Di Kedai kopi
Ghazy dan kedua temannya menikmati waktu malam dengan nongkrong di sebuah kedai kopi, tapi di tempat tersebut bukan hanya ada mereka bertiga, melainkan ada juga tiga perempuan yang menemani mereka ngopi.
"Kamu kenapa, Sayang?" tanya seorang wanita cantik yang berada di samping Ghazy.
"Tidak apa," jawab Ghazy.
"Lalu kenapa sejak tadi diam saja seperti orang gelisah gitu," ujarnya.
"Gue nggak apa, Azkia sayang," balas Ghazy sambil mengelus lembut kepala Azkia.
Azkia atau biasa di panggil Kia -- wanita cantik, berkulit putih, berhidung mancung, kekasih Ghazy.
"Mungkin jatahnya kurang kali, Ki," sahut Iqbal.
"Begini-begini gue masih fresh, nggak kayak lu Bambang," balas Ghazy.
"Buah kali masih fresh," sambung Gilang.
"Kalian ini ngomong apaan sih," omel Ghazy.
"Ki, emang beneran Ghazy belum pernah sama sekali?" tanya Iqbal.
Azkia menggelengkan kepalanya.
"Sudahlah, jangan bahas begituan lagi." Ghazy menyuruh para sahabatnya berhenti membicarakan sesuatu yang tidak bermutu itu.
*
*
*
Di tempat lain
Nafisa sedang antri membeli nasi goreng langganannya. Karena malas memasak jadi Nafis pilih praktis saja tinggal makan.
"Nafisa, nasi gorengnya biasa?" tanya Pedagang nasi goreng yang sudah hapal dengan Nafisa.
"Iya, Mang," jawab Nafisa.
"Ibu, gimana kabarnya, Nak?" tanya Mang Kodir.
"Alhamdulillah sehat, Mang," jawab Nafisa.
Setelah menunggu sekitar sepuluh menit pesanan Nafisa sudah siap.
"Ini pesanannya, Nak." Mang Kodir memberikan kantong plastik pada Nafisa.
"Terima kasih ya, Mang." Nafisa menerima plastik tersebut kemudian melangkah pergi dari tempat Mang Kodir.
Tak jauh dari tempat nasi goreng Nafisa menghentikan langkahnya. 'Ayah, andai saja Ayah menunggu Nafis mungkin kejadian itu tidak akan terjadi, saat ini pasti Ayah masih bersama Nafis bercanda, tertawa bersama sambil menunggu pembeli datang. Nafis, kangen saat-saat kita bersama. Sekarang Nafis merasa sendiri karena Ibu bekerja terkadang pulang, kadang enggak,' lirih Nafisa sambil memandangi toko yang dulu pernah dia gunakan untuk berjualan. Kini toko tersebut di sewa pedangan Es teh jumbo.
Setelah puas memandangi toko tersebut Nafisa melanjutkan perjalanannya. Akan tetapi baru beberapa langkah tiba-tiba ada seseorang yang menghampirinya.
"Hai, manis." Dua orang laki-laki berbadan lumayan besar tiba-tiba datang menghadang langkah Nafisa.
"Astaghfirullah." Nafisa begitu terkejut saat melihat dua preman di depannya. "Kalian mau apa?" tanya Nafisa dengan setenang mungkin meskipun dalam hati dia takut sekali. Nafisa terus berdoa dalam hati semoga ada pertolongan Allah.
"Ayolah! kita main sebentar, cantik." Kedua preman tersebut berkata sambil mengangkat tangannya ingin memegang wajah Nafisa dengan cepat Nafisa menangkis tangan tersebut.
'Ya Allah lindungilah hambamu ini. Nafis takut," batin Nafisa. Tak henti-hentinya dia memanjatkan doa pada Sang Kuasa.
"Wah ... ternyata dia punya nyali juga. Kamu jangan berani menolak kami," ucap salah satu preman dengan tegas.
"Pergilah aku tidak ada urusan dengan kalian. Jika kalian ingin makan nih aku kasih." Nafisa ingin memberikan makanannya pada dua preman tersebut.
"Kami tidak butuh makanan mu itu, tapi kami ingin kamu," ucap preman dengan nada bicara yang sok manis. Preman tersebut semakin mendekat ke arah Nafisa.
Dua preman tersebut memegang tangan Nafisa satu sebentar kiri, satu lagi tangan kanan.
Nafis berusaha memberontak dan melepaskan tangannya dari genggaman kedua preman tersebut, tapi tenaganya kalah kuat. Nafis tidak menyerah begitu saja. Dia tetap berusaha agar bisa melepaskan tangannya dari genggaman preman itu sambil berteriak meminta tolong entah kenapa tidak biasanya jalanan sepi jadi sangat sulit mencari bantuan.
Setelah berjuang dengan sekuat tenaga akhirnya Nafisa bisa lepas dari genggaman preman tersebut. Nafisa lari sekencang-kencangnya tiba-tiba ada mobil yang melintas Nafisa segera melambaikan tangan ingin meminta bantuan.
"Woi ... tunggu! jangan kabur," teriak kedua preman tersebut sambil mengejar Nafisa.
Nafisa terus berlari hingga kini jarak antara dia dan preman semakin dekat. Nafisa berteriak meminta tolong, tapi mobil yang lewat melaju begitu saja tak menghiraukan ucapan dan lambaian tangan Nafisa.
'Ya Allah harus kemana aku mencari pertolongan, disini sepi sekali,' batin Nafisa dengan derai air mata.
Nafisa terus berjuang menyelamatkan dirinya, tapi tiba-tiba dia terjatuh karena kakinya tersandung batu. Preman tersebut tertawa bahagia karena kini dia bisa menangkap Nafisa lagi.
"Sudahlah, cantik kamu ikut saja dengan kami," ucap salah satu preman. Dia ingin menyentuh wajah Nafisa, tapi tiba-tiba preman itu di kejutkan dengan pukulan dari arah belakang. Preman itu menoleh kemudian membalas pukulan orang tersebut jadilah mereka bertiga baku hantam.
Sedangkan Nafisa duduk di pinggiran jalan menangis sesenggukan. Tak berselang lama ada seseorang yang menghampirinya.
"Kamu, baik-baik saja?" tanya orang tersebut.
Nafisa hanya mengangguk kemudian mendongakkan kepalanya melihat seseorang yang menolongnya. "Pak Ghazy," ucap Nafisa.
"Kamu, OB. Kamu ngapain malam-malam sendirian di sini?" tanya Ghazy.
"Nafis beli nasi goreng, Pak," jawab Nafisa.
"Oh, mari saya antar pulang," ucap Ghazy.
Nafisa mengangguk, menyetujui ajakan Ghazy dari pada nanti dia di kejar preman lagi.
"Rumah kamu dimana?" tanya Ghazy. Kini mereka sudah berada di dalam mobil.
"Lurus saja, Pak nanti belok ke kiri," jawab Nafisa.
Tak butuh waktu lama untuk sampai di rumah Nafisa.
"Kita berhenti di depan, Pak itu rumah saya," ucap Nafisa.
"Iya," balas Ghazy.
"Wajah, Bapak berdarah biar saya obati terlebih dahulu," ujar Nafisa sebelum keluar dari mobil.
"Tidak perlu, nanti biar saya obati sendiri." Ghazy menolak tawaran Nafisa.
"Baiklah kalau begitu. Terima kasih, Pak," ucap Nafisa kemudian keluar dari mobil.
Setelah Nafisa keluar Ghazy melanjutkan perjalanan pulang ke rumahnya.
Satu jam perjalanan kini Ghazy tiba di rumahnya.
"Au," keluh Ghazy saat memegang wajahnya yang tadi terkena pukulan. Ghazy berjalan masuk ke rumah sambil memegangi wajahnya.
"Astaga, Ghazy kamu berantem lagi," teriak Mami Elina saat melihat wajah Ghazy memar.
"Tidak, Mi," balas Ghazy.
"Kalau enggak berantem lalu kenapa itu muka bisa bonyok begitu," ucap Mami Elina.
"It __." Ghazy harus menahan ucapannya karena di sahut oleh papinya.
"Sampai kapan sih kamu seperti ini, inget sekarang kamu itu direktur jadi jagalah sikap dimana pun kamu berada," sahut Papi Faisal memberikan wejangan pada putranya.
"Ghazy tuh selalu saja salah di mata Mami dan Papi. Kalian nggak pernah mau dengar penjelasan Ghazy," ucap Ghazy lalu berjalan menuju kamar meninggalkan kedua orang tuanya.
Sesampainya di kamar Ghazy menutup pintu dengan begitu kencang sehingga membuat kedua orangtuanya semakin marah.
"Lihat tuh kelakuan anak kamu," ucap Papi Faisal.
"Anak aku anak kamu juga, Pi," balas Mami Elina.
"Namun, sikapnya berbeda jauh dariku."
Perdebatan kedua orang tua berlanjut meskipun yang di perdebatkan sudah masuk ke dalam kamar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments