Perjalanan yang kutempuh bersama kakek lumayan cukup jauh sehingga tiba di pusat kota saat hari telah gelap. Setelah ampai di pusat kota aku bertanya kepada kakek itu. “Kek, rumah kakek sebelah mana?”
“Rumahku tidak jauh dari taman kota, Nak”, jawab kakek dengan nada lirih dan letih.
“Sebelumnya saya mohon izin kek, apakah boleh saya menggendong kakek karena sejak masuk ke pusat kota ini kakek sudah terlihat agak letih”, ujarku menawarkan bantuan.
“Ah, tidak usah! Kakeh masih bisa jalan sendiri”, sahut kakek sambil tersenyum.
Jika kulihat lagi sebenarnya tubuhnya tidak terlihat seperti orang tua seumurannya. Badannya ideal dan cukup sehat bagi orang seumurannya. Cara berjalannya pun sangat tegap dan terlihat berwibawa. Aku bisa pastikan ketika masih muda kakek ini adalah seorang olahragawan ataupun petarung handal. Namun, dengan umurnya yang tua sekarang stamina dan kekuatannya telah berkurang drastis sehingga tinggal badan yang bagus yang masih bisa terlihat.
Setelah sampai di taman, kakek langsung menuntunku ke sebuah hutan kota kecil yang tidak jauh dari taman. Sebelum itu, aku membantu kakek dengan membuat obor karena minim penerangan di dalam hutan itu. Kakek ini terus membawaku lebih dalam lagi di kegelapan hutan. Aku pun mulai waspada karena dari tadi tidak terlihat bangunan rumah penduduk satupun.
Kewaspadaanku yang curiga bahwa aku telah ditipu semakin besar setelah mengetahui bahwa kakek tidak berbicara apapun kepadaku sepanjang perjalanan di hutan ini. Belum selesai sampai situ di sepanjang jalan yang kami lewati banyak sekali hewan buas yang anehnya tidak menyerang dan mendekat. Hal ini tidaklah wajar karena mereka terkenal hewan yang sangat buas dan tertarik pada energy sihir yang ada di tubuh manusia.
Kecurigaanku mulai terjawab secara perlahan. Ketika ada seekor beruang cokelat yang mendatangi kakek secara tiba - tiba datang dari arah depan, namun si kakek tidak bergeming sedikitpun. Setelah mendekat ke arah kakek seketika beruang itu memeluknya dan menjilatinya serta menurut saat dipegang olehnya. Hal ini membuatku paham bahwa orang tua ini adalah pemilik elemen jiwa.
Para pengendali jiwa merupakan sebutan yang disematkan kepada mereka. Kekuatan unik ini identik bisa mengendalikan seluruh makhluk hidup agar jinak, menurut, dan bahkan diambil alih jiwanya. Namun, jika sang pemilik elemen ini tidak kuat mengendalikan jiwa yang telah dipilih, maka dia akan dikuasai oleh jiwa tersebut atau bahkan menjadi monster.
Oleh karena itu, pengendali jiwa sangat dibutuhkan untuk penelitian di medis sihir sehingga bisa mendapatkan data akurat dari penyakit yang dialami pasien ataupun penyebab terjadinya suatu keadaan tertentu. Selain itu, pemilik kemampuan ini dibilang cukup sedikit Karena banyak dari mereka yang menyembunyikan kekuatannya bahkan tidak memakainya sama sekali karena resiko yang besar tersebut.
Kini aku mulai paham dengan apa yang sudah terjadi selama perjalanan. Semua kejadian itu terlihat wajar bagiku sekarang hingga kami tiba di sutu tempat yang penuh dengan tanaman belukar. Aku telah bersiap untuk menghancurkannya dengan menggunakan sihir api. Namun, kemudian Kakek membisikkan sesuatu ke tanaman tersebut sehingga dia membukakan jalan. Seketika aku terkejut dan kukira aku masih belum tahu apa apa tentang kakek ini. Lalu kami berdua masuk kedalam lorong yang telah dibuat oleh tanaman belukar ini. Setibanya disana aku melihat sebuah pekarangan yang luas dan sekitarnya ditumbuhi pohon - pohon dari berbagai macam buah buahan. Kemudian kakek menuntunku ke sebuah gubuk kecil yang terdapat di bawah pohon mangga yang tinggi dan lebat.
“Ini adalah rumah kakek, Silahkan masuk!” ajak kakek kepadaku. Masih dengan rasa kagum tanpa disadari aku menerima ajakan kakek untuk masuk. Padahal kewaspadaanku harus tetap terjaga.
Lalu kakek mempersilahkanku duduk di kursi yang tersedia di samping meja yang terlihat serbaguna. Meja itu terletak di ruang tamu yang sekaligus menjadi ruang makan. Aku tanpa ragu lagi langsung duduk di kursi itu. “Kau mau minum apa Nak?” tanya kakek itu. “Tidak usah repot repot Kek, saya cuma mampir sebentar saja “, jawabku dengan halus agar tidak menyinggung perasaa kakek.
“Baiklah, akan aku buatkan teh saja”, sahut kakek yang sangat ingin memberi minuman. Tidak lama kemudian Kakek membawakan secangkir teh kepadaku.
“Maaf jika tadi selama perjalanan ada yang kurang berkesan dan nyaman, tapi hanya ini satu satunya jalan yang bisa dilewati untuk kesini”, ujar kakek sambil menyeruput teh setelahnya.
“Tidak apa, toh pada akhirnya saya yang merepotkan kakek”, jawabku dengan mengangkat dan menunjukkannya secangkir teh. Kemudian kakek pun hanya mengangguk dan tersenyum tipis. Lalu dengan santainya aku mengambl cangkir dan menyeruput teh.
“Slurrp” (bunyi teh yang diseruput). “Hmmm… ini…”, seketika aku merasakan hal yang tidak asing dengan rasa teh ini. Aku sedikit terdiam dan kembali meminumnya dan akhirnya aku tahu rasa ini.
“Ya, betul ini teh bunga Rosela”, tiba tiba kakek dapat membaca apa yang ada dipikiranku. “Aku selalu meminum ini untuk menambah stamina dan menurunkan stress yang berlebih”, jelas kakek kepadaku yang hanya bisa mengangguk saja.
Akhirnya acara minum teh telah selesai. Aku yang hendak beranjak pergi tiba tiba ditahan oleh kakek.
“Lebih baik kau tinggal dulu disini untuk malam ini. Hitung hitung ini balas budiku saat kau menyelamatkanku tadi”, pinta kakek.
“Bukannya saya tidak mau bermalam disini, tapi saya harus melanjutkan perjalanan dan mencari beberapa tanaman herbal lagi”, jawabku dengan santun. “Baiklah aku tidak akan memaksamu, tapi aku akan senang jika kau bisa bermalam disini karena sudah lama tidak ada orang yang berkunjung kesini” ujar kakek dengan gelagat agak kecewa.
“Kalau begitu untuk malam ini saja saya akan bermalam disini”, jawabku yang tidak ingin membuat kakek itu sedih walaupun aku masih curiga dan waspada terhadap semua gerak geriknya. Kemudian kakek mengantarku ke sebuah kamar yang tidak terlalu kecil dan terdapat sebuah Kasur. Kakek mempersilahkanku untuk masuk dan menaruh semua barangku disana.
Setelah itu kakek meninggalkanku sendiri. Aku bergegas merapikan barangku dan melepas jubah dan aksesoris lainnya. Lalu seluruh isi kamar aku periksa untuk memastikan tidak ada jebakan. Setelah selesai memeriksa semuanya dan merasa aman aku pun mencoba membaringkan tubuh ke atas Kasur.
Aku tidak menyangka kasur ini begitu empuk dan nyaman. Sudah lama sejak terakhir kali aku merasakan kasur senyaman ini. Suara hempusan angin yang menabrak pohon dan dedaunan terdengar syahdu. Selain itu, suara binatang yang bersautan menambah indahnya melodi nyanyian malam hari. Malam yang sunyi dan tenang ini membuat mataku merasa berat dan mengantuk. Akhirnya malam itu perlahan lahan rasa kantuk menyerang begitu berat. Tiba - tiba aku sudah tidak ingin memikirkan lagi kecurigaanku dan kewaspadaanku terhadap kakek. Akhirnya aku pun tertidur dengan pulas tanpa memikirkan apapun.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments