Agam menunggu dalam kecemasan. Dia sudah berusaha memberikan pertolongan pertama dengan mendekatkan minyak kayu putih di dekat kedua lubang hidung istrinya. Namun, Larasati masih tetap tidak sadarkan diri.
Seperempat jam kemudian, dia mendengar suara ketukan di pintu depan rumahnya. Agam segera berlari keluar untuk membuka pintu.
"Mari silahkan masuk, Dok," ujar Agam sesaat setelah pintu dia buka.
"Ah, terima kasih," sahut Dokter Hafiz. "Di mana istri Anda?" tanyanya.
"Istri saya berada di dalam kamar, Dok. Mari!"
Agam mendahului langkah Dokter Hafiz. Dia lantas membuka lebar pintu kamarnya supaya dokter muda itu lebih leluasa memasuki kamar.
"Apa istri Anda sedang sakit, kok mukanya pucat sekali? Kenapa tidak dibawa ke puskesmas?" cecar Dokter Hafiz begitu melihat kondisi Larasati.
"Saya tidak tahu, Dok. Tadi pagi dia terlihat baik-baik saja. Sedikit pun tidak ada mengeluh kalau dia sedang sakit," papar Agam.
"Sebentar ya, Pak Agam. Biar saya periksa dulu," lanjut Dokter Hafiz.
Agam mengangguk. Dia lantas membiarkan Dokter Hafiz duduk di tepi ranjang, sedangkan dia berjalan ke belakang untuk beberapa langkah. Agam ingin memberikan ruang supaya Dokter Hafiz lebih leluasa memeriksa istrinya.
Dokter Hafiz mengeluarkan peralatan medis dari dalam tas kerjanya. Dia memasang stetoskop di kedua telinganya, dan menempelkan ujung stetoskop di atas dada pasien. Kening dokter muda itu berkerut tatkala mendengar pacuan detak jantung Larasati yang begitu bergemuruh cepat.
Tangan sang dokter berpindah tempat. Ujung ibu jarinya sedikit menekan pergelangan tangan Larasati untuk mengetahui denyut nadinya.
Kenapa lemah sekali? batin Dokter Hafiz.
Merasa curiga dengan kondisi Larasati, tangan dokter muda itu pun kembali berpindah tempat dan sedikit menekan-nekan area perut Larasati.
"Umh ...."
Larasati bergumam pelan. Rupanya, sedikit tekanan di atas perutnya, telah membawa dia dari bawah alam sadarnya. Larasati lantas membuka kedua kelopak mata secara perlahan. Dahinya berkerut tatkala melihat Dokter Hafiz duduk di hadapannya.
"A-apa yang terjadi kepada saya, Dok? Ba-bagaimana Dokter bi-bisa ada di sini?" tanya Larasati, heran.
Dokter Hafiz tersenyum. "Ibu pingsan, dan suami Ibu sangat mencemaskan keadaan Ibu, karena itu beliau memanggil saya kemari, khusus untuk memeriksa Ibu. Hmm Ibu sangat beruntung ya, punya suami yang begitu perhatian."
Penuturan dokter muda itu tentang perhatian suaminya, langsung mengingatkan Larasati pada perselingkuhan sang suami dan sahabatnya yang baru saja ia lihat. Sontak, wajah Larasati mulai memerah karena amarah. Dia pun menatap dingin pria yang sedang berdiri di belakang Dokter Hafiz.
Tatapan tajam Larasati, membuat bulu kuduk Agam meremang. Kedua bahunya bergidik tatkala melihat tatapan Larasati yang seolah ingin menelannya hidup-hidup.
"Bagaimana keadaan istri saya, Dok?" tanya Agam yang memang sengaja mengalihkan perhatian Larasati.
"Istri Anda baik-baik saja, Pak. Kemungkinan, dia kelelahan saja. Karena itu dia jatuh pingsan," jawab Dokter Hafiz.
Aku pingsan bukan karena kelelahan, tapi karena perbuatan bejat kamu, Mas. Dasar manusia-manusia laknat! rutuk Larasati dalam hatinya.
"Tapi sepertinya, ada yang ganjil dari kesehatan istri Anda," sambung Dokter Hafiz.
"Maksud Dokter?" tanya Larasati dan Agam berbarengan.
"Sepertinya Anda tengah berbadan dua. Apa itu benar?"
Larasati tercengang, begitu juga dengan Agam. Dengan cepat, Larasati menyangkal perkataan Dokter Hafiz.
"Saya tidak tahu, Dok. Saya tidak pernah memperhatikannya."
"Hmm, melihat kondisi Anda saat ini, saya memang curiga dengan keadaan Anda yang mungkin tengah hamil muda. Memangnya, kapan terakhir kali Anda mendapatkan menstruasi?" Selidik Dokter Hafiz.
"Waduh, saya tidak ingat, Dok. Saya memang tidak pernah menandai kalender menstruasi saya," jawab Larasati.
"Baiklah, Bu. Untuk memastikan apakah Ibu sedang mengandung atau tidak, sebaiknya Ibu segera memeriksakan diri ke bidan desa. Takutnya, Ibu memang tengah hamil muda, tapi masih melakukan aktivitas-aktivitas yang berat. Bahaya loh, buat pertumbuhan dan perkembangan janin dalam kandungan Ibu," saran Dokter Hafiz.
"Iya, Dok. Nanti saya pikir-pikir lagi untuk memeriksakan diri ke bidan desa. Untuk saat ini, saya ingin melakukan tes kehamilan secara mandiri saja. Jujur saja, saya tidak ingin terlalu berharap juga. Terlebih lagi, bidan dulu pernah berkata jika rahim saya sedikit bermasalah dan cukup sulit untuk memiliki anak. Nanti, setelah hasil tes yang saya lakukan memang benar positif, saya pasti akan memeriksakan diri ke bidan desa," tutur Larasati panjang lebar.
"Baiklah, saya hargai keputusan Ibu. Jika Ibu ingin melakukan tes kehamilan di rumah, saran saya, segeralah dilaksanakan ya, Bu. Untuk mendapatkan kepastian juga, supaya Ibu bisa lebih hati-hati lagi dalam melakukan aktivitas-aktivitas keseharian. Maklum lah, Bu. Usia kehamilan trimester pertama itu, sangat rawan dengan yang namanya keguguran. Apalagi Ibu bilang, kandungan Ibu bermasalah. Jadi harus benar-benar dijaga dengan baik kehamilannya," lanjut Dokter Hafiz.
Larasati hanya tersenyum tipis mendengar penjelasan dokter di desanya itu. Dia pun mengangguk untuk menanggapi perkataan Dokter Hafiz.
"Baiklah, untuk saat ini, saya akan berikan resep vitamin dulu. Nanti Bapak bisa beli di apotek puskesmas," sambung Dokter Hafiz seraya menuliskan sesuatu di dalam buku resepnya.
Dokter Hafiz menyobek kertas resep tersebut dan menyerahkannya kepada Agam. Setelah memberikan sedikit nasihat untuk menjaga kesehatan kepada pasien, Dokter Hafiz lalu pamit undur diri.
"Mari, Dok. Saya antarkan keluar!" tawar Agam.
Beberapa menit berlalu. Selesai mengantarkan dokter desa, Agam lantas kembali ke kamarnya. Dia mendekati Larasati yang masih berbaring seraya menatap kosong jendela kamar.
Agam merangkak naik ke atas ranjang. Dia duduk di samping Larasati dan memegang perut istrinya.
"Kamu dengar apa kata dokter tadi, Sayang? Sebentar lagi kita akan punya anak," ucap Agam, terlihat gembira.
"Jangan mimpi kamu!"
🔥🔥🔥
Beberapa hari telah berlalu. Namun, Rafael masih enggan masuk sekolah. Dia kembali sering menghabiskan waktunya bersama anak-anak geng motor di markas Dark Eagle.
Rafael kini mulai bisa menerima kenyataan. Dunia geng memang sangat kejam. Hukum rimba berlaku di sana. Dia pun mulai bisa menyesuaikan diri dengan dunia hitam. Selain kejahatannya, Rafael juga harus bisa menerima konsekuensi atas kejahatan yang dia lakukan.
"Sepuluh persen lagi, dan semuanya finish," ucap Bimbim saat anak-anak geng motor Dark Eagle mengunjungi pembangunan rumah singgah.
"Sayangnya, kita kembali terkendala oleh dana untuk menyelesaikan bangunan ini, Bim. Padahal hanya tinggal sedikit lagi," sambung Anan.
"Hhh, bersabar saja, An. Siapa tahu nanti kita menemukan target yang pas untuk mendanainya. Jujur saja, sejak Sakur tertangkap, gue belum bisa ngebiarin anak-anak beraksi. Risikonya terlalu tinggi," papar Bimbim.
"Sorry, Bang. Semua ini salah gue. Seharusnya gue gak terlalu berambisi untuk membabat OKB itu," sesal Rafael yang teringat kembali akan aksinya yang gagal.
Bimbim menepuk bahu Rafael. "Semuanya sudah berlalu, Fa. Tidak perlu diingat lagi. Anak geng motor itu sudah biasa keluar masuk penjara."
Rafael tersenyum kecut menanggapi ucapan Bimbim. Rafael tahu, Bimbim hanya ingin memenangkan hatinya saja. Akan tetapi, hati Rafael tidak akan pernah merasa tenang sebelum menebus kesalahannya.
"Abang tidak usah khawatir. Bagaimanapun caranya, rumah singgah ini akan rampung dalam waktu seminggu. Urusan dananya, serahkan saja pada Rafa!" tegas Rafael.
"Tidak perlu terburu-buru seperti itu, Fa. Ini tanggung jawab kita bersama, jadi kita pikirkan bersama-sama juga untuk mencari solusinya. Lagi pula, gue gak mau membahayakan nyawa anak-anak. Sebaiknya, kita tunggu incaran polisi reda dulu, baru kembali beraksi." Nasihat Bimbim.
"Abang tenang saja, Rafa tidak akan melibatkan anak-anak dalam aksi kali ini. Mendiang abang Yo mengamanatkan rumah singgah ini kepada Rafa. Gara-gara kecerobohan Rafa juga, rumah singgah ini mengalami kendala. Sudah waktunya Rafa bertanggung jawab. Jadi, biarkan Rafa beraksi," pinta Rafael seraya berlalu pergi.
Bimbim dan Anan hanya bisa saling pandang melihat kepergian sang ketua.
"Ya sudah, Bim. Biarkan saja Rafa pergi!" ucap Anan.
Bimbim pun mengangguk. "Semoga dia baik-baik saja."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
Adam
ya elah... terus gimana dong Thor
2023-10-24
0
oppa seo joon
sayang sekali ya keadaan d selingkuhan mlh hamil gimana sih thor
2023-10-24
0