Marine dan Zen sampai di rumah sakit Venus Hospital Mereka keluar dari mobil bersamaan dan berjalan beriringan dari tempat parkir sampai lobi rumah sakit. Sesampainya di lobi, Julian sudah menunggu mereka. Julian di hubungi oleh Zen saat dalam perjalanan.
"Selamat siang Pak Zen. Saya sudah membawa semua berkas yang anda sebutkan tadi" Julian menyapa sekaligus melapor.
Zen melihat dan membuka Map yang diberikan Julian, kemudian ia hanya mengangguk dan mereka bertiga kembali berjalan masuk ke Rumah Sakit.
Seseorang mengawasi mereka dari dalam mobil sedan mewah berwarna hitam yang terparkir tidak jauh dari lobi rumah sakit. Orang itu duduk dikursi belakang kemudi. Setelan jas berwarna hitam pekat dengan rambut lurus rapi yang disisir ke belakang, menyisakan sehelai rambut yang turun ke dahi lebarnya hingga ke alis. Berwajah tampan dan kharismatik dengan tatapan mata yang tajam namun tenang, seperti elang.
Sebuah senyuman tersungging dibibirnya yang sensual. Hidung mancungnya yang ia mainkan sedari tadi sambil memperhatikan gerak gerik seseorang di lobi.
"Ketemu... " Dari balik kaca mobil, ia menunjuk kearah Zen dan Marine berdiri.
"Sudah lama sekali" Seringai penuh ejekan terlihat diwajahnya "Rupanya kamu disini" Kini ia tertawa
Sang supir juga asistennya hanya bisa diam dan mendengarkan apa yang bos nya katakan.
"Hajun, kita ke kantor sekarang" Titahnya pada sang supir.
"Baik, Tuan".
***
Diruang rapat, meeting telah berlangsung. Marine sudah menjelaskan tentang penelitian tahap ke 2 yang rencananya akan ia mulai pekan depan.
Tok
Tok
Ceklek
"Maaf semuanya saya ada operasi darurat, tadi. Apakah saya terlambat? " Dave masih berdiri diambang pintu.
"Oh, tidak Doker David. Silahkan bergabung" Marine yang masih berdiri ditempatnya presentasi, mempersilahkan.
Zen nampak tidak senang dengan kebaikan Marine. Dia menatap malas kepada David. Sedangkan David menatap heran karena ada perban menempel di dahinya Zen.
Marine sedikit menjelaskan kembali tentang penelitian tahap ke 2 ini kepada David. Dia tidak perlu menjelaskan lebih rinci karena Dave tau betul penelitian ini dan mereka sering membicarakannya sewaktu diluar jam kerja.
Pak Robert selaku Direktur Utama Rumah Sakit Venus memperhatikan sedari tadi, setiap detail gambar dan kata yang dijelaskan oleh Marine. Sampai pada akhirnya mereka semua akan memutuskan siapa saja pasien yang akan direkomendasikan untuk diteliti dan sampai ke tingkat berapa alat ini akan berfungsi.
"Nona Marine, dalam penelitian tahap 1 anda sudah sampai dimana? " pertanyaannya terdengar seperti Dokter Robert belum membaca laporannya.
Marine tersenyum maklum "Saya, -"
"Laporannya ada dirumah sakit ini juga. Apakah anda tidak membacanya pak? Bahkan saya membawanya" Zen mengangkat sebuah buku berisi laporan pemindai jantung permodelan AI.
Seperti biasa, Zen tidak pernah memandang usia ataupun jabatannya. Ia akan berkata sekena dan seenaknya seperti kebiasaan.
"Oh, maaf Pak Zen. Saya sepertinya keliru membawa laporan" Ia pun mengacungkan sebuah laporan dengan tulisan 'Laporan pemindai kanker'.
"Saya sudah membaca dan mendampingi penelitian alat ini, Pak. Saya melihat bahwa alat ini memang sebuah inovasi yang sangat canggih" Dave menganggukkan kepalanya
"Biasanya dokter memindai jantung menggunakan alat pemindai MRI (Magnetic Resonance Imaging) membutuhkan waktu hingga berjam-jam untuk mendeteksi adanya penyakit jantung atau tidak. Namun dengan alat ini, kami hanya perlu waktu 20 menit saja"
"Waaooww... sudah bisa digunakan? Kenapa tidak langsung dipakai? Kenapa harus ada penelitian tahap ke dua?" Zen nampak bertanya-tanya.
"Tahap ke 2 ini untuk memastikan perawatan dan obat apa yang harus diresepkan. Serta, sampai dimana kemampuan alat ini nantinya. Kami belum sampai ke tahap itu. Kami tidak mau memberikan alat yang setengah jadi" Marine kembali duduk.
"Marine dan saya ingin memeriksa pasien dengan penyakit jantung bawaan atau yang sudah komplikasi, Dokter Robert. Jika alat ini mampu memberikan informasi lebih dan sangat cepat. Maka sangat mungkin kami bisa menyelamatkan mereka yang sudah komplikasi ataupun dengan penyakit jantung bawaan" tambah Dave meyakinkan
Dokter Robert nampak berpikir dan sedikit bingung. Marine pun terlihat ketar ketir melihat ekspresinya.
"Baiklah, Pak Zen. Saya setuju jika pemindai Jantung permodelan AI ini diteliti sekali lagi. Agar kita juga yakin dan tidak ada kesalahan nantinya sewaktu alat ini diluncurkan" Robert tersenyum
Marine bisa bernafas lega. Semua pihak kini sudah setuju untuk penelitian tahap ke 2. Hanya tinggal menentukan tanggal serta pasien-pasien yang bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini.
Kini mereka semua sudah keluar dari ruang meeting. Pak Robert kembali ke ruangannya, Julian pun pamit undur karena harus mengurus kantor Blue Sky selagi Zen tidak ada ditempatnya.
Zen mengambil cuti satu minggu dari kantor, sehingga semua keperluan dan urusan kantor akan di handle oleh Julian. Dia sengaja menghadiri meeting dengan alasan ini sangat berarti dan penting. Namun... Sepertinya bukan itu alasannya.
"Sudah waktunya jam makan siang. Mau makan denganku? " Ajak Dave dengan senyumannya
"Aku -"
"Dia mau makan siang denganku" Sergah Zen dengan suara tegasnya, ketika Marine hendak menjawab.
"Dia mulai lagi" Gumam Marine dan menggeleng.
"Oh, baiklah kalau begitu" Dave nampak belum percaya dan ragu meninggalkan mereka berdua.
Zen melirik Marine dan menaikkan satu alisnya "Iya, Dave. Kami mau makan siang bersama. Ada yang harus kami bahas lagi" Marine melirik tajam ke arah Zen.
Orang yang diberi lirikan tajam justru tersenyum bahagia dengan jawaban Marine. Dave pun akhirnya mengalah dan meninggalkan mereka berdua dilorong rumah sakit.
"Ayo" Kata Zen sembari melangkah melewati Marine.
Marine memutar bola matanya jengah dan membuang nafasnya kasar. Hufftt...!!
Dalam perjalanan Marine hanya diam "Kamu marah? " tanya Zen
"Nggak" Jawaban singkat yang diberikannya.
"Kenapa diam saja? " Dahi Zen mengerut tatkala melihat ekspresi wajah Marine.
"Aku memang pendiam"
"Ck. Hahahhaa... Sejak kapan? " Zen tertawa terbahak, merasa tidak percaya dengan alasannya.
"Sejak kamu masuk ke dalam kehidupanku!!! " Marine berubah kesal.
"Aku hanya ingin menyelamatkanmu, Marine" batin Zen
"Maaf" Kata itu justru yang keluar dari mulut Zen.
"Kalau begitu tinggalkan saja aku. Kamu nggak perlu lagi menemuiku" tambahnya.
"Kamu pikir bisa?" Marine mendengus "Itu nggak mungkin untuk saat ini" kepalanya menggeleng lagi.
"Aku nggak akan mencabut investasiku" saran Zen.
"Nggak bisa"
"Turunkan aku disini"
"Nggak bisa"
"Jadi mau kamu apa? begini salah, begitu salah"
Marine mendadak menepikan dan menghentikan mobilnya.
"Aku bukan orang yang suka lari dari kenyataan. Aku juga bukan orang yang nggak tau berterimakasih. Jadi.... Aku akan tetap disisimu"
"Bagus!!! " Zen nampak bahagia mendengarnya.
"Tapi. Bisakah kamu memberikan ruang untukku" Marine nampak diam lagi
"Sudah hampir 1 bulan lebih aku nggak makan bersama Dave, nggak berbelanja bersama Celine dan nggak makan mie ramen kesukaanku di pinggiran. Huuffttt... Asyiknyaaaaa" Marine menyandarkan kepalanya dipintu mobil.
Zen terdiam sejenak "Aku cuma mau melindungimu"
"Aku bukan anak kecil yang perlu perlindungan. Aku sudah lebih dari dewasa. Bahkan kamu juga bukan orang tuaku. Kenapa sekhawatir itu? " Marine kemudian menatap Zen yang terdiam.
"Aku ingin memberitahumu sesuatu. Tapi mungkin kamu nggak akan percaya"
"Katakan saja. Aku mungkin akan percaya" Tatapan Marine meyakinkan.
Zen membalas tatapan teduh itu. Seakan terbius dengan mata yang indah dan sendu milik Marine.
Zen bergerak mendekati wajah yang selalu menggoda dimatanya itu. Ia mencari kepercayaan yang dimaksudnya dalam bola mata berwarna cokelat lekat milik Marine.
"Kamu kenapa?" Marine menghindari tatapan Zen
Dengan cepat Zen memalingkan wajah Marine agar menatapnya kembali "Aku sedang mencari kepercayaan dimatamu"
"Ch. Kalau nggak percaya sama aku juga nggak apa-apa" Marine berdecih tak habis pikir, ia pun lanjut berbicara.
"Aku mempercayaimu karena kamu juga mempercayaiku, Zen. Bentuk kepercayaanmu padaku sudah aku lihat bahkan bekasnya ada di pelipismu saat ini. Jadi... Apa salahnya aku juga mempercayaimu? "
Pelipis Zen adalah hasil dari kepercayaannya terhadap perkataan Marine malam itu. Ia mendapatkan luka itu karena mempercayai mimpi Marine.
"Baiklah. Aku akan memberitahumu... Aku adalah seorang.. " Zen nampak ragu dan bingung
"Seorang??? " Marine menunggu jawaban itu
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments