...“Kalau aku yang pergi, apakah kalian akan sesedih ini?”...
...-Zelia Safa Tsuraya-...
Satu persatu orang mulai meninggalkan area pemakaman, kecuali sepasang suami istri dan juga seorang gadis di seberangnya. Hari ini jenazah Clarissa diantarkan ke peristirahatan terakhirnya, panas terik tidak membuat masyarakat sekitar enggan untuk ikut mengantarnya.
“Sayang, kenapa kamu tega ninggalin mama sendirian disini? Kamu marah sama mama? Kamu nggak sayang lagi sama mama dan papa hingga kamu memilih untuk pergi dari kami?” racau Maudy yang sedari tadi tidak berhenti terisak. Tampaknya ia sangat terpukul karena kehilangan anak yang selalu ia manja.
Abbas mencoba menenangkan istrinya itu, “udah ya, ma. kita pulang yuk, biarkan Ica beristirahat dengan tenang.” Ujarnya yang dibalas anggukan dari wanita itu. Mereka bangkit dan melirik Safa sekilas, lalu pergi tanpa sepatah kata pun. Safa tersenyum hambar kemudian berjongkok di depan makam sang adik, “hi, Ca! Sorry ya kali ini gua nekat manggil lo, Ica. Gua tau lo masih benci ke gua, bahkan lo pergi dengan rasa benci yang masih menyala-nyala. Gua harus apa, Ca? Gua harus gimana? Lo tau nggak? Gua sakit, Ca. Gua selama ini nggak nginap di panti, tapi gua nginap di rumah sakit. Dokter bilang, kesempatan gua untuk sembuh hanya tinggal beberapa persen lagi. Jadi seharusnya yang ada di dalam sini gua kan, Ca?” ucapnya sembari memegang tanah merah yang kini menjadi rumah adiknya itu.
“Seharusnya gua yang tinggal disini, bukan lo. Seharusnya saat ini lo bisa Bahagia sama mama dan papa karna kepergian gua. Mama sangat terpukul, Ca. Papa juga semakin dingin semenjak tau lo memilih pergi. Segitu bencinya lo sama gua sehingga lo malah bikin gua dihantui rasa bersalah gini? Lo bikin gua sengsara dengan semua ini, Ca. kalau gua tau ini yang akan terjadi, gua lebih memilih sakit hati ngeliat handphone gua hancur daripada ngeliat lo meregang nyawa. Gua sayang lo, semoga secepatnya gua bisa ketemu lo,” lanjutnya sembari menangis.
Hujan tiba-tiba mengguyur tubuhnya, sepertinya semesta mendukung penyesalannya. Ia tersenyum sejenak, lalu berkata, “Ca, gua pamit dulu. Semoga lo tenang disana.”
Sesampainya di rumah, Safa disambut dengan sebuah koper yang di lemparkan di depan rumahnya. Ia mengernyit meminta penjelasan kepada sepasang suami istri yang memandangnya dingin. “Pergi kamu dari sini, dan jangan pernah injakkan kaki kamu di sini lagi,” ucap sang mama dingin. Safa menggeleng tak percaya, “ma, maksud mama apa?” tanyanya meminta kejelasan.
“Kamu masih nggak mengerti apa maksud saya? Saya dan suami saya tidak sudi menampung anak pembawa sial seperti kamu di rumah ini. Jadi silahkan kamu angkat kaki dari sini!” balas Maudy dengan tatapan benci.
Safa menangis memeluk kaki sang mama, “mah, maafin aku ma, tolong jangan usir aku. Aku ingin nemenin mama terus disini.” Mohonnya. Ia sungguh tidak tahu lagi bagaimana ia kedepannya menjalani hari-hari ini jika orang tuanya memilih untuk mengusirnya. Selama ini ia bertahan demi mendapatkan hati orang tuanya, namun jika ia sekarang di usir, maka impiannya hanyalah sebuah kemustahilan.
Bukannya tersentuh, Maudy malah tega menendangnya hingga terjatuh ke lantai, “mulai saat ini, saya tidak mempunyai anak kecuali Clarissa, jadi stop panggil saya mama karna kamu itu nggak pantes make panggilan itu, kamu pantes enyah dari bumi ini. Anak saya meninggal dengan cara mengenaskan karena kamu, semoga nanti kamu juga merasakan hal yang sama,” sumpahnya meninggalkan gadis itu sendirian. Ia mendapat kabar dari seseorang yang mengaku sebagai temannya Clarissa. Ia bilang bahwa Safa sengaja mendorong Clarissa ke tengah jalan karena Safa cemburu melihat Clarissa diantar oleh Alva. Sontak hal itu menambah kebencian ia dan suaminya kepada gadis itu.
Safa menangis pilu, mendekap badannya sendiri dibawah guyuran hujan. Ia menatap nanar bangunan di depannya itu, ia sempat melihat sang oma menatap sedih padanya dibalik jendela namun tak lama perawat segera membawa pergi omanya darisana. Safa bangkit mencoba menahan sakit kepala yang datang tanpa memandang situasi itu, ia mengambil kopernya dan hendak pergi darisana. Belum jadi ia melangkah, ia mendengar sang bibi memanggilnya, “non Safa!”
Safa berbalik dan tersenyum saat mendapati Titin di belakangnya, “bi, bibi kenapa keluar? Hujan loh bi, nanti bibi basah,” ujarnya seolah tak terjadi apa-apa. Tidak ada jawaban apapun yang keluar dari wanita itu, ia langsung memeluk gadis yang sudah ia anggap sebagai anaknya itu. “Non, jaga diri baik-baaik di luar sana. Maaf bibi nggak bisa bantu, non,” pesannya sembari menangis di pelukan Safa. Safa tersenyum, kemudian pamit. Ia tidak bisa berlama-lama di sana, hatinya terlalu sakit jika harus berpura-pura baik-baik saja untuk waktu yang lama.
Matahari sudah mulai menepi, digantikan oleh gelap yang mulai mehampiri. Gadis itu berjalan tanpa tujuan, ia berhenti di sebuah jembatan yang di bawahnya terdapat sungai yang mengalir deras. Jalanan sudah sepi mungkin karena hujan yang sedari tadi tidak berhenti dijatuhkan langit. “GUA BENCI TAKDIR GUA SENDIRI! KENAPA HIDUP GUA NGGAK DAPAT KEBAHAGIAAN KAYAK ORANG LAIN? GUA PENGEN BAHAGIA!” Teriak Safa meluapkan segala emosi yang selama ini ia pendam. Ia menangis pilu, hidupnya hancur. Nggak ada lagi yang bisa ia harapkan dari hidupnya.
Entah dorongan darimana, gadis itu menekat ke tengah jalan raya, “nggak ada gunanya lagi gua hidup, gua pengen istirahat.” Monolognya putus asa. Ia menutup matanya menantikan sebuah truk yang akan menghantamnya, namun bukannya terpental, ia malah merasakan tangannya ditarik seseorang ke pinggir jalan. Safa menatap tajam pria yang barusaja menyelamatkannya itu. “Maaf saya lancang menyentuhmu, tapi jika ada masalah, tolong selesaikan dengan cara yang baik,” celetuk orang itu mengalihkan pandangannya kearah lain agar tidak menatap netra hazel milik gadis itu.
Safa terkekeh sinis, “tau apa lo tentang gua? Biarin gua nentuin jalan gua sendiri,” ucap gadis itu tajam. Lelaki itu menjawab, “saya tidak tau siapa anda dan apa masalah anda, tapi saya tau jalan yang anda pilih tadi adalah jalan menuju neraka.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments