Dua minggu setelah serangan pemberontak yang mengguncang Kerajaan Igas.
kerajaan perlahan pulih, perbaikan berlangsung sedikit demi sedikit, dan para pemberontak yang bertanggung jawab sudah ditahan. Airi dan Itsuka bersiap untuk meninggalkan dunia Iginas.
"Itsuka, bagaimana? Apa semua sudah siap?" tanya Airi sambil memeriksa perlengkapan mereka.
"Semua sudah siap, kak! Bahan bakar kita juga sudah terisi penuh," jawab Itsuka dengan tegas.
Airi memperhatikan Itsuka yang kini lebih sering memanggilnya "kakak". "(Entah mengapa... Semenjak itu, Itsuka sering memanggilku kakak. Yah, aku sendiri tidak masalah dengan itu)," pikir Airi dalam hati, tersenyum tipis.
"Ngomong-ngomong, kita akan menuju ke mana?" tanya Itsuka dengan penasaran.
"Ada satu dunia yang jaraknya cukup jauh dari sini. Kalau kita ke sana, mungkin kita akan mendapatkan petunjuk yang lebih jelas," jawab Airi.
Setelah menyelesaikan semua persiapan, Airi dan Itsuka berpamitan dengan orang-orang di Kerajaan.
Mereka memulai perjalanan mereka, setelah berlayar selama satu kilometer, tiba-tiba kapal itu berhenti bergerak.
"Hm... Kenapa kapalnya tidak bergerak?" tanya Airi sambil mengerutkan kening. "Itsuka, kau benar-benar sudah memeriksa semuanya?"
"Aku sudah memeriksa—hm!" Itsuka berhenti sejenak, pandangannya tertuju pada full meter kapal yang berkedip merah, meskipun jarumnya masih menunjukkan bahwa bahan bakar penuh.
"Kak, kenapa lampu di full meter ini berkedip?" tanya Itsuka kebingungan.
Airi, yang sudah terbiasa dengan keanehan kapal mereka, langsung memukul full meter tersebut dengan keras. Jarum penunjuk bahan bakar langsung turun drastis, menunjukkan bahwa bahan bakar sebenarnya habis.
"Kapal sialan... Lain kali aku akan jual kapal ini," kata Airi dengan kesal.
"Jadi, apa yang harus kita lakukan sekarang, kak?" Tanya Itsuka.
"Tidak ada pilihan lain. Kita harus gunakan kapal darurat untuk pergi ke dunia terdekat dan membeli bahan bakar." Jawab Airi.
Mereka berdua menaiki kapal darurat dan menuju dunia terdekat yang dikenal sebagai dunia Garnias, sebuah dunia yang terletak beberapa ratus meter dari lokasi kapal mereka berhenti.
"Garnias, ya...," Airi menghela napas dalam-dalam saat mereka tiba. "Dunia ini hanya menjual senjata perang. Semoga saja kita bisa menemukan bahan bakar di sini."
Dia menundukkan kepalanya, merasa kecewa dengan prospek mereka.
"Banyak sekali senjata di sini," kata Itsuka dengan kagum, sambil melirik ke berbagai toko. "Pedang, busur, pistol, tombak... Bahkan ada gauntlet."
"Itsuka, kita di sini untuk mencari bahan bakar, bukan untuk membeli senjata," kata Airi sambil menahan godaan.
"Padahal kakak juga pasti mau hal kayak gini." Balas Itsuka.
Mereka terus menjelajahi seluruh kota di Garnias, namun sejauh ini belum juga menemukan bahan bakar untuk kapal mereka. Setelah seharian mencari tanpa hasil, mereka memutuskan untuk beristirahat di sebuah penginapan.
"Haaaa... Tidak ada gunanya, kita terjebak di sini," keluh Airi sambil merebahkan tubuhnya di tempat tidur.
"Kak, aku lapar. Aku akan keluar sebentar mencari makanan," kata Itsuka.
"Oh, kalau begitu, aku nitip sesuatu."
"Baiklah," jawab Itsuka sebelum keluar mencari makanan.
Setelah membeli makanan, Itsuka kembali ke penginapan, namun Airi sudah tidak ada di sana.
Penasaran, Itsuka bergegas mencarinya dan menemukan Airi berdiri di tengah kota, memegang sebuah kotak besar.
"Jadi kau di sini, kak. Aku sudah mencarimu ke mana-mana."
"Ah, maaf. Aku bosan menunggu di penginapan, jadi aku keluar sebentar. Dan lihat apa yang aku temukan!" Airi menunjukkan kotak yang dia bawa.
Itsuka melihat ke arah kotak dan terkejut. "Ini bahan bakar kapal! Batu hitam. Dengan ini kita bisa melanjutkan perjalanan, kan?"
Airi menjawab dengan sedikit kecewa, "Sayang sekali, satu kotak ini hanya akan mengisi 1/5 dari bahan bakar kapal kita. Kita butuh empat kotak lagi. Tapi paling tidak kita bisa ke dunia Gardum untuk membeli lebih banyak bahan bakar."
Mereka kemudian kembali ke penginapan untuk makan dan beristirahat penuh. Keesokan harinya, saat hendak kembali ke kapal, mereka melihat banyak orang berlarian menuju sebuah bangunan besar. Airi menghentikan salah satu dari mereka dan bertanya, "Hey, kalian sedang menuju ke mana?"
"Apa kau tidak tahu? Hari ini ada turnamen untuk menentukan siapa kesatria terkuat di dunia ini. Pertandingannya di gedung itu!"
Airi tersenyum lebar. "Heh... Kedengarannya menyenangkan. Itsuka, ayo kita menonton!"
"Menonton? Kak, kau tidak berencana ikut bertanding, kan?" Itsuka menatap Airi dengan curiga.
"Ma-ma-mana mungkin. Jangan langsung mengambil kesimpulan seperti itu," jawab Airi dengan panik.
"Tapi berdasarkan pengalamanku bersamamu selama dua minggu ini, kau selalu bilang 'Aku janji hanya akan menonton,' tapi kenyataannya kau malah ikut terlibat," balas Itsuka dengan tatapan tajam.
Kali ini, Airi berusaha meyakinkan Itsuka. "Aku benar-benar hanya akan menonton, suwer, serius, duarius lagi!."
Itsuka mendesah panjang. "Baiklah, tapi hanya beberapa menit saja."
Mereka berdua kemudian memasuki gedung besar itu. Di dalamnya, mereka melihat kesatria-kesatria bertarung dengan sengit. Banyak yang sudah tumbang, dan hanya tersisa sepuluh orang.
Tiba-tiba, seorang laki-laki dengan armor perak dan berambut ungu gelap memasuki arena. Beberapa kesatria lainnya bersiap menyerangnya, tetapi dia segera memasang kuda-kuda.
"
Dengan satu ayunan pedang horizontal, petir tipis menyerupai benang keluar dari pedangnya, memotong armor dan senjata para kesatria, menyetrum mereka hingga terkapar. Penonton terdiam, terpesona oleh kekuatannya lalu bertepuk tangan.
"Hebat... Aku tidak mungkin menang melawannya, bukan, kak?" Itsuka menoleh, tetapi Airi sudah menghilang. Di arena, Airi berdiri dengan pedang kayu di tangannya, senyum penuh semangat menghiasi wajahnya.
Itsuka hanya bisa bergumam sambil menatap Airi dengan tatapan kosong. "Seharusnya aku tidak pernah mempercayai perkataannya."
Airi berdiri di tengah arena dengan senyum lebar yang tak bisa hilang dari wajahnya.
"Ini peringatan! Jika kau ingin selamat, cepat pergi dari sini!" kata nya dengan tatapan tajam.
Namun, bukannya merasa gentar, Airi malah tertawa terbahak-bahak. "Ahahahaha! Kau menarik sekali! Kalau begitu, Airi Tristalia maju!" balasnya dengan nada penuh semangat.
"Kau sendiri yang memintanya, Blade maju," balasnya dengan suara tegas.
Pertarungan antara mereka dimulai seketika tanpa aba-aba tambahan.
Laki-laki itu bergerak dengan kecepatan petir ke belakang Airi, dan mencoba menebasnya dari belakang dengan pedangnya yang tajam berkilauan.
Namun, Airi dengan mudah menahan pedangnya hanya dengan telapak tangannya. Terdengar dentingan keras saat logam pedang bertemu dengan kulit Airi yang tampak biasa, dia sangat terkejut begitu merasakan kerasnya kulit Airi.
Tanpa ragu, Airi membalas dengan menebaskan pedang kayunya ke arahnya. Tapi dia sudah menduga serangan balasan itu, dan langsung melompat mundur, lalu dengan cepat menendang Airi hingga terlempar menghantam dinding arena dengan keras. Suara benturan itu menggema di seluruh arena, membuat para penonton terkejut.
Dia tidak memberikan Airi kesempatan untuk pulih. Dan langsung melompat maju, menarik pedangnya yang siap menusuk Airi yang masih tersandar di dinding. Airi semakin bersemangat, lalu dia melompat ke udara tepat pada waktunya, menghindar serangan itu. Pedang laki-laki itu menghantam dinding, dan menancap dalam di antara retakan yang baru terbentuk.
"Kau benar-benar menarik, ayo kita bermain!" Kata Airi dengan bersemangat.
Airi mendarat kembali di tanah dan dengan cepat berlari ke arah laki-laki itu. Laki-laki itu berhasil mencabut pedangnya dengan satu tarikan kuat, dan mereka kembali terlibat dalam adu pedang.
Dentingan suara logam dan kayu bergema di seluruh arena. Gerakan mereka begitu cepat hingga sulit diikuti oleh mata. Para penonton yang menyaksikan pertarungan itu terdiam, terpaku melihat pertarungan luar biasa dan menegangkan itu.
Airi terus tersenyum lebar, menikmati setiap momen pertempuran. Sementara di tempat duduk penonton, Itsuka menatap dengan ekspresi datar, lalu berbisik pada dirinya sendiri. "Hmm... Apapun yang terjadi, aku akan menganggap tidak melihat apapun."
Di sisi lain, laki-laki itu mulai bergumam dalam hatinya. "(Ini aneh. Orang ini terlalu kuat. Siapa dia sebenarnya? Menggunakan pedang kayu saja dia bisa membuatku kesulitan seperti ini.)"
Airi mengambil langkah mundur untuk memberi jarak. Sesaat kemudian, dia maju dengan kecepatan suara dan tiba-tiba sudah ada di hadapan laki-laki itu. Laki-laki itu sangat terkejut tapi tak sempat bereaksi atau mempertahankan dirinya.
Airi berhasil menebasnya dengan pedang kayunya. Namun, tepat saat pedang itu menyentuh tubuh laki-laki itu, pedang kayu Airi patah menjadi dua.
Dia menghentakkan kakinya ke tanah, penuh amarah. "Kau ingin menghinaku dengan menggunakan pedang kayu saat melawan kesatria terkuat di dunia ini?!" tanyanya dengan penuh kekesalan.
Airi hanya tersenyum kecil, seolah-olah tak merasa bersalah sedikitpun. "Habisnya, kalau aku pakai pedang besi atau yang lain, dan melukaimu, itu akan membuatku menjadi penjahat karena telah melukai putra mahkota dunia ini... Aku benar kan, Pangeran Blade Kuroyami?"
Ucapan itu membuat seluruh arena terdiam lagi. Para penonton sangat terkejut mendengar identitas laki-laki. Sementara Itsuka yang mendengar itu hanya bisa berdiri diam dan sudah bodoamat, menatap Airi dengan ekspresi polos yang sama seperti sebelumnya.
"Jadi begitu, karena aku adalah putra mahkota jadi kau menahan diri, kalau begitu menyesal lah di akhirat karena telah meremehkan ku!" kata Blade dengan penuh kekesalan.
Blade mengangkat pedangnya ke langit. Seketika itu, langit yang cerah di atas arena diselimuti awan hitam tebal yang berputar membentuk pusaran. Suara guntur menggelegar, dan petir mulai menyambar di sekeliling mereka.
"
Petir yang sangat besar turun dari langit, langsung menghantam tempat Airi berdiri. Dampak dari petir itu begitu kuat hingga menciptakan lubang besar di setengah arena. Para penonton yang menyaksikan serangan itu sangat terkejut, tak percaya akan kekuatan yang baru saja dilepaskan oleh Blade.
Namun, dari balik asap yang mengepul, suara Airi terdengar. "
Airi mengayunkan pedang patahnya, dan pusaran energi besar terbentuk, menghisap petir dan awan hitam itu ke dalamnya. Pusaran itu berputar dengan kekuatan dahsyat, dan dalam hitungan detik, langit kembali cerah seperti semula. Blade terkejut dan terdiam tanpa kata-kata selama beberapa detik.
"A... Aliran Perak? Bagaimana mungkin? Itu aliran milik Red King, penggunaan pedang terkuat." Gumam Blade, matanya melebar karena terkejut.
Airi hanya tersenyum kecil, dengan nada santai dia menjawab, "Entahlah?"
Kemarahan Blade memuncak. Dengan kecepatan yang jauh lebih tinggi, dia melesat ke arah Airi dan berniat menebas nya.
Namun, sebelum Blade bisa mencapai targetnya, Airi sudah bergerak lebih cepat. Dia tiba-tiba sudah ada di belakang Blade, dan dengan satu pukulan keras, Airi langsung membuat Blade pingsan.
Arena yang semula dipenuhi suara guntur kini diisi dengan suara sorak-sorai penonton. Mereka bersorak atas kemenangan Airi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments