Selama liburan kurang lebih satu minggu Amara lewati hanya untuk bersama keluarga, tanpa adanya kegiatan. Hingga waktu cepat bergulir dihari esok dirinya sudah akan kembali ke Aussie.
"Ish, kenapa kamu kembali begitu cepat, Mama belum hilang kangennya." Arabella duduk sambil menatap Amara yang mengemas barangnya. Kali ini Arabella hanya diam tanpa mau membantu.
Amara tersenyum sambil memasukkan barang kebutuhannya kedalam koper.
"Mama bisa datang berkunjung, lagian ayah masih sering melakukan perjalanan bisnis."
Karena setahun terakhir Maher memang sering berkunjung bersama mamanya, sudah dua kali mereka mengunjunginya di Aussie, jadi apa masalahnya.
"Tapi tetap saja waktunya cuma sebentar." Katanya lagi.
"Tiga tahun lagi Mah, Ara akan tinggal di Indonesia." Hiburnya.
Arabella membuang napas, "Ini kamu masih kuliah kak, bagaimana kalau nanti kamu menikah dan tinggal jauh dari Mama." Arabella menatap putrinya dengan sendu.
Biar bagaimanapun Amara adalah anak gadisnya yang pasti akan menikah dan ikut suaminya, rasanya kok Arabella juga tidak rela, sejak kecil Amara memilih tinggal bersama kedua orang tuanya, dan sudah besar justru memilih sekolah jauh. Waktunya semakin sedikit untuk bersama.
"Ara belum berpikir kesana Mah, masih mau fokus kuliah."
"Jodoh tidak ada yang tahu kapan datang, kalau sudah dikehendaki kamu tidak bisa menolak."
"Lagian Ara tidak dekat dengan siapapun Mah, mana ada jodoh datang tanpa permisi?"
Ehh ngeyel nih anak dibilangin.
Arabella hanya bergumam dalam hati.
Hingga obrolan mereka terhenti saat ada yang mengetuk pintu kamar Amara.
"Ada apa bik?" tanya Arabella yang membuka pintu.
"Itu Bu, Non Amara ada yang mencari." Ucap si bibik.
"Ara, ada tamu."
"Siapa Mah?" Amara menjalan mendekati Mamanya.
"Itu non, Den Akmal."
*
*
Disebuah pusat permainan dimalam hari, wahana permainan yang begitu ramai dengan lampu kelap-kelip yang membuat suasana tampak ramai.
Amara duduk disebuah bangku panjang sambil memakan kembang gula di tangannya, dengan tatapan lurus kedepan.
Sudah sekitar sepuluh menit keduanya duduk tanpa ada yang bicara.
"Kamu masih suka jajanan seperti itu? padahal itu terlalu manis bisa membuat gigimu ngilu." Ucap Akmal yang merasakan ngilu sendiri saat melihat Amara memakan jajanan manis itu.
"Itu karena om nggak suka manis." Katanya dengan santai.
Akmal mengangguk dan menyesap minuman dingin ditanganya.
"Amara, maaf untuk kejadian tempo hari." Sudah sejak kemarin Akmal ingin mengatakan ini, tapi belum mendapatkan waktu yang tepat untuk mereka berbicara.
"It's not okay, aku gak papa." Amara menerbitkan senyum tipis.
Entah kenapa justru membuat Akmal merasa ada sesuatu yang tidak enak di hatinya.
"Satu tahun banyak membawa perubahan untuk mu," Katanya sambil terkekeh. "Tidak ada Amara yang suka merengek minta di belikan eskrim, tidak ada Amara yang merengek minta di temani nonton, kenapa aku jadi rindu kamu disaat seperti itu."
Amara masih diam dengan mulut mengunyah, ia tidak tahu harus menjawab apa.
"Bagaimana selama kamu di Aussie?" Akmal mengalihkan obrolannya tadi kerena melihat Amara yang hanya diam.
"Baik," Jawabnya singkat.
"Pasti Jonas suka ajakin kamu jalan." Akmal ingat saat beberapa kali melakukan panggilan dengan Jonas ia melihat jika Jonas berada di kediaman Amara. Terkadang ia juga sempat melihat Amara yang mungkin tidak sengaja ke shot oleh Jonas.
Amara menggeleng, "Ngak, Om Jonas ngak bolehin aku banyak main, harus belajar biar lulus dengan cepat." Jawabnya jujur.
Jonas hanya mengajak keluar satu minggu sekali itupun ia harus memastikan tidak akan jadwal kampus, kalau ada Jonas justru memilih untuk menemaninya dirumah.
Dan mungkin dari sanalah kebersamaan yang tidak di sangka justru membuat Amara merasa terbiasa dan melupakan hal yang selama bertahun-tahun ia pendam.
"Kenapa dia tidak ada kabar."
Amara melihat ponselnya, pesan yang ia kirim dua hari lalu masih centang satu.
*
*
Setelah menghabiskan waktu di taman bermain, kini keduanya memutuskan untuk pulang karena sudah malam, mengingat tinggal bersama kedua orang tuanya Amara tahu jika ayahnya masih begitu posesif, sejak tadi ponselnya berdering siapa lagi jika bukan ayahnya
"Bagaimana kabar Tante Astrid, aku dengar kalian sudah punya baby." Amara bicara lebih dulu, ia ingat ucapan Jonas yang belum sempat ia ketahui kebenarannya, dan sekarang ia baru saja ingat.
"Baik, ya Astrid punya seorang putri Cantik namanya Kayla." Katanya sambil mengulas senyum.
Amara bisa melihat senyum Akmal yang terlihat bahagia.
"Jika dia bahagia seperti itu, mana mungkin kalau-"
"Tapi kami sudah berpisah sejak Kayla lahir."
Deg
"Berpisah, setelah Kayla lahir." Gumam Amara.
Akmal mengangguk, "Ya, ternyata Astrid hamil dan-"
Setelah kejadian malam itu Akmal memang menjaga jarak dan tidak pernah menggauli istrinya, Akmal takut jika ternyata Astrid hamil, dan ternyata benar Astrid hamil di usia pernikahan berjalan dua bulan, wanita itu hamil dengan pria yang sudah bersamanya sejak awal, dan itu bukan Akmal.
"Pria itu ternyata punya seorang istri, dia tidak mau bertanggung jawab, karena ia hanya ingin memanfaatkan Astrid." Katanya dengan suara berat.
Amara diam terpaku, jika di pikir mungkin ini takdir, tapi di sisi lain dirinya merasa biasa saja mendengar pengakuan Akmal barusan. Bukankah seharusnya dia senang jika pria yang ia cintai sendiri? Tapi-
"Aku tidak bisa merasakan apapun, justru hanya rasa kasihan."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
emak gue
mirip cerita om Arfan sama dighta
2024-12-24
0
Maliq Ebrahim
wah amara sudah berpaling sana jonas dan sangat merindukan jonas
2024-04-27
0
Susi Susiyati
wahhh,,,,amara km kngen sm bang jonas ya uhuyyyyy
skrang udh mau move on nie ,,,
2024-03-02
0