Superhero

Marine masih memperhatikan setiap gerak gerik yang balita itu lakukan di balkon sembari memberi peringatan kepadanya untuk tidak menaiki pagar pembatas balkon.

"Anak manis, anak cantik jangan naik yah duduk aja disitu sambil tunggu mama oke?" Marine membujuk sembari mengacungkan kedua jempolnya kearah sang balita.

Melihat sang balita duduk tenang sesuai arahan Marine ia kemudian berlari kedalam apartemen dan mencari Zen.

"Zen dimana kamu? Zen?" Marine mencari kearah ruang tamu namun kemudian Zen justru muncul dari arah kamarnya.

"Kamu manggil namaku? apa aku salah denger ya?" wajah Zen nampak berseri-seri.

"Kamu dari kamar? aku kok ga liat kamu dikamar ya?" Bukannya menjawab Marine justru balik bertanya.

"Dikamarku ada Walk in Closet Marine tepat diseberang kamar mandi" Zen geleng-geleng kepala "apa kamu mau lihat?"

"oh nggak! makasih" Marine nampak malu  "Zen, bisakah kita main kerumah tetanggamu? sekarang?"

"What? ngapain?" Zen mengernyitkan dahi.

"Zen dibalkon ada anak balita sedang bermain sendirian dia akan jatuh Zen kalau tidak segera diambil dari sana"

"Nggak mungkin Marine, anak itu memang sering duduk disana bersama kakaknya dan terkadang ibunya juga ada disana bersamanya. Ibunya menjaga mereka dengan baik"

Tanpa aba-aba Marine menarik tangan Zen dan membawanya ke balkon.

"Lihat itu Zen" Marine menunjuk kearah balkon tetangganya

"Astaga dia sudah naik" Marine bergegas menaiki pembatas balkon dan hendak menyebrang kearah balkon tetangganya melihat sang balita sudah bergelantungan disisi luar pagar balkon dengan asyiknya.

"Marine apa yang mau kamu lakukan!!!" Zen menarik lengan Marine untuk mencegahnya namun ditepis oleh Marine begitu saja.

Marine kemudian mencoba menyebrang ke balkon tetangganya dengan menempelkan dirinya ke dinding dan berpegangan pada jendela. Jaraknya yang hanya 2 meter membuat Marine cepat sampai kesana dan segera memegang tangan anak itu kemudian menariknya dalam dekapannya. Melihat itu Zen hanya diam mematung dan hampir tidak percaya karena ia bisa melihat spider woman secara live didepan matanya. Kemudian dengan cepat Zen berlari keluar apartemennya dan menekan bel rumah milik tetangganya itu berkali-kali.

Tiing...

Tiing...

"Oh, Zen ada apa ya?"

"kak Yuri anak balita kakak hampir jatuh dari balkon!!" Zen menjawab dengan nafas terengah-engah karena berlari.

Tanpa permisi Yuri berlari menuju balkon dengan panik kemudian melihat sang anak dalam gendongan seseorang yang entah datang dari mana membuat ia bingung.

"Kamu siapa?" Yuri bertanya sembari meminta anaknya dikembalikan.

"Sa-saya teman Zen kak. Saya tadi lihat anak kakak sudah bergelayut di pembatas balkon jadi saya nggak tau harus ngapain. Saya reflek merayap ke jendela dan menyebrang dari balkon Zen kesini" Cengiran Marine berubah canggung karena takut pemilik rumah akan marah karena ia datang dengan tidak sopan.

Spontan setelah Marine menceritakan itu, Yuri menangis histeris sambil mendekap putri kecilnya.

"Mama..!! mama kenapa?" Seorang anak perempuan berumur 6 tahun berlari dari arah toilet kemudian menghampiri sang mama dan memeluknya.

"Kamu dari toilet? berapa lama kamu di toilet? kenapa tidak membawa adik masuk dan mengunci pintu balkon? adikmu hampir ...!" Sang ibu menangis lagi dan memeluk balitanya erat.

Sang kakak balita ikut menangis dan memegang tangan adiknya yang masih dalam gendongan ibunya.

"Maaf ma, tadi perutku sakit banget dan ga tahan jadi aku panik takut buang air dicelana jadi aku berlari ke toilet" Si kakak mulai terisak

"aku kira akan sebentar ternyata agak lama. Maaf ma... maaf" makin terisak merasa bersalah.

Marine kemudian menggeser posisinya mendekat kearah Zen.

"Terimakasih nona...." Yuri menatap kepada Zen.

"Marine.. namanya Marine kak" tunjuk Zen pada gadis disebelahnya sembari memegang bahu Marine yang membuat Marine justru melotot ke arah Zen. Benar-benar memanfaatkan situasi dengan baik!

"Terimakasih nona Marine, maaf merepotkan kamu. Tapi tadi itu sangat berbahaya. Kenapa kamu melakukan hal sebahaya itu padahal kamu pun bisa aja jatuh" Yuri tidak habis pikir refleks seorang Marine bisa sampai merayap ke tembok.

"Karena saya yakin tidak akan jatuh, jadi saya lakukan itu kak" Cengiran yang masih canggung dan dibuat-buat karena ia sendiri tidak paham kenapa seberani itu cuma karena ia yakin dan tau kalau ia tidak akan jatuh.

Sedetik kemudian saat Yuri memalingkan wajahnya ke anak-anak mereka Marine menurunkan tangan Zen. Kini tangan Zen bukannya terlepas justru gerayangan dipinggang dan makin turun kebawah pinggang. Stop! Tangan Marine menghentikan  tangan kurang ajar itu.

"Saya sedang memasak didapur, saya kira mereka baik-baik saja didalam karena sudah biasa mereka main berdua dengan tenang dan tidak membahayakan" UjarYuri masih terisak

"Ini salah saya dan kelalaian saya karena kurang memperhatikan mereka. Saya akan lebih memperhatikan mereka kali ini dan mengajak mereka bermain dekat dengan saya" Yuri tampak menyesal.

"Iya kak, itu sepertinya lebih baik dan lebih aman untuk mereka karena mereka masih belum mengerti bahaya" Timpal Zen

"Ah.. kalau begitu kami mohon pamit ya kak" ppMarine sudah tidak tahan dengan kelakuan Zen.

"Oh iya baiklah, saya tau kalian pasti mau berkencan kan. Ini hari libur kerja" Yuri memicing melihat pakaian Marine dan kemudian tersenyum "Kalian pasti melewatkan malam yang melelahkan tadi malam ya"

"Nggak!!?" "iya!!!" Ucap Marine dan Zen bersamaan dengan jawaban yang berbeda. Marine melotot lagi.

"Tadi malam dia membuat saya kewalahan kak, sampai saya kelelahan begini dan tidak bisa tidur nyenyak karena ada yang harus dilanjutkan" Sahut Zen tanpa dosa.

"Nggak kak, bukan seperti yang kakak pikir. Saya cuma mampir dan ketiduran..."

"Ah sudahlah, saya paham. Kalian kan pasangan dewasa jadi tidak perlu malu. Ya sudah lanjutkan apa yang semalam belum selesai"

Zen dan Marine berpamitan pada Yuri dan anak-anak mereka. Yuri seorang ibu rumah tangga biasa yang mengurus anaknya seorang diri di rumah karena suaminya yang bekerja diluar kota membuat mereka jarang bertemu dan sering meminta bantuan Zen ketika Yuri ada kesulitan.

Marine berlari terlebih dahulu karena pakaiannya yang minim membuatnya malu kalau dilihat orang. Zen mengekori dengan cepat dan kemudian sampai dipintu apartemen lebih dulu menekan sandi kamarnya. Lagi-lagi Marine berlari mendahului Zen dan ia menarik tangannya.

"Mau kemana?"

"Mandi"

"ikut"

"nggak boleh" Marine menepis tangan Zen dan dengan cepat ia berjalan menuju kamar mandi. Ditahan lagi.

"Kamu kenapa sih? kamu emang biasa ya kurang ajar begini?" Marine mulai emosi karena sejak tadi Zen terus menyentuhnya tanpa permisi seolah mereka sudah lama kenal.

"Nggak juga sih, baru kali ini aku bawa perempuan masuk kesini selain ibuku" Zen berlagak biasa saja.

"Ibu Sihan tadi kembali lagi kesini membawakan baju buat kamu" Zen mengambil paper bag diatas meja makan dan memberikannya pada Marine.

"isinya lengkap, gantilah pakaian kamu dengan ini"

"Lengkap? maksudnya?"

"Harus disebutkan ya? emmmm.. baiklah" Zen membuka paper bag itu dan mengangkat isinya satu persatu.

"Ini dress casual bisa dipakai untuk harian"

Zen mengeluarkannya dan menaruhnya diatas meja.

"Ini celana pendek dan kemejanya, sepertinya cocok buat hari yang bebas ini"

"ini ****** *****... waaawww" Zen melotot dengan pilihan bu Sihan karena ****** ***** itu sangat seksi bermotif brukat berwarna hitam.

Marine mulai melotot dan mengambil ****** ***** itu kemudian memasukannya lagi ke paper bag dengan pakaiannya yang lain.

"Eh.. masih ada satu lagi itu"

"nggak usah disebutin aku udah tau"

"tadi nanya apa aja isinya. Aku belum keluarin semuanya!" Zen mulai jahil.

"Aku belum tau makanya aku mau lihat dulu" memaksa mengambil paper bag itu.

"jangan Zen!" Marine kembali menariknya dan paper bag itu robek. Isinya berhamburan ke lantai

"Awwwww... Warna hitam juga" Zen memicing kearah yang sejak tadi membuatnya penasaran dan mengambilnya.

"nomor 38" Zen manggut-manggut. Marine yang sibuk memungut pakaiannya yang lain kemudian mengambil benda ditangan Zen.

"dasar sinting!!'' Marine mulai kesal dan membawa semua pakaian itu masuk ke dalam kamar mandi.

"Semoga ibu Sihan tidak salah dengan nomornya" Zen mulai tersenyum geli.

Selesai mandi dan berpakaian lengkap Marine membereskan pakaiannya yang kotor dan memasukkannya ke paper bag lain yang sudah disiapkan Zen.

Marine menghampiri Zen yang sedang membaca koran dikursi santainya bersama dengan secangkir kopi panas.

"Aku sudah selesai, bolehkah aku pulang?" Marine berdiri 2 meter didepan Zen yang wajahnya masih tertutup koran.

Mendengar perkataan Marine barusan membuat Zen mengangkat alis.

"Pulang? eemmmm" Belegak berpikir keras dengan memegang kepalanya dengan satu telunjuk.

"nggak boleh!" senyuman joker.

Marine menghembuskan nafas kasar dan mulai lemas dan malas kemudian ia justru duduk dikursi yang ada diseberang Zen.

"capek" Marine membeo.

"sini aku pijitin" Zen berdiri dari duduknya.

Marine mulai memasang kuda-kuda dan berdiri juga dari kursinya.

"Nggak usah aneh-aneh ya. Nggak mau dipijitin juga. Aku capek dan bosan. yah.. bosan" Marine memberi jawaban reflek.

"Oh begitu. baiklah ayo kita sarapan dan kemudian menghilangkan kebosanan. Bu Sihan sudah menyiapkan sarapan buat kita" Zen menarik tangan Marine yang bebas karena tangan lainnya memegang paper bag dan tas kecil di bahunya.

Zen menarik kursi di meja makan mempersilahkan duduk pada Marine kemudian menaruh tas dan paper bag nya di meja yang lain. Zen kemudian duduk disebelahnya dan mulai mempersiapkan sarapan mereka.

"Kamu terlihat menggemaskan memakai celana pendek dan baju itu" pikiran Zen mulai menjelajah. Melihat Marine memakai celana katun hitam diatas lutut yang dihiasi kancing variasi disetiap sisinnya dipadu dengan kemeja berwarna putih polos yang ia masukkan rapi kedalam.

"Serba salah ya kalau deket kamu. Aku pilih baju ini karena kalau pakai dress nanti pikiran kamu menjelajah rok. Pakai pakaian ini pun kamu pasti tetep kemana-mana pikirannya kan?"Marine mencoba membaca pikiran Zen dan mulai menyuap sandwich nya.

Tawa renyah justru keluar dari mulut Zen dan mulai tersedak.

"uhuk ...uhuk... uhuk"

"Minumlah" tanpa aba-aba Marine memberikan segelas air kepada Zen sembari mengelus punggung kekar miliknya.

"uhuk... makasih" Zen tersenyum setelah menelan semua air minumnya dan matanya mulai teduh melihat wajah Marine begitu dekat. Hingga Zen seperti terbius oleh wanita di depannya ini. Hidungnya mancung, berkulit putih pucat, bibir merekah berwarna pink, mata bulat dan bulu mata lentik, rambutnya lurus tergerai begitu saja tanpa riasan. Sungguh kecantikan yang alami. Zen pun mulai menatapnya lebih dekat karena terpikat oleh aroma parfum yang manis milik Marine.

"Bolehkah aku menciummu, Marine? "

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!