Mabuk cinta vs Mabuk berat

"Menikahlah denganku" Zen membisikkan kata itu tepat di telinga Marine

"Apa!!!! " Marine tercengang dan menatap Zen dengan tatapan bingung

"Ah, musiknya terlalu keras, aku sampai salah dengar" imbuh Marine lagi

"Kamu nggak salah dengar" Ucap Zen seraya menyelipkan rambut Marine ke telinganya

Hehheeeee....

Marine hanya bisa tersenyum canggung dan celingukan ke kanan-kiri salah tingkah.

"Lamaran macam apa ini" gumam Marine, yang masih bisa di dengar Zen.

"Kamu butuh lamaran resmi? " Tanya Zen yang terus menatapnya dalam-dalam.

"Eh, itu. Kita bahas nanti saja" Marine kemudian berputar di hadapan Zen mengikuti gerakan dansa seperti yang lain.

Zen menangkap tubuh Marine, lalu merentangkan tangannya kemudian Marine berputar menggulung tangan Zen sehingga akhirnya ia dipeluk Zen dari belakang.

Musik berhenti, semua pasangan melepas pelukannya dan mengakhiri dansa mereka.

Marine hendak melepaskan pelukan Zen, namun pegangan tangan Zen begitu kuat dan semakin kuat.

"Zen, lepaskan aku" Marine menepuk tangan Zen yang berada diperutnya

Zen tidak merespon, ia justru mencengkram erat perut Marine.

"Hump!!! Zen aku susah bernafas. Ada apa denganmu? " Marine panik dan melihat ke sekeliling

Badan Zen seketika bergetar hebat persis seperti saat ia ambruk di apartemennya karena melihat punggung Marine berlalu pergi.

Kali ini ia kembali Deja vu saat Marine hendak melangkahkan kakinya untuk pergi.

"Ja.... Ja... Jangan. Aku mohon jangan" Pinta Zen dengan suara bergetar sembari menyembunyikan wajahnya ke tengkuk leher Marine

Marine mencoba rileks dan menenangkan Zen "Iya. Aku nggak akan pergi, tenang lah Zen" Kemudian tangan Zen di pegang olehnya dengan lembut dan hati-hati

"Pejamkan matamu, Zen" perintah Marine "Aku akan berbalik"

Zen menurut, ia kemudian memejamkan matanya dan Marine pun berbalik memeluknya.

Semua orang memperhatikan mereka berdua. Hingga Julian menyadari ada yang salah dengan bosnya itu.

Julian dengan sigap menyuruh orkestra memainkan musiknya kembali agar Marine dan Zen bisa berdansa kembali. Para tamu yang lain pun ikut berdansa kembali sehingga lantai dansa itu riuh kembali seperti sebelumnya.

Masih dengan posisi berpelukan, mereka kemudian mengayun mengikuti alunan musik klasik yang di dominasi oleh suara piano dan biola.

"Apa trauma kamu kembali lagi? " Marine bertanya dengan lembut sembari mengelus punggung Zen.

"Aku ingin pulang denganmu, sekarang" pinta Zen lemah tanpa menjawab pertanyaan Marine

Marine menghela nafas "Baiklah, tapi tenangkan dirimu sebentar"

Zen membuka pelukannya dan menatap Marine dalam "Maaf... Tolong rahasiakan ini dari siapapun"

"I... iya.. Baiklah. Aku mengerti" balas Marine dengan tatapan sendu dan sedikit iba.

Marine kemudian menggenggam tangan Zen dan meninggalkan pesta begitu saja. Pesta yang sedang ramai-ramainya itu mereka tinggalkan. Pak Morgan dan juga Julian tidak menyadari kalau Zen dan Marine sudah pergi karena tamu yang berdatangan makin bertambah, baik dari dewan direksi sampai ke karyawan biasa serta para staff OB sepertinya hadir semua.

Bai Munchen technology memang tidak pernah membedakan status karyawan mereka, oleh karena itu jika ada pesta perusahaan, semua staff diundang secara resmi bahkan sampai ke OB nya pun diundang.

Buuuk...

Buuuk...

Suara pintu mobil ditutup membuat Zen bernafas lega dan lebih teratur. Dia merasa sangat aneh, karena trauma itu sudah lama sekali tidak kambuh, namun kali ini menjadi sering kambuh hanya karena melihat punggung Marine.

Dia berpikir sejenak dan bertanya dalam hatinya, Ada apa dengan Marine? Siapakah Marine? Kenapa dia muncul dalam mimpi Zen terus menerus sampai mereka bisa bertemu seperti sekarang?

"Siapa kamu, Marine? " Zen mengatakan itu dengan lirih namun terdengar oleh Marine

"Apa?" Marine yang baru saja duduk di kursi kemudi merasa bingung "Ada apa denganmu? kamu mabuk? " Marine mengernyitkan dahi

"Aku tidak mabuk" Zen menatap Marine "aku hanya mencintaimu"

"Heh, kamu mabuk Pak Zen" sergah Marine seraya menghidupkan mobilnya

"Mana ada orang bertemu 3 minggu sudah jatuh cinta. Mudah sekali" Imbuhnya kemudian menancapkan gas

Zen menyandarkan kepalanya di kursi "Aku lebih dari 3 minggu mengenalmu"

"Kamu benar-benar mabuk sekarang? 1 gelas anggur bisa membuatmu mabuk ternyata" seringai Marine

"Aku mabuk Cinta" Timpal Zen

"Ah, tidak. Kamu mabuk berat" kilah Marine

Zen menghela nafasnya dan duduk lemas di kursinya. Ada sesuatu yang ingin dia katakan, namun sepertinya ini bukan waktu yang tepat sehingga ia memilih untuk diam.

"Bisakah hubungi Julian dulu, aku takut dia mencarimu" ujar Marine kemudian

"Ah, baiklah" Zen mengambil ponselnya dari saku jas nya

Zen menelfon Julian untuk memberi kabar bahwa dia pergi dari pesta itu. Namun Zen meminta Julian untuk merahasiakan kalau ia pulang bersama Marine.

"Sampai kapan kita begini? " ujar Zen "Merahasiakan kalau kita sudah saling mengenal sebelum kerjasama perusahaan ini? " imbuhnya lagi

"Sampai proyek Pemindai Jantung selesai, Pak Zen" jawab Marine dengan senyuman "Aku tidak mau dianggap mendapatkan investor karena koneksi"

"1 tahun? " Zen memalingkan wajahnya ke jendela "Harusnya aku memintamu menyelesaikan tahap ke 2 lebih awal ya. Mana bisa dalam waktu selama itu kita kucing-kucingan begini"

"Bisa, Zen. Tahap ke 2 membutuhkan waktu 6 bulan penelitian, kemudian 6 bulan berikutnya kita akan melihat hasilnya. Jadi selama 6 bulan kita akan sering bertemu, setelahnya cukup aku dan tim yang mengawasi hasilnya" Jelas Marine

"Begitu?" Zen menatap Marine yang tengah mengemudi "Bisakah kita menikah sebelum 6 bulan?" timpal Zen

Marine kemudian menepikan mobilnya dekat taman kota. Ia cukup lama terdiam dan sulit mengatur nafasnya. Marine berusaha mengumpulkan kewarasannya untuk memahami kata-kata Zen yang sedari tadi membahas pernikahan.

"Kamu nggak nanya aku cinta apa nggak sama kamu, Zen?" Marine melirik Zen tajam "Kamu kira menikah itu cuma secarik kertas dan legalitas hukum? "

"Kamu mencintaiku, Marine" Zen menatapnya yakin

Marine melempar tatapannya asal "Huh!!! Mimpi apa aku semalam ya? "

"Yah, benar. Kamu mimpi apa semalam? Apa kamu memimpikan aku?" tatapan Zen semakin menghunus

"Nggak"

"Kenapa? " tanya Zen lagi

"Kamu nggak pernah ada dalam mimpiku, Zen. Sekalipun nggak pernah, tapi kamu selalu ada dan muncul dalam kenyataan? Kenapa!!!!?? " Marine teringat perjalanannya ke masa depan dalam mimpinya.

Sudah 3 minggu, ia dan Zen bersama hampir setiap hari, namun Zen tidak pernah ada dalam mimpinya. Itulah kenapa Marine pun merasa aneh dan bingung.

"Kamu marah karena nggak pernah memimpikan aku? " Zen mengernyitkan dahi "Itu artinya kamu merindukan aku kan? rindu juga sebagian dari cinta bukan? "

Marine menghela nafas panjang "Aku mau turun, cari oksigen"

"Memangnya ini bulan? nggak ada oksigen? " ucap Zen celingukan

Marine keluar dari mobilnya dan berjalan di sekitar taman. Sekitar 20 menit, Zen memberikan waktu untuk Marine sendiri dan menghirup udara diluar sana.

Zen kemudian ikut turun dan menghampiri Marine yang sudah duduk di bangku taman.

"Udaranya dingin. Kenapa keluar dengan punggung terbuka begini" Zen memakaikan jas nya ke bahu Marine dan menutupi punggung telanjangnya

"Terimakasih" Marine memegang jas yang diberikan Zen.

"Gaun ini hadiah darimu, bukan? " imbuhnya lagi

"Tebakanmu, benar sekali" Sergah Zen mengacungkan kedua jempol tangannya

"Terimakasih sudah mau memakainya"

Marine terdiam dengan tatapan kosong, sementara Zen menatapnya dari samping dengan menopang dagunya.

"Apa kamu nggak bisa mencintaiku sekarang saja, Marine?" senyum Zen terbit

"Sekarang? "

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!