"Wa'alaikumsalam. Ada apa Syif, kok tumben telepon Ayah di jam segini?" tanya Gusti, yang tak lain ayahnya Asyifa.
"Emh, Syifa mau minta tolong Ayah. Kira-kira, Ayah punya temen detektif gak?" tanya Asyifa di ujung telepon.
"Memangnya kenapa, Syif? Ada orang yang ingin kamu selidiki?" Gusti balik bertanya.
"Gini, Yah. Sebenarnya ... emh ... sebenarnya temen Syifa udah lama gak ada kabarnya. Syifa mau minta tolong supaya Ayah menyewa orang untuk mencari temen Syifa itu. Syifa khawatir, Yah. Takut dia terjerumus dalam pergaulan yang gak bener. Masalahnya, terakhir Syifa dengar, dia ikut-ikutan gerombolan geng motor gitu," papar Asyifa.
"Astaga, Syif ... ya udah, gak usah dicari lagi orang yang seperti itu. Ngapain juga kamu berteman dengan anak kayak gitu, entar malah terjerumus ke dalam pergaulan gak bener lagi," tegur Gusti.
"Ish Ayah ..." rengek Asyifa, "Rafa orangnya baik kok, Yah. Justru Syifa ingin mencari dia, karena Syifa takut anak-anak berandalan itu memanfaatkan kebaikan Rafa," imbuhnya.
Gusti menghela napas. Dia memang paling tidak bisa mendengar rengekan putri semata wayangnya.
"Ya sudah, kamu kirimkan saja fotonya. Nanti, Ayah suruh orang untuk mencari dia. Sudah ya, Syif. Ayah tutup teleponnya, kebetulan hari ini Ayah ada janji dengan klien Ayah. Assalamu'alaikum!" pungkas Gusti.
Sesaat kemudian, pria paruh baya itu mematikan sambungan teleponnya. Lepas itu, dia bersiap-siap untuk menemui klien di luar.
🔥🔥🔥
Bagaimanapun, pengaruh lingkungan begitu kuat menarik diri seseorang. Hal yang sama pun terjadi pada diri Rafael. Sekuat apa pun dia berusaha untuk bersikap benar. Namun, karena frekuensi waktu bersama para berandalan lebih banyak ketimbang dengan para orang alim, Rafael akhirnya mulai terjebak dengan dunia kegelapan.
Kenyamanan yang disuguhkan anak-anak geng motor Dark Eagle, semakin membuat Rafael terlena. Dia bahkan enggan untuk kembali ke rumah. Sepertinya, Rafael sudah menemukan tempat tinggal yang memang benar-benar cocok untuk dirinya.
Di markas Dark Eagle, Rafael kembali sedang menyusun strategi untuk melakukan kejahatannya.
"Target kita kali ini, seorang OKB yang menurut kabar, pelitnya tidak ketulungan," ucap Rafael seraya menyerahkan selembar foto seorang perempuan yang sedang pamer kekayaan.
"Bhuahahaha, ... sudah seperti toko emas berjalan saja," ejek Azka begitu melihat wanita paruh baya yang berada di dalam foto tersebut.
Rafael dan Anan tersenyum mendengar ejekan Azka terhadap target mereka.
"Ngomong-ngomong, apa di antara kalian ada yang tahu ilmu hipnotis?" tanya Rafael.
Semua anggota geng motor melirik seorang pemuda yang tidak pernah banyak bicara. Pemuda berkacamata tebal itu hanya bisa tersenyum mesem melihat tatapan kawan-kawannya.
"Wah, jadi Bang Sakur bisa menghipnotis orang nih?" tanya Rafael.
"Hehehe, dikit Fa," jawab Sakur.
"Ampuh, 'kan?" lanjut Rafael.
"Lumayan sih," balas Sakur.
"Hmm, ya sudah. Kalau gitu, kita beraksi besok. Gimana? Setuju?" Rafael kembali bertanya.
"Kita doang nih? Kagak ngajak yang lainnya?" tanya Sakur.
"Berdua jauh lebih baik, Bang. Biar tidak menimbulkan kecurigaan orang sekitar," sahut Rafael. "Lagian, kita beraksi di tempat sepi saja. Gue udah pantau kegiatan nih orang selama beberapa hari ke belakang. Biasanya, nih orang berangkat ke pasar sebelum subuh melalui jalanan Sariwangi. Nanti, di pertigaan Sariwangi kita beraksi. Gimana?" imbuhnya.
"Ide bagus tuh," jawab Sakur.
Keesokan harinya. Sudah sejak jam 3 dini hari, Rafael dan Sakur menunggu mangsanya. Kali ini, mereka hendak menghipnotis seorang ibu-ibu paruh baya pemilik kios daging yang terkenal pelit di kampung halamannya.
Setelah menunggu selama hampir satu jam, sebuah kendaraan beroda empat melintas melewati pertigaan yang cukup sepi. Rafael memberikan isyarat agar Sakur berpura-pura menyeberangi jalan hingga akhirnya tertabrak mobil tersebut.
"Eh copot-copot!" pekik wanita itu, terkejut ketika melihat seseorang tiba-tiba terjatuh tepat di depan mobilnya. "Apa kamu menabraknya, Hin?" tanyanya kepada sang sopir.
"Gak tahu, Nya. Mungkin saja," sahut sopir yang bernama Ihin.
"Ya Tuhan ... kok bisa sih, Hin!" seru wanita itu.
Ihin tidak menjawab. Dia lantas keluar dari kendaraannya untuk melihat orang yang baru saja tertabrak.
"Sial! Kenapa harus orang itu yang keluar?" dengus Rafael yang sedang bersembunyi di balik pohon.
Ihin mendekati orang yang tergeletak tak jauh dari mobil majikannya. Dia lantas berjongkok untuk memeriksa denyut nadi orang yang tengah pingsan itu.
"Sepertinya, denyut nadi orang ini normal. Kenapa dia bisa pingsan, ya? Apa dia benar-benar tertabrak mobil?" gumam Ihin seraya menelisik sekujur tubuh pemuda itu.
Sakur yang memang hanya berpura-pura pingsan, menggerutu di dalam hatinya. Ish, harusnya tadi si Rafa yang pura-pura ketabrak, biar gue bisa eksekusi korban.
"Gimana, Hin? Apa dia terluka?" teriak wanita kaya itu dari dalam mobilnya.
"Tidak ada luka, Nya. Tapi orang ini pingsan," sahut Ihin.
Wanita itu mengedarkan pandangannya. Sepi. Senyum sinis tersungging dari kedua sudut bibirnya.
"Sudah tinggalkan saja, Hin! Mumpung jalanan lagi sepi juga!" teriaknya lagi.
Astaga, benar-benar nggak punya hati nih orang. Aish, wajib dibantai ini mah, dengus Rafael di dalam hati.
Rafael keluar dari persembunyiannya. Sebelum pintu mobil tertutup, dia lantas menyerang wanita paruh baya tersebut dengan cara membekap mulutnya.
"Eh apa-ap humph ...."
Pergulatan terjadi untuk beberapa detik, hingga suara gaduh itu membuat Ihin menoleh.
"Kenapa, Nya?" teriaknya seraya berdiri.
Menyadari ada pergerakan dari orang yang hendak dijebaknya, Sakur membuka mata. Secepat kilat, dia menarik tangan lawan dan mulai menguncinya.
"Eh, kenapa ini? Si– humph ... umh ...."
Sakur membekap mulut Ihin seraya mendorongnya ke tepi jalan. Di sana, dia mulai melayangkan bogem mentah ke arah lawan.
"Aww!" jerit Rafael ketika tangannya digigit wanita paruh baya itu.
"Tolong-tolong!" Aminah menggunakan kesempatan itu untuk berteriak minta tolong.
"Sial!" dengus Rafael, kesal. Sedetik kemudian, Rafael kembali menerjang Aminah.
Namun, saat dia berhasil membekap mulut Aminah, nyala lampu kendaraan menyorot ke arahnya. Semakin lama semakin mendekat, sehingga tampak sebuah motor yang berhenti tepat di depan mobil korbannya.
Rafael mendengus kesal. Sepertinya, kejahatan dia kali ini gagal total. Pemuda berambut gondrong itu lantas beranjak dari dalam mobil mangsanya. Namun, sebelum pergi, tangan Rafael sempat menjambret sebuah perhiasan yang melingkar di leher Aminah.
"Jambret-jambret! Tolong ada jambret!"
Aminah terus berteriak histeris seraya memegang lehernya yang terasa sakit.
Si pengendara motor mulai mendekati Aminah sambil bertanya. "Ada apa, Bu?"
"Itu, Mang. Di-dia jambret! Dia berusaha merampok saya!" adu Aminah seraya menunjuk ke arah Rafael yang berlari ke arah semak-semak.
Keributan di tengah jalan, membuat Sakur lengah.
Bugh!
Sebuah tendangan mendarat di perut Sakur hingga pria itu ambruk.
"Mampus lu!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments