Larasati segera menyelesaikan ritual mandi paginya. Dia pun mengamankan alat testpack yang menunjukkan hasil positif. Larasati tidak ingin suaminya mengetahui tentang kehamilannya.
"Laras, apa kamu masih lama? Aku kebelet pipis, nih!" teriak Agam dari balik pintu kamar mandi.
Larasati tidak menjawab. Dia segera mengenakan kembali piyama sebelum akhirnya keluar dari kamar mandi.
Wangi aroma shampoo dari rambut basah Larasati, membuat Agam menutup kedua matanya. Hasrat bercinta mulai merasuki pikirannya. Agam lantas menarik pergelangan tangan Larasati agar mau mengikutinya memasuki kamar mandi.
Namun, Larasati menghempaskan lengan Agam begitu kuat. Dia tidak bicara, hanya isyarat matanya menyiratkan kebencian yang mendalam kepada suaminya.
"Ras, Mas mohon. Tolong maafkan Mas. Waktu itu, Mas benar-benar khilaf." Lirih Agam.
Akan tetapi, Larasati tidak menghiraukan perkataan suaminya. Dia sengaja menulikan telinga atas setiap perkataan maaf suaminya. Masih dengan perasaan marah, Larasati lantas berlalu begitu saja dari hadapan Agam.
🔥🔥🔥
Setelah menemui Mang Karyo beberapa waktu lalu, pembangunan rumah singgah pun kini mulai kembali berjalan. Rafael, Bimbim, Anan dan para anggota geng motor Dark Eagle, bahu-membahu membantu mang Karyo agar pembangunan cepat selesai. Mereka membantu sebisa mereka, tentunya dengan arahan dari Mang Karyo.
"Nanti, gentengnya disusun seperti ini ya, Cep," ujar Mang Karyo seraya memberikan contoh menyusun genteng buat atap rumah.
Rafael dan Anan memperhatikan gerakan tangan Mang Karyo yang cukup lincah.
"Bisa tolong pelan-pelan nyontoinnya, Mang. Agak susah ternyata," pinta Rafael sembari menyeka keringat di keningnya. Terik matahari begitu menyengat di jam segini. Namun, pemuda itu tidak pantang menyerah untuk membantu para tukang bangunan.
"Hooh, ternyata susah juga nih, Mang!" timpal Anan.
Mang Karyo tersenyum lebar. "Ya sudah, perhatikan baik-baik ya, Encep-encep semua," pinta Mang Karyo. "Mamang pasang sekali lagi nih," imbuhnya.
Pria paruh baya itu lantas kembali memberikan contoh bagaimana memasang genteng rumah dengan benar kepada Rafael dan Anan.
🔥🔥🔥
Pulang mengajar, Larasati memutuskan untuk mengunjungi puskesmas. Dia hendak memastikan tentang kehamilannya. Jika memang benar dirinya tengah berbadan dua, Larasati pun ingin tahu, berapa bulan usia janin yang ada di dalam rahimnya.
"Larasati Ningrum!" panggil perawat di poli kandungan.
Larasati beranjak dari atas kursi tunggu. Dia lantas berjalan menghampiri perawat yang sedang berdiri di depan pintu ruang pemeriksaan.
"Mari silahkan, Bu!" ucap perawat tersebut seraya menyerahkan kartu pendaftaran atas namanya.
"Terima kasih, Sus," jawab Larasati. Tangannya terulur untuk menerima kartu berwarna pink yang diberikan perawat.
Tak lama berselang, Larasati memasuki ruang pemeriksaan. Seorang bidan senior yang usianya mulai memasuki kepala lima, tersenyum menyambut kedatangan dia.
"Silakan duduk, Bu," ucap bidan desa yang dari papan namanya, bernama Haura.
"Terima kasih, Bu," jawab Larasati, menarik kursi di hadapan meja kerja bidan dan mendudukinya.
"Ada keluhan apa, Bu?" tanya Bidan Haura.
Larasati mengambil alat testpack yang tadi pagi dia gunakan. Sesaat kemudian, dia menyerahkannya kepada bidan senior di puskesmas.
"Subhanallah ... jadi Ibu sedang mengandung, sudah berapa bulan?" tanya Bidan Haura.
"Saya tidak tahu, Bu. Baru tadi pagi saya melakukan tes kehamilan. Itu pun atas saran Dokter Hafiz," tutur Larasati.
Bidan Haura tersenyum. "Baiklah, mari kita periksa!"
Larasati mengangguk. Dia lantas mengikuti Bidan Haura yang telah lebih dulu berjalan ke ranjang pemeriksaan.
"Silakan berbaring, Bu!" titahnya kepada Larasati.
Kembali Larasati mengangguk dan naik ke atas ranjang pemeriksaan. Tak lama berselang, Bidan Haura duduk. Dia sedikit menarik blouse yang dikenakan Larasati sehingga menampakkan bagian bawah perutnya.
"Saya periksa dulu ya, Bu," ucap Bidan Haura yang langsung menggerakkan stick transducer di atas perut pasien.
Bidan Haura tersenyum ketika melihat layar USG.
"Alhamdulillah, Ibu memang sedang hamil. Ini janinnya!" Tunjuk bidan Haura pada layar USG tersebut.
Mata Larasati berkaca-kaca setelah memastikan ada kehidupan baru di dalam rahimnya.
"Kira-kira, berapa usia kehamilan saya, Bu?" tanya Larasati, sedikit serak.
"Kalau melihat ukuran janin di sini, mungkin sekitar 9-10 mingguan," jawab Bidan Haura.
"Itu artinya, usia kehamilan saya memasuki bulan ketiga. Benar seperti itu, Bu?" tanya Larasati.
"Benar sekali, Bu Laras. Usia janin Ibu sudah memasuki bulan ketiga," ulang Bidan Haura. "Trimester pertama yang harus benar-benar dijaga baik, supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan," sambung Bidan Haura.
Larasati mengangguk. Meskipun perasaannya campur aduk setelah mendengar kabar kehamilannya. Namun, Larasati berusaha untuk tetap tenang dan merasa baik-baik saja dengan kehamilan ini.
Setelah membersihkan sisa gel di perut Larasati, Bidan Haura lantas beranjak dari atas kursi menuju meja kerjanya. Dibantu seorang perawat, Larasati pun ikut bangun dan merapikan kembali pakaiannya. Tak lama kemudian, dia mendekati meja kerja bidan senior dan duduk di kursi yang tadi ia duduki.
"Saya resepkan beberapa vitamin yang sangat perlu dikonsumsi oleh ibu hamil ya, Bu," ucap Bidan Haura.
Larasati mengangguk.
"Oh iya, ini saya rekomendasikan beberapa merek susu formula kehamilan. Susu ini sangat bagus dan dibutuhkan oleh ibu hamil sebagai tambahan nutrisi. Ibu tidak alergi susu, 'kan?"
"Alhamdulillah tidak, Bu."
"Ah, syukurlah kalau begitu. Ngomong-ngomong, apa Ibu mengalami morning sickness?" sambungnya.
"Morning sickness? Apa itu, Bu?" tanya Larasati.
"Itu, merasa mual dan muntah di pagi hari. Biasanya wanita yang sedang hamil, sering mengalami gejala seperti itu, meski tidak semuanya," tutur Bidan Haura.
"Oh, alhamdulilah tidak, Bu. Saya tidak merasakan gejala seperti itu. Hanya saja, saya sering merasa pusing saja," jawab Larasati.
"Hmm, itu hal yang wajar, Bu. Hormon kehamilan seseorang itu memang berbeda-beda. Ada yang lari pada mual-mual dan muntah, merasa lemas, pusing dan tidak bersemangat. Orang tua bilang sih, itu bawaan bayi. Hehehe," papar Bidan Haura sambil terkekeh. Tak lama kemudian, Bidan Haura menyerahkan resep obat dan vitamin kepada Larasati.
"Ibu bisa menebusnya di apotek puskesmas."
Larasati mengambil resep tersebut. "Terima kasih, Bu. Kalau begitu, saya permisi dulu."
"Silakan Bu Laras. Semoga ibu dan calon anaknya sehat selalu."
"Aamiin."
Setelah berpamitan, Larasati keluar dari ruang pemeriksaan. Entahlah, langkah kakinya terasa berat untuk meneruskan perjalanan menuju apotek puskesmas. Pikirannya masih berkelana pada apa yang harus ia katakan tentang kehamilan ini kepada sang suami.
Larasati terus mengayunkan langkah dengan menatap kosong jalanan di depannya. Tanpa terasa, dia tiba di apotek puskesmas. Saat Larasati hendak memasukkan resep ke loket, tiba-tiba indera pendengarannya menangkap nama seseorang.
"Adhea Khanza!" panggil penjaga apotek.
"Iya, sebentar Sus!"
Jantung Larasati berdetak kencang saat mengenali suara bariton yang baru saja menjawab panggilan atas nama Adhea Khanza. Larasati tidak jadi mendekati loket penyerahan resep. Perlahan, dia malah berjalan mundur dan langsung bersembunyi pada tiang penyangga. Matanya mengawasi pergerakan suaminya yang sedang berdiri di depan loket pengambilan obat.
Larasati mengedarkan pandangan. Sesaat kemudian, tatapannya terkunci pada Adhea Khanza yang sedang duduk sayu di kursi tunggu. Wajahnya pucat pasi dengan hidung yang memerah. Berulang kali perempuan itu bersin, mungkin saja dia sedang terkena flu.
Ish, keterlaluan kamu, Mas!
Larasati merutuki pertemuan tanpa sengaja hari ini, dengan kedua pengkhianat dalam hidupnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
Sarah
emang gila nih si agam
2023-10-31
0
ejakkk YT
up lagi donk thor
2023-10-25
0