"Sudah siap semuanya?" teriak Rafael.
"Siap!" jawab serempak anggota Dark Eagle.
Rafael menyalakan mesin motornya. Sedetik kemudian, dia mulai melajukan kendaraan beroda dua itu, diikuti oleh Bimbim, Anan dan para anggota Dark Eagle lainnya.
Bunyi knalpot saling bersahutan di jalan raya. Bimbim dan Anan yang mengetahui titik-titik anak buah Joker bersembunyi, melajukan kendaraannya di depan Rafael dan yang lainnya.
Pasukan geng motor tersebut melintas di taman kota. Deru kendaraan yang terdengar dari kejauhan, sontak membuat para pejalan kaki menyingkir. Umumnya, mereka takut kena imbas dari kesembronoan para anggota geng motor yang terkenal selalu ugal-ugalan di jalan raya.
Salsabila menoleh ketika mendengar suara bising dari arah barat. Dia hanya bisa menghela napas ketika melihat gerombolan anak-anak muda melajukan kendaraan beroda dua seenak jidatnya saja.
"Huh, mereka pikir ini jalanan nenek moyangnya, apa?" gerutu Salsabil, terlihat kesal.
Saat dia hendak mengalihkan pandangan, matanya terkunci pada sosok pemuda berambut gondrong yang helmnya terbuka di bagian wajah.
"Eh, bukankah itu Rafa?" gumam Salsabila seraya beranjak dari tempat duduknya.
Setengah berlari, tatapan Salsabila masih terus mengekori motor milik Rafael. Kedua alisnya mengernyit tatkala melihat gerombolan motor sport meraung-raung di belakang Rafael.
"Eh, itu, 'kan anak-anak geng motor, tapi kenapa si Rafa gak nyingkir dari depan mereka? Jangan-jangan ...."
Salsabila menghentikan langkahnya. Dia segera merogoh saku tas ransel untuk mengambil ponsel. Sedetik kemudian, Salsabila menghubungi sahabatnya.
"Lu di mana?" todong Salsabila begitu telepon tersambung.
"Masih di minimarket lah, kan tadi gue dah bilang mau beli minuman dulu," sahut Asyifa di seberang telepon.
"Buruan keluar!" perintah Salsabila.
"Ish, keluar ke mana? Gak jelas banget sih, lu!" seru Asyifa. Terdengar nada kesal di ujung telepon.
"Ya keluar dari minimarket, Dodol! Gue kek lihat cowok lu di jalanan," pekik Salsabila.
Di minimarket.
Asyifa terkejut mendengar kabar dari sahabatnya. Dia lantas keluar dari minimarket untuk mencari keberadaan Rafael. Tiba di depan minimarket, Asyifa mengernyitkan kening tatkala melihat puluhan motor sport melintas di depan minimarket.
"Mana Rafa? Kok gue gak lihat dia?" tanya Asyifa seraya berjinjit untuk mencari keberadaan Rafael.
"Ish, masa sih lu gak bisa ngenalin motornya?" Salsabila balik bertanya di ujung telepon.
"Serius, gue gak bisa lihat motornya Rafa. Lu salah orang kali, Bil," tukas Asyifa, masih dengan mode berjinjit mencari sosok Rafael.
"Aih, beneran lu ya. Itu tuh, motor ketiga dari depan!" seru Salsabila.
Asyifa hendak berlari. Namun, teriakan penjaga minimarket menghentikan langkahnya. Sontak dia membalikkan badan.
"Minumannya belum dibayar, Neng!"
🔥🔥🔥
Tiba di markas Joker, Rafael dan kawan-kawan menghentikan kendaraan. Mereka lantas memasuki sebuah rumah yang terlihat sepi. Sepertinya, markas Joker sudah tidak pernah ditempati lagi setelah kematian pemimpinnya.
Rafael lantas memberikan perintah kepada anak buahnya untuk menyisir sekitar markas geng motor Joker.
"Bos, kemarilah!" teriak salah satu anggota Dark Eagle yang diperintahkan untuk menyisir bagian belakang markas.
Rafael, Bimbim dan Anan segera berlari menuju sumber suara.
"Ada apa, Azka?" tanya Bimbim.
Orang yang dipanggil Azka menunjuk sekumpulan pemuda yang sedang bermain gitar di sebuah gubuk tua yang letaknya sekitar 300 meter dari halaman belakang markas.
"Lihatlah, Bang! Sepertinya itu para anggota geng motor Joker," sahut Azka.
Bimbim, Anan dan Rafael sontak menoleh ke arah gubuk yang ditunjuk Azka. Terlihat lima orang pemuda yang sedang bercengkerama seraya memainkan sebuah alat musik. Sebagian di antara mereka juga, ada yang sedang menenggak minuman keras. Terlihat dari cara mereka berdiri dan berjalan sempoyongan ke sana kemari.
"Biar gue yang samperin mereka," ujar Rafael seraya mengayunkan langkah.
"Gue ikut, Fa!" timpal Bimbim yang langsung mengayunkan langkah lebarnya mendampingi Rafael.
"Apa kita juga perlu ikut, Bang?" tanya Azka kepada Anan.
"Kita tunggu di sini saja dulu, Az. Jika ada gelagat yang kurang baik, baru kita bertindak," sahut Anan.
"Oke."
🔥🔥🔥
Malam mulai beranjak. Di kediaman Adinata,
seorang wanita paruh baya, tampak duduk termenung seraya menopang dagu dengan kedua tangannya. Matanya terlihat sembab akibat menangis. Sejak Rafael pergi dari rumah, wanita itu tidak pernah berhenti memikirkannya.
Adalah Atun Purniasih, wanita yang hampir 20 tahun mengabdi pada keluarga Adinata. Wanita yang akrab disapa Mbak Atun itu, sungguh sangat menyayangi Rafael. Baginya, Rafael sudah seperti anak kandungnya sendiri. Meskipun dia tidak melahirkannya, tapi kasih sayang dia untuk Rafael, melebihi kasih sayang Rahayu, yang notabene ibu kandung Rafael
"Sudah Tun, jangan ditangisi lagi kepergian den Rafa. Nanti kamu bisa sakit, loh!" tegur Diman, penjaga keamanan di kediaman Adinata.
Atun terhenyak. Dia lantas menoleh ke arah Diman yang sedang mengambil air minum dari dispenser.
"Bagaimana aku tidak menangisinya, Man. Aku tidak tahu apa selama ini den Rafa makan dengan benar atau tidak? Tidur dengan nyaman atau tidak? Ish, sebenarnya dia pergi ke mana, Man? Sudah hampir dua minggu, tapi den Rafa sama sekali tidak pernah memberikan kabar," tutur Atun, sedih.
"Aku tahu kamu sangat mencemaskan den Rafa, tapi kamu juga harus bisa mengontrol kecemasan kamu, Tun. Tidak baik kamu mencemaskan dia secara berlebihan, sampai melupakan makan seperti itu."
Kembali Diman menegur sikap Atun. Memang bukan tanpa alasan Diman berkata demikian. Terlihat sepiring nasi masih belum tersentuh di hadapan Atun.
Sejak kepergian Rafael, selera makan wanita paruh baya itu memang mulai menghilang.
"Aku sangat merindukan anak itu, Man. Rumah rasanya sepi tanpa kehadiran den Rafa." Lirih Atun.
Setelah menenggak habis minumannya, Diman lantas menarik kursi makan dan duduk di samping Atun. Tangannya meraih kedua tangan Atun dan menggenggamnya dengan erat.
"Aku tahu, Tun. Bukan hanya kamu saja yang merindukan dia, aku pun sama. Namun, apa daya kita, Tun? Kita bahkan tidak punya waktu untuk mencari den Rafa. Semua teman-teman den Rafa yang kita kenal, sudah kita hubungi. Tapi kamu sendiri tahu kalau mereka juga tidak tahu keberadaan den Rafa. Saat ini, yang bisa kita lakukan hanyalah berdo'a. Semoga den Rafa selalu berada dalam lindungan Allah SWT, di mana pun dia berada," tutur Diman, mencoba membesarkan hati Atun.
"Iya Man, kamu benar. Semoga Tuhan segera membuka pintu hati den Rafa agar segera pulang," timpal Atun seraya menyeka air mata yang sudah menggenang di kedua sudut matanya.
"Aamiin," jawab Diman. "Sudah malam, Tun. Sebaiknya kamu istirahat. Akhir-akhir ini, aku sering dengar kamu batuk-batuk. Jaga diri baik-baik, jangan sampai kamu sakit. Supaya ketika den Rafa pulang, kamu bisa menyambutnya dan menyajikan makanan yang enak-enak," gurau Diman.
Atun tersenyum. Dia lantas mengangguk menanggapi ucapan Diman.
"Ya sudah, aku ke pos dulu ya, mau bertugas," pamit Diman.
"Iya, Man. Nanti sebelum tidur, aku antarkan kopi dan camilan buat nemenin kamu tugas," balas Atun.
Diman hanya tersenyum. Dia lantas mengusap pucuk kepala Atun sebelum akhirnya beranjak dari tempat duduknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
Elisabeth Ratna Susanti
like plus 🌹
2023-11-10
0