TRIASIH

...“Aku ingin lari, namun tidak ada ruang yang dapat menyembunyikanku dari masalah.”...

...-Zelia Safa Tsuraya-...

 

Pagi menjelang, mentari terbit seakan memberi harapan baru bagi setiap makhluk hidup untuk menjalani hari-harinya. Hari senin, hari yang selalu menjadi musuh mayoritas pelajar di Indonesia. Begitupun dengan Safa, sekarang gadis itu sedang melangkah dengan malas ke arah lapangan upacara. Entah kenapa akhir-akhir ini ia sering merasa lelah, kadang juga bersamaan dengan nyeri di beberapa titik kepalanya.

Upacara di mulai, ia yang dikenal sebagai siswi teladan tentunya berbaris di barisan paling depan. Teriknya cahaya matahari ditambah dengan rasa enek di tubuhnya membuat Safa tidak fokus mendengarkan amanat yang diberikan kepala  sekolah di depan sana. Pandangannya mulai memburam, nyeri kepalanya kembali datang menyerang, tubuhnya ambruk dan setelah itu kegelapan datang merenggutnya.

Para anggota PMR  mematung tanpa berniat menolong gadis itu, hal itu membuat Alva menggeram marah. Ia berlari mendekati tubuh lemah tak sadarkan diri itu, lalu menggendongnnya ke UKS. Ia khawatir gadis yang berada dalam gendongannya ini kenapa-napa. Entah apa alasannya, atau mungkin ia suka? Entahlah, ia pun tak mendapatkan jawaban itu.

Setibanya di UKS, Safa langsung ditangani oleh dokter yang bertugas di sana. Alva, laki-laki itu disuruh untuk menunggu di luar. Hal itu malah membuat ia semakin tidak tenang. Ia memang baru mengenal gadis itu, namun dilihat dari segi manapun orang juga dapat menebak gadis itu bukan gadis  yang mempunyai fisik yang lemah. Namun kenapa hari ini ia bisa tumbang? Bukankah seharusnya itu adalah masalah yang serius?

Sementara di sisi lain, Safa sudah siuman. Ia meringis memegang kepalanya yang seperti tertusuk sesuatu. “Ada yang sakit?” tanya dokter seorang dokter di samping Safa. Gadis itu mengangguk.

Dokter itu terdiam sejenak, “setelah ini saya akan mengizinkan kamu pada pihak sekolah agar bisa pulang lebih cepat. Saya harap kamu mau memeriksakan penyakitmu ke rumah sakit.” Ucapnya menatap gadis yang sedari tadi meringis itu.

Safa terdiam, dokter itu sudah pamit ke luar. Digantikan dengan seorang laki-laki dengan raut wajah khawatir. “gimana keadaan, lo?” tanyanya saat sudah berada di samping gadis itu. safa tersenyum canggung, ia yakin Alva lah yang membawa ia kemari. Karena ia tau disini hanya Alva yang sudah ia repotkan seperti ini.

 “Gua nggak papa kok. Cuma disuruh istirahat aja di rumah.” Jawab Safa berusaha untuk terlihat baik-baik saja. Alva memicing curiga, namun perkataan Safa selanjutnya langsung menariknya dari dugaan-dugaannya, “gua mau pulang,” ucapnya sembari berusaha bangkit dari brankar.

 Tingkah gadis itu membuat Alva refleks memapah gadis itu, “gua anter,” ucapnya, “nggak ada bantahan,” lanjutnya saat melihat gadis itu akan menolaknya.

Safa menghela nafas sembari menatap keluar jendela mobil. Niatnya tadi ingin langsung konsultasi ke dokter, namun Alva malah bersikeras menngantarnya terpaksa ia harus pulang terlebih dahulu. Ia tidak ingin laki-laki itu masuk terlalu dalam ikut campur dalam kehidupannya.

Mobil berhenti di depan sebuah rumah yang safa pun tidak tau ini rumah siapa, ia hanya mengada-ngada agar lelaki itu tidak sampai mengantarnya ke rumah. Itu sangat tidak aman, mengingat kejadian malam itu yang mengharuskan ia menjauhi lelaki disampingnya ini. Gadis itu segera membuka pintu mobil, ia sempat terhenti saat Alva lagi-lagi bertanya apakah ini benar rumahnya. Namun dengan tegas ia memberi jawaban yang meyakinkan dan berhasil. Kini mobil itu telah melesat perlahan menghilang dari pandangannya.

Setelah dirasa aman, Safa mencari taksi untuk pergi ke tempat tujuan awalnya, rumah sakit. Di sepanjang perjalanan ia masih memikirkan perihal laki-laki tadi. Ia bingung bagaimana ia harus menjauhi Alva tanpa membuat ia curiga. Safa cukkup tahu diri, mana mungkin ia membiarkan laki-laki yang sudah berkali-kali menolongnya itu terseret kedalam permasalahannya. Ia mengela nafas pasrah, “mengapa kau harus bertemu denganku?” sesalnya dalam hati.

...***...

 

Aku Kembali sendiri,

Membiarkan senandika berperang dalam diri ini.

Aku tergugu saat mendengar sebuah berita yang aku sendiri tak berani mengungkapnya,

Bahkan, transisi kata yang terbata-bata pun lenyap tak bersuara.

Aku terlalu sibuk mengabadikan fana merah jambu dalam memori,

Hingga aku lupa bahwa tubuhku tidak begitu tegar saat disapa angin.

Aku terlalu terobsesi pada lukisan semesta,

Hingga aku selalu kecewa saat hujan tidak berhasil mengundangnya.

Aku, sebuah jiwa rapuh yang selalu ingin terlihat Tangguh.

 

^^^-Sebelum Gelap Jatuh-^^^

 

Jemari lentiknya tak henti menari di atas sebuah kertas, ,menyatukan tinta yang kontras dengan warna kertasnya itu. membiarkan mereka bercengkrama lewat aksara. Keputusannya untuk pergi ke tempat ini nyatanya membuatnya mendapatkan kejutan, kejutan yang ia sendiri  bingung harus sedih atau bahagia. Kata-kata seorang dokter beberapa menit lalu terus berputar di kepalanya, membuat ia berharap bahwa semua ini hanyalah bunga tidur yang akan lenyap saat ia terbangun nanti.

Ia tidak mengerti bagaimana ia harus menyikapi kondisi ini, ia tidak paham harus ia apakan tubuh yang tidak lagi kuat ini. Di satu sisi ia pasrah, jika memang ketakutan dokter tadi akan  terjadi bahkan lebih cepat dari perkiraan. Namun di sisi lain ia masih ingin menunggu keajaiban perihal keluarganya. Ya, menunggu ketidak pastian. Ia terkekeh sendiri Ketika mengingat fakta itu.

Safa bangkit dari duduknya,  menyusuri lorong serba putih itu. pandangannya Kembali mengabur, perutnya juga sangat sakit, ah ia ingat sekarang bahwa ia sama sekali belum makan dari semalam. Pantas saja asam lambungnya kambuh, ia kemudian berjalan perlahan menuju kantin rumah sakit itu.

Tiba-tiba saja tubuh gadis itu terpental ke lantai, “astagfirullah, maaf-maaf. Sini gua bantu,” ucap seorang gadis berkerudung hitam yang menyenggolnya tadi. Safa memperhatikan raut khawatir gadis itu, dapat ia tebak  bahwa gadis itu benar-benar tidak sengaja. Ia tersenyum hangat, “nggak papa kok, gua aja yang nggak merhatiin jalan tadi,” sanggah Safa pada gadis itu. Gadis cantik dengan kulit kuning langsat itu menuntunnya untuk kembali berdiri.

 “Sekali lagi gua minta maaf ya, gua tadi buru-buru mau ngejar kakak gua eh malah nyenggol lo. Awas aja tu orang, nanti bakal gua porotin kalau udah ketemu,” ucapnya meminta maaf sambil menggerutu tidak lupa dengan tangan yang sudah terkepal. Safa yang mendengarnya sontak tertawa, “nggak papa kok. Sana gih, tapi lo mau ngejar kakak lo, kok malah curhat disini? Makin hilang deh tuh jejaknya.” Ledek safa kepada gadis itu.

Gadis itu langsung berpamitan meninggalkan safa sendiri dengan kekehannya. Ada-ada saja, pikir Safa.

 

 

            

      

 

 

 

 

 

 

 

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!