"Bukan?" Zen mengernyitkan dahinya
"Anggap saja hari ini aku khilaf karena membalas ciumanmu" timpal Marine
"Ck. Begitu ya? Kalau begitu aku akan membuatmu khilaf setiap hari" Goda Zen dengan mengedipkan sebelah matanya
Marine melirik tajam "Nggak akan!!!" Kemudian ia mengeluarkan ponselnya dan memperlihatkan alarm di kalendernya
"Karena hari ini adalah hari terakhirku menjadi supirmu" senyum penuh kemenangan pun terbit diwajahnya.
Mendengar hal itu, Zen tertawa terbahak.
HAHAHAHHA
HAHHAHAHA
Marine mengernyitkan dahi "Kenapa ketawa?"
"Kamu lupa dengan ini? " Zen menunjuk pelipisnya yang masih diperban.
"Ma... Maksudmu? "
"Ini juga tanggungjawabmu" Balas Zen
Marine mengusap wajahnya frustasi "Zen!!! Kamuuuuu!!!!!"
"Sssstttt!!!!! Masih ada orangtuaku" Zen membekap mulut Marine dari belakang.
"Mmmmmpppp!!!! " Marine meminta Zen melepaskan tangannya
Zen membebaskan tangannya dan melirik ke wajah Marine yang memerah karena ia terlalu kencang membekap mulutnya.
"Maaf" Satu kata keluar dari mulut Zen
"Iya" Jawab Marine kesal.
"Jika kamu sibuk atau keberatan, kamu nggak perlu merawatku. Aku bisa sendiri" Zen mendadak ganti mode kalem
Marine menghela nafas panjang "Harusnya aku memang bertanggungjawab. Aku yang memintamu percaya padaku. Tapi aku nggak nyangka, setelah kamu percaya sama aku, kamu malah celaka"
Zen merasa bingung harus menjawab apa, dia diam seribu bahasa.
"Aku boleh nanya satu hal, Zen? " Marine lanjut bicara
"Iya. Tanya saja" Zen merasa tidak kebingungan lagi.
"Kenapa kamu percaya sama aku? Padahal aku cuma melihat kejadian itu dalam mimpi. Bisa saja itu hanya mimpi kan?? "
Zen mengedikan bahunya "Aku percaya aja sama kamu" senyumnya terbit "Apa harus ada alasannya? "
"Tapi, aku takut" Marine terlihat sedih dengan tatapan kosongnya.
"Takut? "
Tok
Tok
Ceklek
Pintu kamar dibuka oleh Meilan dan diikuti Jiangmi. Orangtua Zen. Sedari tadi mereka menunggu Marine dan Zen keluar namun tak kunjung keluar.
Terlihat Zen dan Marine masih duduk ditepi ranjang. Kemudian Marine pun berdiri setelah mendengar pintu dibuka.
"Kalian sedang apa? Kenapa tidak keluar juga? " Jiangmi mengerutkan dahi
Meilan menyenggol lengan sang suami "Nak, makan malam sudah siap. Ayo kita makan dulu sebelum makanannya dingin"
"Oh, baik bu" Ujar Marine dengan senyuman
"Mau aku bawakan ke kamar makanannya? Atau mau makan dimeja makan? " Tawar Marine pada Zen
"Aku sudah membaik, kepalaku sudah nggak pusing. Kita makan dimeja makan saja"
Akhirnya Marine, Zen dan kedua orangtuanya makan malam bersama. Sesekali Zen menyuapkan makanannya pada Marine untuk meyakinkan kedua orangtuanya bahwa mereka sepasang kekasih.
Marine yang merasa bersalah karena kecelakaan ini pun menurut saja skenario dadakan yang dilakukan oleh Zen.
"Untuk malam ini, mama mau menginap disini bersama papa. Malam selanjutnya biar bi Sihan menginap sampai kamu sembuh total" Ujar Meilan, sang mama.
"Kan ada Marine, ma" sergah Zen
"Kalian kan belum menikah, jadi tidak baik kalau Marine menginap. Sebaiknya Marine kemari dijam makan siang saja sampai sore" Timpal Meilan
Marine yang sedang mengunyah makanan pun tersenyum sumringah, karena ia tidak perlu repot-repot menjaga Zen selama 24jam layaknya bayi.
"Baik, bu. Terimakasih atas perhatiannya" Marine menimpali.
Selesai makan malam, Marine pamit undur diri untuk pulang ke apartemennya. Langkah nya berayun santai ketika melewati lorong-lorong apartemen menuju lift. Ada perasaan bahagia ketika ia memainkan sandiwara yang dibuat oleh Zen. Seuntai senyum ter-ulas di bibirnya yang manis. Mungkinkah ini cinta? Atau kebahagiaan semata karena mengikuti alur cerita buatan manusia?
***
Marine sampai di depan pintu apartemennya tepat pukul 10.00 malam. Ia menekan sandi kamarnya dan sudah memegang handle pintu.
"Baru pulang? " Suara Dave membuat Marine berpaling ke sumber suara.
"Eh, iya" Marine yang hendak membuka pintu pun urung dan menghampiri Dave.
"Kamu juga baru pulang? " tanya Marine kemudian
"Aku sudah dari tadi. Aku juga mengetuk pintu rumahmu beberapa kali, tapi nggak ada jawaban" Dave terlihat gelisah
"Oh, itu. Aku makan malam diapartemen Zen bersama orangtuanya. Jadi aku baru pulang"
"Mau jalan-jalan sebentar? " Ajak Dave
"Oh, boleh" Marine menyusul langkah Dave.
Marine dan Dave berjalan-jalan disekitar taman yang ada dibawah apartemen mereka. Bangunan apartemen itu dibentuk membulat, dan ditengahnya terdapat taman serta 1 kolam renang besar. Mereka berjalan-jalan disekitar taman kemudian berpindah ke sisi kolam renang.
"Baru jam 10 malam kenapa sepi sekali taman ini ya? " Marine celingukan tidak menemukan seorang pun selain mereka berdua
"Apa kamu benar-benar berpacaran dengan Zen? " Bukannya menanggapi kata-kata Marine, Dave justru punya pertanyaan lain.
Dave kembali menanyakan hal yang sama saat mereka berada di rumah sakit tadi pagi.
"Kenapa kamu penasaran sekali? Pacaran atau nggak itu kan nggak penting" sergah Marine
"Menurutmu begitu? " Tanya Dave lagi.
Dave kemudian duduk ditepi kolam renang, lalu melepas alas kakinya dan merendam kedua kakinya ke dalam kolam renang. Marine pun mengikuti apa yang dilakukan Dave kemudian duduk disampingnya.
"Apa artinya aku bagimu, Marine? "
DEG
DEG
Marine melirik kearah Dave dengan tatapan bingung "Apa maksudmu, Dave? "
"Sudah 3 tahun aku menemanimu, rasanya sangat sesak saat mendengar bahwa Zen adalah kekasihmu" Dave menatap Marine dengan tatapan penuh harap.
Dave berharap Marine tidak berpacaran dengan Zen. Dave sudah lama menyukai Marine. Bisa dibilang disaat hari pertama Marine menginjakkan kakinya di apartemen ini.
Mereka sering berpapasan dan naik lift bersama ketika hendak berangkat dan pulang kerja. Kebiasaan dan kebetulan inilah yang membuat mereka dekat. Belum lagi saat Marine harus melakukan tes lab untuk teknologi medis buatannya yang mengharuskannya pergi ke rumah sakit dimana Dave bekerja.
Selain di apartemen akhirnya Dave dan Marine pun sering bertemu ditempat kerja. Dave salah satu staff dokter kepercayaan direktur. Sehingga banyak hal yang dipercayakan oleh direktur padanya.
Secara kebetulan juga, Dave adalah dokter pribadi dari Ibunya Zen, Meilan Chien. Dave merasa kebetulan saat ini tidak memihak padanya, karena adanya Zen diantara mereka.
Marine masih terdiam dan belum menanggapi perkataan Dave. Ia tau apa maksud dari kata-kata Dave tadi. Marine juga tau selama ini Dave menyukainya. Namun enggan membahasnya.
Marine mengatupkan kedua bibirnya dan menarik nafasnya "Tapi, Dave. Aku sudah menganggapmu sebagai kakakku"
DEG
DEG
Dave tersenyum pilu mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Marine barusan.
"Kamu hanya belum menyadarinya, Marine. Aku akan berusaha dan menunggumu berlari ke pelukanku" Jawab Dave dengan tatapan lurus ke depan.
"Tapi, Dave.... "
Ddrrtt..
Ddrrtt..
Ponsel Marine bergetar, Marine mengambil benda pipih itu dari tas kecilnya. Terlihat nama 'Zen' dilayar. Dave tidak sengaja melihatnya, kemudian memalingkan wajahnya kearah berlawanan.
"Maaf, aku harus mengangkatnya Dave" Izin Marine
Marine kemudian berdiri dan menjauh sedikit dari Dave. Ia duduk dikursi dekat kolam renang, sedangkan Dave masih ditempat semula dengan memainkan kakinya didalam air.
"Iya, Zen"
"Apa?"
"Iya. Baiklah"
"Selamat tidur. Aku mencintaimu"
Marine menutup teleponnya dan melihat kearah David.
"Dave pasti mendengarnya" Gumam Marine
Marine kembali mendekat dan duduk disamping Dave seperti tadi.
"Sekarang aku yakin. Kamu dan Zen memang berpacaran" lagi-lagi, Dave tertawa pilu.
Marine terdiam "Maaf Dave. Aku belum bisa menceritakannya padamu" Gumam Marine.
Marine tidak mungkin memberi tahu David soal surat perjanjian pribadi yang ia buat dengan Zen. Dia juga tidak mungkin menceritakan soal hubungan palsu yang mendadak dibuat ini padanya. Zen bisa membatalkan semua investasinya jika ia dikecewakan seperti ini. Toh, ini hanya sementara. Jadi Marine akan merahasiakannya.
Dave berdiri dari tempat duduknya "Sudah malam. Sebaiknya kita masuk. Maaf mengganggumu. Aku harap kamu masih memberiku kesempatan untuk mendapatkan hatimu"
Marine nampak bingung "Eh, iya Dave. Masuk lah dulu. Aku masih ingin disini"
Dave pun melenggang meninggalkan Marine sendirian ditepi kolam renang.
Setelah melihat Dave menjauh, ia kemudian mengeluarkan kembali benda pipih yang ada didalam tasnya.
Ia kemudian mencari panggilan masuk. Terlihat nama Zen yang ada dibagian teratas panggilan masuk. Kemudian ia menelponnya kembali.
"Halo!!!! Bisa nggak sandiwaranya nggak sampai telpon?!!!! " Bentak Marine begitu mendengar teleponnya dijawab oleh Zen.
"Kenapa? " Jawab Zen santai diseberang telepon
"Pokoknya sandiwara ini harus cepat selesai!!! Aku nggak mau jadi boneka terus!!!! Aaahhhhkkkk!!! " Marine kesal dan histeris.
Tanpa aba-aba Marine menutup teleponnya dan menghentak-hentakkan kakinya di air.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments