canggung dengan para penumpang yang lainnya.
"Ish, Mas ... kamu kok tega sih, nelantarin aku. Kamu gak lihat kalau aku lagi sakit begini," rengek Adhea, "aku maunya bobo ditemenin kamu," lanjutnya seraya menyandarkan kepala di bahu Agam.
"Tolong mengertilah, Sayang. Aku janji, besok pagi aku akan menemani kamu. Oke?" bujuk Agam.
"Ish, aku maunya sekarang, Mas." Adhea kembali merajuk. Membuat para penumpang yang lain, melirik ke arah pasangan itu.
Agam yang merasa risih dengan tatapan heran para penumpang, akhirnya mengalah. Dia pun mulai bersandiwara.
"Baiklah Sayang, nanti aku telepon bos dan minta izin untuk pulang lebih awal," pungkas Agam seraya menepuk-nepuk punggung tangan Adhea.
Perempuan berambut ikal itu pun, tersenyum penuh kemenangan.
🔥🔥🔥
Di kediaman Adinata. Pria paruh baya itu terus mengacak-acak brankas miliknya. Dia ingat betul jika beberapa hari yang lalu, dia menyimpan gepokan rupiah di dalam brankasnya. Namun, entah kenapa uang tersebut kini raib tanpa jejak.
"Tidak mungkin di sini ada tuyul!" Adinata mendengus kesal.
"Ayu! Ayu!" panggil Adinata kepada istrinya.
Rahayu yang baru saja mendaratkan bokong di atas kursi santai, akhirnya kembali berdiri. Sembari memasang muka kecut, wanita itu lantas berjalan menuju ruang kerja suaminya.
"Ada apa sih, Mas? Ngapain pake teriak-teriak kayak gitu? Kuping Ayu tuh gak budek!" sewot Rahayu tampak kesal.
"Kamu ambil uangku dari brankas? Cepat katakan, untuk apa kamu mengambil uang itu?!" tuding Adinata.
"Astaga, Mas!" pekik Rahayu. "Apa-apaan ini? Main nuduh sembarang saja," dengusnya kesal.
"Halah, gak usah banyak ngeles. Mana ada maling ngaku. Kalau ada, penjara sudah tentu bakalan penuh," sindir Adinata.
"Keterlaluan, kamu menuduh aku tanpa bukti. Itu namanya fitnah, Mas! Fitnah!" bentak Rahayu.
"Masa bodoh! Memangnya, siapa lagi yang tahu sandi brankas itu selain kamu dan ...."
Adinata tidak melanjutkan kalimatnya saat mengingat Rafael. Seketika, wajahnya semakin memerah karena amarah yang sudah naik ke ubun-ubun.
"Dan siapa, Mas? Katakan siapa?" pekik Rahayu.
"Rafael, siapa lagi?" jawab Adinata, datar.
"Itu artinya, anak kita yang telah mengambil uang kamu, Mas?" Nada suara Rahayu mulai melemah.
"Siapa lagi, hanya kita bertiga yang tahu kata sandi brankas, kalau bukan aku dan kamu yang mengambilnya, tentu saja anak itu," gerutu Adinata, kesal.
"Tapi untuk apa Rafael mencuri uang di rumahnya sendiri, Mas? Bukankah selama ini, kita sudah mencukupi kebutuhannya dengan baik?" tanya Rahayu, heran.
"Entahlah, aku sendiri tidak tahu, tapi dia harus mempertanggungjawabkannya. Lihat saja nanti!"
Adinata sangat geram. Dia sudah mengira jika perbuatan anaknya ini adalah hasil pergaulannya dengan geng motor. Karena itu, Adinata berniat untuk memberikan pelajaran kepada putra semata wayangnya.
🔥🔥🔥
Waktu terus berlalu. Senja mulai menampakkan jingganya. Larasati masih duduk termenung di ruang utama. Menunggu suaminya yang entah pergi ke mana.
"Keterlaluan sekali kamu, Mas. Bahkan setelah ketahuan selingkuh pun, kamu diam-diam masih menemuinya," geram Larasati.
Kebingungan kembali melanda perempuan berusia 23 tahun itu. Setelah dinyatakan ada kehidupan lain di dalam rahimnya, Larasati begitu bahagia. Namun, kebahagiaan itu sirna tatkala dia mengingat perselingkuhan suami dan sahabatnya. Kebahagiaan itu semakin lenyap ketika dia menyaksikan perbuatan Agam di belakangnya. Sejak detik itu juga, Larasati memutuskan untuk menutupi kehamilannya dari sang suami.
"Tidak perlu takut, Sayang. Ibu yakin, tanpa ayahmu pun, kita bisa hidup dengan layak," gumam Larasati seraya mengusap perutnya yang masih datar.
Larasati lantas melirik koper besar yang tergeletak di sudut ruangan. Hari ini, dia sudah bertekad untuk menghapus nama Agam dari hatinya. Karena itu, dia pun memutuskan untuk mengusir Agam dari rumah kontrakannya.
Cukup, Mas. Selama ini, aku yang memenuhi semua kebutuhanku sendiri. Jadi untuk apa kamu masih tinggal di sini, jerit Larasati di dalam hatinya.
🔥🔥🔥
Di kediaman Adinata.
Plak!
Sebuah tamparan keras, mendarat di pipi Rafael yang baru saja tiba di rumah. Rafael yang sudah tidak memiliki tenaga karena lelah setelah seharian bekerja menjadi kuli bangunan, akhirnya hanya bisa terhuyung-huyung sembari memegang pipinya yang terasa panas.
"Rafa!" pekik Rahayu, beranjak dari atas kursi dan hendak menghampiri putranya.
"Stop, Ayu!" Tangan Adinata terangkat untuk menghentikan pergerakan Rahayu.
"Tapi, Mas?"
"Cukup, Ayu. Tidak perlu kamu bela lagi pencuri itu!"
Adinata terlihat emosi. Dia bahkan mengangkat kerah baju Rafael dengan kasar.
"Ini, Rafa?" teriak Adinata. "Ini yang kamu dapatkan selama tinggal di jalanan, hah? Menjadi pencuri di rumah kamu sendiri!" imbuhnya yang langsung kembali mendorong tubuh Rafael hingga terjengkang.
Hmm, rupanya dia sudah menyadari jika uangnya berkurang.
Rafael tersenyum sinis. Tak lama kemudian, dia pun berdiri. Menampakkan sikap acuh tak acuhnya kepada sang ayah. Tatapan matanya bahkan terkesan seperti sedang menantang Adinata.
"Katakan jika kamu yang mencuri uang di brankas Papa, Rafa! Benar, 'kan?" tuduh Adinata seraya berteriak.
"Jika memang tuduhan Anda benar, kenapa? Apa Anda keberatan jika saya mengambil uang tersebut?" Rafael balik bertanya. "Oh, ayolah ... tidak usah sok kehilangan seperti itu! Uang Anda masih milyaran di dalam rekening. Lagi pula, bukankah Anda sudah memblokir semua tabungan saya dalam satu bulan terakhir ini? Wajar jika saya mengambil uang dari sana untuk mencukupi kebutuhan saya."
"Astagfirullah, Rafa ... kenapa harus mencuri, Nak?" Lirih Rahayu. "Selama ini, kami tidak pernah mengajarkan keburukan kepadamu. Jika kamu memang butuh uang, kenapa kamu tidak bicara dan minta sama kami?" timpal Rahayu, yang begitu menyayangkan sikap Rafael.
"Minta? Apa selama ini Anda memiliki waktu untuk mendengarkan permintaan saya?" tanya Rafael, menatap sinis kepada ibunya.
"Jaga sikap kamu, Rafa! Hormati ibumu!" teriak Adinata.
Rafael menyeringai. "Wanita yang lebih mementingkan pekerjaan dibandingkan anak, sama sekali tidak pantas mendapatkan penghormatan dari anaknya!" ejeknya.
"Rafael Dinata!"
Plak!
Adinata kembali berteriak keras. Sepersekian detik kemudian, tangannya pun menampar pipi mulus sang anak untuk yang kedua kalinya.
"Keterlaluan kamu, Rafa! Sudah salah, masih saja bersikap tidak sopan terhadap orang tua. Apa kamu sadar, perkataan kamu bisa saja melukai wanita yang telah melahirkan kamu, hah?" teriak Adinata.
"Saya tidak peduli! Saya tidak pernah meminta untuk dilahirkan. Seandainya saya bisa memilih, akan lebih baik jika saya terlahir dari rahim mbak Atun yang hanya seorang pembantu dibandingkan dari rahim wanita karir seperti dia!" jerit Rafael, penuh emosi.
"Cukup, Rafa! Sekali lagi kamu menghina ibumu, sebaiknya kamu angkat kaki dari rumah ini!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
Nurul
sampai sini dulu ya, thor
2023-11-07
0
Adam
galak banget ye bapaknya
2023-11-01
1
Sarah
keluarga ruwed
2023-10-31
0