"Cium!!!! " Marine membelalakkan matanya
Zen mendekatkan wajahnya sementara Marine terus menjauhkan wajahnya sampai ia hampir terjatuh dari tempat duduknya.
Happp
Marine yang hampir terjatuh ditangkap oleh Zen dengan satu tangannya menahan punggung Marine.
Deg
Deg
Zen berhasil mendekatkan wajahnya. Marine yang tidak bisa bergerak bak terbius oleh ketampanan dan wangi maskulin dari Zen. Ia pun memejamkan matanya dan....
"Heemmmm... Aroma tubuhmu wangi" Zen membisikkannya ditelinga Marine, kemudian Zen menghirup bagian leher Marine
Zen yang melihat Marine terpejam dengan wajah sedikit takut, ia pun tersenyum jahil dan hanya menatapnya. Setelah menyadari tidak terjadi apa-apa Marine pun membuka matanya. Kini sepasang mata mereka saling bertemu dalam jarak yang sangat dekat.
"Kenapa? Kamu benar-benar menunggu aku menciummu? " tanya Zen masih dengan posisinya
"Apa? " Marine menjadi salah tingkah dan melepaskan tangan Zen
"Aku sudah mencium aroma tubuhmu, wangi sekali" tukas Zen kemudian memakan sandwich nya
Marine terdiam "Jadi maksudnya 'mencium' tadi itu seperti ini? bukankah ini namanya menghirup?" Batin Marine sedikit tertawa
Tawa kecil Marine tertangkap oleh mata Zen "Aku bukannya tidak bisa berciuman. Aku mencoba menahan diri. Sejak tadi malam aku kesulitan tidur karena ada kamu dirumahku dan sekarang pun aku masih kesulitan karena ada kamu di meja makan ini" timpal Zen membuat Marine tertegun
"Terimakasih.. Sudah mau menahan diri dan manghargaiku" ucap Marine dengan senyuman
"Jangan tersenyum!" Zen tiba-tiba meninggikan suaranya dan mengehentikan aktifitasnya yang sedang makan, membuat Marine kaget dan membulatkan bibirnya
"Ke.. Kenapa?" Marine tidak mengerti, semua yang ia lakukan sepertinya salah lagi
"Aku sedang menahan diri, Marine. Kamu terlalu menggoda bagiku" Zen mengusap wajahnya kasar
Marine tau, sebagai laki-laki dewasa yang usianya sudah 30 tahun ini, Zen pasti kesulitan menahan diri karena ada seorang perempuan menginap dirumahnya. Apalagi dirumah ini hanya ada mereka berdua. Marine mulai memindai pakaiannya, sebenarnya pakaiannya cukup tertutup namun Zen terlihat gelisah dan gusar setiap melihatnya.
Marine akhirnya tersenyum kembali dan menatap Zen dengan tatapan teduh. Marine berdiri dari tempat duduknya dan menarik tangan Zen untuk berdiri. Zen pun menurut dan berdiri.
Marine kemudian memeluk Zen
Deg
Deg
"Apa yang kamu lakukan, Marine" Mata Zen membola dan jantungnya berdetak lebih kencang dari sebelumnya
"Mengendalikan dirimu" Ucap Marine seraya tertawa kecil
Kemudian Marine mengusap bagian belakang kepala Zen
"Me... Mengendalikan? " Zen tergagap dengan sentuhan Marine
"Iya. Dulu almarhum ayahku pernah bilang 'kalau kamu sedang gelisah peluklah sesroang, maka kamu akan lebih tenang' jadi aku mencoba menenangkanmu"
"Cobalah rileks dan jangan menganggapku menggodamu" tambahnya lagi
Tangan Marine berpindah ke bagian punggung Zen "Kalau merasa kesepian kenapa tinggal sendiri? Kenapa tidak tinggal beerrsama oranngtuamu?"
Setelah mengetahui Zen adalah salah satu investornya, ia pun mencari tau latar belakang keluarga dan tempat tinggalnya. Semua biodata dan informasi tentang Zen sudah Marine kumpulkan untuk lebih mengenalinya, takut kalau kejadian di restoran waktu itu terulang kembali karena minimnya informasi yang ia punya.
Zen yang sedkit bingung dengan perkataan Marine pun menanyakan sesuatu "Kamu mencari tau tentang aku?"
Marine melepaskan pelukannya "Hem.. Sedikit" kemudian ia tersenyum lagi, memperlihatkan lesung pipit yang timbul tenggelam sedari tadi.
"Kamu sudah membaik? Aku pulang ya. Ini hari Minggu harusnya aku libur kan? " Marine kemudian mengambil tas dan paper bag miliknya seraya berjalan menuju pintu keluar.
Zen masih terdiam di tempatnya. Ada rasa yang begitu sepi di dalam hatinya dan sangat meenyakitkan ketika melihat punggung Marine semakin menjauh. Mata Zen tiba-tiba berkabut dan tubuhnya mendadak lemah. Seperti de javu ia melihat punggung itu berlalu dan menghilang.
Brruuukk
Praaankk
Zen ambruk dan menyenggol meja makan, alas meja makan ter-tarik oleh bahu Zen yang jatuh sehingga piring dan gelas yang ada diatasnya pun ikut terjatuh ke lantai.
Langkah Marine terhenti dan ia membalikkan tubuhnya dan berlari kearah Zen.
"Zen!!!" Marine menjatuhnya tas dan paper bag di tangannya kemudian membuang pecahan-pecahan gelas yang berserakan disekitar tubuh Zen.
"Zen.!!! Bangunlah!!! Kamu kenapa? " Marine panik karena Zen tidak sadarkan diri
Marine tidak tau harus bagaimana, karena ia baru seminggu mengenal Zen jadi ia tidak tau nomor telfon orangtuanya, kerabat ataupun sahabatnya.
Akhirnya dengan tenaga seadanya Marine berusaha memapah Zen ke sofa ruang tamu yang tidak jauh dari meja makan. Setengah menyeret dan sedikit membanting ia merebahkan tubuh Zen yang pingsan.
"Huh... Huh... Hari Minggu macam apa ini?? " Marine mengeluh dengan nafas terengah-engah
Marine kembali masuk ke kamar Zen untuk mencari balsem atau minyak penghangat yang bisa membantunya untuk siuman.
"Ini apa ya?" Marine mengangkat satu persatu botol diatas meja dikamar Zen " Kenapa tidak ada minyak gosok atau minyak penghangat tubuh sih! " celoteh Marine seraya mencari barang yang ia maksud.
"Tentu saja tidak ada ya. Dia bukan pemuda jompo sepertinya. Badannya atletis, gaya hidup sehat dan tidak merokok. Mana ada barang seperti itu dirumahnya" Marine masih saja berceloteh sendiri
Marine kembali ke ruang tamu dan melihat keadaan Zen. Kemudian ia membuka tas nya dan mencari apakah ada minyak yang tidak sengaja ia bawa dari rumah.
"Wah, ada minyak kayu putih ternyata. Astaga aku jompo sekali, bahkan aku bawa kemana-mana" Marine tersenyum geli karena ternyata minyak yang biasa ia tinggalkan dirumah justru ia bawa hari ini tanpa ia sadari.
Marine kemudian menggosok kaki Zen dengan tangannya yang dibaluri minyak kayu putih. Lalu ia berpindah ke bagian leher dan hidung Zen. Sedikit menepuk-nepuk pipinya untuk membangunkannya, namun tak kunjung bangun juga. Ia kemudian menempelkan telinganya ke dada Zen.
"Masih berdetak" ungkapnya setelah mengecek
"Ah, sebaiknya aku menelfon David"
David adalah teman sekaligus tetangganya. Dia adalah seorang dokter spesialis jantung disebuah rumah sakit terbesar dikota itu.
Tut..
Tut..
"Hallo, dave. Aku butuh bantuanmu. Temanku pingsan dan nggak ada siapa-siapa dirumah ini kecuali aku dan dia. Aku udah menggosok kakinya, hidungnya dan kepalanya tapi dia nggak bangun juga. Aku harus gimana?" Marine panik dan tidak berhenti bicara
"Nafas buatan" Jawab David diujung telfon
"Apa!!! Nafas buatan?" Marine membulatkan mata
"Sudah dulu ya, aku ada operasi" balasnya terburu-buru dan sambungan telfon pun dimatikan.
Marine menepuk dahinya dan memijat pelipisnya kemudian ia melihat kearah Zen "Dari tadi arahnya kesana. Sudah pingsan pun solusinya tetap kesana? " Marine. Menunjuk bibir Zen dan menepuk dahinya lagi.
"Kenapa setelah bertemu denganmu aku susah lepas dan pergi menjauh Zen. Ini baru satu minggu tapi rasanya sudah sebulan aku bersamamu. Tuhaaannnn!!! " monolog Marine masih ditempat yang sama
Marine kemudian duduk dilantai, menghadap wajah Zen yang terbaring.
"Benar-benar nafas buatan solusinya? " Marine masih ragu untuk melakukannya
Akhirnya ia mulai memencet hidung Zen dan membuka mulutnya perlahan. Lalu Marine mendekatkan bibirnya ke mulut Zen yang terbuka dengan posisi yang sama.
Marine mulai menghitung dalam hati "Satu...." berjarak 5cm
"Dua.... " berjarak 3cm
"Tiga.... "
Cuuupppp
Marine membelalakkan matanya ketika ada yang ******* bibirnya habis. Ia reflek melepas tangan yang memegang hidung Zen kemudian Zen memindahkan tangan Marine ke bahunya.
Mata Marine mengerjap ketika ******* kedua itu terus membiusnya dan membuatnya memejamkan mata menikmati kenikmatan itu.
"Sadar Marine.. Sadar. Bukan seperti ini. " batin Marine terus berteriak namun raganya enggan melepaskan "ini ciuman namanya, bukan nafas buatan" Marine hanya bisa bicara dalam hatinya
Zen meneruskan aktifitasnya dan semakin memperdalam ******* itu, tangan Zen mulai memegang tengkuk leher Marine yang membuat Marine semakin pasrah. Setelah melahap habis bibir Marine dan merasa puas. Zen melepaskan tangannya perlahan dan mengakhiri ciumannya.
Marine yang masih memejamkan mata dan mengatur nafasnya kemudian membuang muka dan langsung berdiri.
"Kamu pura-pura pingsan dan menjebakku begini"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments