Melihat lawannya jatuh tersungkur, Ihin lantas memburu dan menguncinya hingga Sakur tidak bisa bergerak lagi.
"Di sini, Bang!" teriak Ihin yang sontak membuat si pengendara motor menoleh. Detik selanjutnya, Aminah dan si pengendara motor menghambur ke arah Ihin.
Rafael ikut menoleh. Namun, kondisi jalanan sudah mulai ramai. Terlebih lagi, mobil yang berhenti di tengah jalan, begitu menarik perhatian si pengendara jalan lainnya, sehingga banyak yang berhenti. Tidak mungkin Rafael menolong Sakur yang sudah dikerumuni orang-orang. Akhirnya, Rafael memutuskan untuk pergi dari tempat tersebut.
"Sorry, Bang." Lirih Rafael seraya melajukan kendaraannya dengan kecepatan tinggi.
Sakur yang sudah tidak berkutik, akhirnya digelandang menuju polres setempat.
"Ah, sial-sial-sial!" pekik Rafael seraya menambah kecepatan laju kendaraannya.
Tiba di markas, para anggota geng motor Dark Eagle masih terbuai dalam mimpinya masing-masing. Merasa tidak bisa menyelamatkan anak buahnya, Rafael lantas membuka rak minuman dan mengambil salah satu botol anggur kesukaannya. Rasa bersalah pun mulai merayap di hati Rafael.
🔥🔥🔥
Asyifa mengembuskan napasnya secara kasar. Baru sehari, tapi detektif yang disewa ayahnya sudah berhasil mendapatkan berita tentang Rafael, bahkan hingga detail.
"Jadi benar, Rafa terlibat dengan geng motor Dark Eagle? Bahkan dia menjadi ketua geng tersebut. Astaga, kenapa bisa jadi begini?" gumam Asyifa. Kedua sudut matanya mulai berair mengenang kehidupan Rafael di jalanan.
"Sudahlah, Nak. Ayah minta, sekarang juga kamu hentikan pencarian kamu terhadap teman kamu itu. Sudah sangat jelas, 'kan, kalau dia bukan anak baik-baik," tutur Gusti.
Asyifa diam. Untuk saat ini, dia tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Melupakan Rafael? Jelas itu sangat tidak mungkin Asyifa lakukan.
"Kamu itu sudah kelas akhir, Syif. Sudah saatnya memikirkan akan dibawa ke mana masa depan kamu itu. Ayah mohon, please ... bersikaplah dewasa. Tidak usah memikirkan hal-hal yang tidak berguna bagi kehidupan kamu ke depannya," sambung Gusti.
Asyifa kembali bungkam. Pikirannya benar-benar kalut. Apalagi setelah mengetahui sang kekasih menjadi ketua geng motor.
Sebaiknya aku segera membawa bukti-bukti ini ke hadapan om Adinata dan tante Rahayu, batin Asyifa.
🔥🔥🔥
Beberapa hari telah berlalu. Kabar tertangkapnya Sakur telah sampai di telinga para anggota geng motor. Sebagian ada yang murka hingga ingin melakukan penyerangan terhadap kantor polres setempat. Namun, sebagian lagi ada yang menyalahkan sikap Rafael yang hanya menyelamatkan diri sendiri saja.
Bimbim dan Anan sudah berusaha untuk menenangkan para anggota geng motor. Mereka berdua mencoba menjadi penengah, supaya anggota geng motor Dark Eagle tidak terpecah belah. Namun, usaha Bimbim dan Anan tetap saja tidak membawa perubahan pada diri Rafael.
Rasa bersalah yang mengungkungnya, telah membuat Rafael semakin dekat dengan alkohol. Dari pagi hingga malam, Rafael tidak pernah beranjak dari meja bar yang terdapat di ruang tengah markas Dark Eagle. Berulang kali Bimbim mengingatkan agar Rafael jangan terlalu menyalahkan diri sendiri atas tertangkapnya Sakur. Akan tetapi, percuma. Sepertinya telinga Rafael sudah tuli dan tidak mau mendengarkan nasihat apa pun lagi.
"Dengar, Fa! Jika kamu terus mabuk-mabukan seperti ini, lantas apa yang bisa kita harapkan dari kamu? Gue ragu kalau Dark Eagle akan semakin maju di tangan seorang pemimpin yang hampir setiap hari menenggak minuman. Sebenarnya masalah kamu apa sih, Fa? Wajar seorang anak geng tertangkap, toh nanti juga setelah selesai masa hukumannya, polisi pasti akan membebaskan Sakur," oceh Bimbim panjang lebar.
Rafael tidak menjawab. Dia malah beranjak dari atas kursi dan menyambar jaket hitam yang tersampir pada sandaran kursi. Tanpa berpamitan, Rafael ke luar dan melajukan kendaraannya.
Bimbim membuang napasnya dengan kasar. "Gue gak tahu lagi harus ngomong apa sama dia," keluhnya.
"Biarkan saja, Bim. Mungkin Rafa masih belum terbiasa dengan konsekuensi dari komunitas geng motor," timpal Anan seraya menepuk pelan bahu sahabatnya.
🔥🔥🔥
Malam mulai menyapa. Seperti biasa, Atun masih duduk menyendiri di teras rumah Adinata. Sesekali, dia beranjak dari kursi dan berjalan mondar-mandir hanya untuk mengusir kejenuhannya.
Atun menatap pintu pagar yang menjulang tinggi. Berharap bisa melihat bayangan seseorang yang memasuki gerbang tersebut. Namun, sayangnya sampai waktu menunjukkan pukul 11 malam, pintu pagar itu masih tertutup rapat.
"Hoaaam..."
Atun menguap. Matanya mulai berair karena mengantuk. Setelah merasa anak asuhnya tidak mungkin pulang malam ini, Atun memutuskan untuk pergi tidur.
Sebelum naik ke atas kasur, Atun pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Tak lama berselang, dia mulai memadamkan lampu kamar dan menggantinya dengan lampu tidur.
Atun merebahkan tubuh lelahnya di atas kasur. Kedua tangannya dia lipat di dada. Sesaat kemudian, ia memejamkan kedua matanya.
Trek!
Baru saja mulai terlelap ke alam mimpi, tiba-tiba indera pendengaran Atun menangkap bunyi kunci terbuka dari arah belakang. Sontak dia membuka kelopak matanya. Diam sejenak untuk mendengarkan lebih lanjut, kira-kira apa yang baru saja mengganggu telinganya.
Tap-tap-tap ....
Dengan jelas, indera pendengar Atun bisa menangkap suara orang berjalan dari arah luar kamarnya. Wanita itu lantas bangun dan mengenakan sandal. Sejenak, dia mengikat rambutnya sebelum akhirnya keluar kamar.
Suara langkah kaki itu semakin terdengar jelas. Sumbernya berasal dari ruang tengah. Atun mempercepat langkahnya untuk memastikan bunyi apa yang ia dengar.
Mata Atun menyipit saat melihat bayangan seseorang sedang menaiki anak tangga. Tangannya refleks mengambil tongkat golf majikannya yang berada di dalam guci hiasan. Dengan berjalan mengendap-endap, Atun mengikuti bayangan tersebut.
Atun mempercepat langkahnya begitu tiba di lantai atas. Dia mengayunkan tongkat golf untuk memukul orang yang dianggap pencuri. Namun, saat orang itu membuka pintu kamar anak asuhnya, Atun kemudian mematung.
"De-den Rafa?" Lirih Atun.
Rafael menoleh. Senyumnya terbit tatkala melihat ibu asuhnya, berdiri tak jauh dari hadapannya.
"Apa ka-bar Mbak At–"
Brugh!
Ucapan Rafael terpotong seiring dengan hilangnya kesadaran karena pengaruh minuman.
"Astaghfirullahaladzim, Aden!" pekik Atun segera berlari menghampiri Rafael yang sudah tergeletak di lantai.
Atun segera mengangkat kepala Rafael dan meletakkannya di atas kedua paha. Aroma alkohol tercium begitu menyengat. Membuat Atun sedikit memalingkan wajah untuk menghindari aroma tersebut.
"Ya Tuhan, apa yang terjadi sama kamu atuh, Den? Kenapa bisa sampai begini?" gumam Atun seraya mengusap pipi Rafael yang terlihat merah seperti terbakar.
Atun merasa prihatin melihat kondisi putra asuhnya. Tubuh yang mulai kurus dengan wajah kuyu dan rambut gondrong, semakin menggambarkan betapa tidak terurusnya dia selama meninggalkan rumah. Tanpa terasa, air mata mulai mengalir di kedua pipinya.
"A-aku harus segera memberi tahu Diman."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments