...Sebaik-baik laki-laki adalah yang memperlakukan istrinya dengan baik. Dan akulah yang paling baik diantara kalian....
...-Hadits Riwayat-...
...___________...
Rafa Pov ~~~
Aku tak memaksa akan tumbuh rasa cinta di hatinya untukku dalam waktu semalam saja. Sebab aku pun pernah membangun cinta sekian tahun lamanya untuk benar-benar memantapkan hati. Meski pada ahirnya semua itu tak bersisa lagi untuk saat ini.
Malam ini adalah malam pertama kami, tetapi pada kenyataannya tidak ada malam pengantin atau pertama. Sama saja seperti malam sebelumnya, tidur sendiri.
Aku tidak ingin memaksakan kehendak pada Ishita, meski bisa saja melakukannya. Mengingat ada hak penuh atas dirinya untukku, di balik kewajiban yang tak kalah banyaknya. Mungkin aku bukan bagian dari lingkaran suami ideal, tapi yang pasti aku masih berada pada jajaran laki-laki sejati, yang janji adalah harga diri. Memperlakukannya sebagai istri, bukan pesuruh yang harus melayani segala keinginan hati.
Detik ini aku menyadari satu hal. Menikah, tak lantas membuatku menjadi suami melainkan belajar untuk menjadi sahabat. Sahabat yang mengerti, sahabat yang perduli, dan seabrek tugas sahabat yang lain. Jadi, tak ada kata seenak hati apalagi kata terserah.
Pada sisi tempat tidur, wajah yang terlihat letih itu membuatku menghela napas. Satu tugas dari Papa berhasil ku selesaikan, tapi satu tugas dari Tuhan akankah sanggup ku lakukan? Menjadi nakhoda terbaik dalam bahtera ini, yang akan membawanya pada dermaga surga.
Aku percaya jika menikah adalah ta'aruf seumur hidup. Jadi selamanya aku akan belajar menyesuaikan, termasuk menyesuaikan kepribadian.
Setelah selsai dengan segala bentuk rangkaian acara, kami berahir pada sebuah kamar besar di rumah pribadiku. Sempat ditawari menginap di hotel, tetapi ditolak mentah-mentah oleh Ishita. Tak membuatku terkejut, sebab sudah pasti dia akan berpikir macam-macam.
Sepasang manusia dewasa berlawanan jenis dalam satu kamar hotel, yakin tak akan ada yang terjadi? Meski sungguh, mungkin aku lebih tidak berminat dari dirinya. Rasa remuk di sekujur tubuh, menghilangkan segala jenis selera naluri kedewasaanku.
Jika orang lain berpikir, kami menghabiskan malam dengan berpelukan di atas tempat tidur? Mereka nol besar. Malam ini kami habiskan dengan mencari kenyamanan masing-masing. Ishita dengan gaya tidurnya yang menyamping. Aku dengan kegelisahan hati yang tak berujung.
Jangankan berlayar ke pulau mimpi, memejamkan mata saja susahnya minta ampun. Entahlah? Mungkin karena tak terbiasa mendapati mahluk asing di dalam rumah, otakku selalu mengirim sinyal waspada ke seluruh organ tubuh. Membuat mereka tak mau bekerja sama untuk mengistirahatkan diri, yang kini berahir dengan insomnia tingkat dewa.
Jika Allah rindu Dia akan memanggilmu dengan berbagai cara. Entah di gigit nyamuk atau sejenisnya, dan kini aku dihantui oleh bidadari. Cara yang cukup elegan di gunakan Allah untuk membuatku tetap terjaga hingga di sepertiga malam-Nya.
Dengkuran halus dari Ishita membuatku bergerak menghampiri. Duduk di dekatnya sembari mencari mushaf yang biasa ku taruh di atas nakas, yang entah menghilang ke mana?
Lihatlah, wajah bak bidadari ini justru membuatku gelisah setengah mati. Tak senang jadi suami wanita sekaliber Ishita. Keturunan ningrat dengan segala kesempurnaan yang di milikinya. Materi, kecantikan fisik, kecerdasan otak hingga kecantikan akhlak. Paket komplit yang jarang dimiliki perempuan zaman sekarang. Dan yang pasti tanggung jawab besar untuk mendidiknya menjadi istri yang baik dan patuh. Mengingat bagaimana landasan hubungan ini terjadi.
"Ishi." Tanganku terulur menyentuh kepalanya yang masih tertutup jilbab. Kami boleh tak memiliki hubungan selayaknya pasangan pada umunya. Namun aku berkewajiban bukan untuk mengajaknya beribadah bersama?
"Astaghfirullohaladzim!"
...***...
Ishita Pov ~~~
Kelelahan yang sangat, membuatku menidurkan diri pada ranjang di dalam kamar Rafa. Setelah sebelumnya memastikan jika pria itu tak tidur di sampingku. Entah di mana dia? Sejak aku masuk ke dalam kamar tak terlihat lagi batang hidungnya.
Meski sudah menjadi pasangan suami istri, rasa risih masih menyelimuti. Membuatku memutuskan untuk tertidur dengan stelan kimono berlengan panjang dan jilbab. Bukan maksud hati tak ingin memberikan Rafa haknya sebagai seorang suami. Namun sepertinya pria itu juga tak berniat untuk memenuhi kewajibannya.
Entah sudah berapa lama aku terpejam? Rasa kantuk perlahan hilang seiring sentuhan lembut di atas kepala. Membuatku memutuskan untuk mencari tahu siapa pelaku sebenarnya.
"Ishi." Suara itu timbul tenggelam di telinga. Berulang kali diucapkan bersamaan dengan sentuhan yang semakin gencar.
Wajah itu?
"Astaghfirullohaladzim!" Tubuhku terperanjat sampai membentur kepala ranjang.
"Hati-hati." Rafa menyentuh belakang kepalaku. Memastikan tak terjadi apa-apa dengan tengkorak lunak itu.
Entah apa sebenarnya yang ingin dilakukan pria ini?
"Tidak usah terkejut begitu, aku hanya ingin membangunkan untuk sholat." Wajah datarnya membuatku merasa bersalah. Sepertinya sikapku terlalu berlebihan.
"Lihat mushaf di atas nakas?" Pandangannya bergerilya ke beberapa sudut. Mencari kitab suci yang ku letakkan di samping bantal.
"Ini?" Kitab kecil berwarna biru itu ku berikan ke padanya. Diterima dengan wajah bingung. "Aku pinjam sebelum tidur."
Tak ada jawaban lagi. Hanya anggukan kecil di kepala sebagai ahir pembicaraan, sebelum dia meninggalkanku seorang diri.
Tatapan itu, memunculkan keresahan di hatiku. Akankah pernikahan ini tetap bertahan sampai selamanya?
...***...
Rafa Pov ~~~
Hampir saja aku ikut berjingkat melihat sikapnya ketika ku bangunkan. Benar dugaanku, jangankan menyentuhnya sebagai istri bisa ku lakukan, membangunkannya solat saja dia sudah ketakutan.
Ringisan pada wajahnya membuatku sedikit kasihan. Sepertinya sakit sekali ketika kepalanya membentur kayu ranjang. Ingin ku tolong tapi takut ditolak, melihat sikapnya aku jadi berpikir ulang.
Sholat sunnah tahajud paling romantis ketika dilakukan berjamaah dengan pasangan halal. Sering dilakukan oleh pasangan-pasangan soleh di berbagai penjuru bumi. Namun bagi kami, sholat berjamaah sepertinya berada pada list terakhir. Sebab itu tak mungkin. Bagaimana ceritanya seorang imam memaksakan kehendak kepada makmumnya? Itu tidak masuk akal.
Sapuan angin subuh membuatku tersenyum. Alangkah indahnya pagi ini bagi orang-orang yang sholeh. Suara adzan dari masjid membuatku bergegas menuju tempat suci itu. Menunaikan dua rak'at yang lebih baik dari dunia dan seisinya.
"Asalamualaikum."
"Waalaikumusalam." Pasangan harmonis ini selalu jadi paforitku.
"Mas Rafa katanya udah nikah ya?" Pertanyaan itu membuatku tersenyum.
Menikah rasa jomblo
"Kok kita nggak di undang?" Sepertinya aku harus mencari alasan yang tepat agar tak menyinggung.
"Iya, Mbak. Saya minta maaf tidak sempat memberikan undangan. Pernikahannya mendadak." Iya, pernikahan itu hanya disiapkan selama seminggu. "Tidak ada acara resepsi."
"Kenapa, Mas? Bukannya, Mas Rafa ini pengusaha muda yang sukses ya? Pasti banyak relasi."
Itu memang benar. Tapi ishita tak menginginkannya. Menurutnya, resepsi hanya menghamburkan biaya. Cukup akad saja yang penting sakral.
"Belum ada waktu, Mbak." Sebenarnya aku tak berniat berbohong. Namun tak mungkin juga mengatakan jika istriku yang tak menginginkan itu semua. Bisa salah faham jatuhnya.
"Kapan-kapan kenalkan istrinya, Mas. Saya mau ajak ikut jadi anggota kajian tetap di masjid." Sepertinya itu ide yang bagus untuk orang sejenis Ishita.
"Iya, Mbak. InsyaAllah. Saya duluan. Asalamualaikum"
"Waalaikumusalam."
Meski tak menganggapku sebagai suaminya, dan berkpribadian introvert, untuk urusan kegiatan keagamaan, aku rasa Ishita tidak akan menolak. Bagaimanapun, dia harus mulai membiasakan diri dengan lingkungan di sekitar kami. Bersikap layaknya tetangga yang baik.
...~~~...
Belum sempat membuka pintu, benda itu sudah terbuka dari dalam. Menampakkan tatapan yang sulit di artikan dari wanita bermukena merah muda di depanku.
"Mas Rafa habis dari masjid?" Pertanyaan itu terkesan dingin di pendengaran. Apa hanya dugaanku saja?
Sembari melepaskan peci, aku mengangguk melewatinya. Hendak ke kamar untuk mandi. Sampai langkahku terhenti ketika terdengar suara.
"Apa kamu tidak berniat untuk menunaikan kewajibanmu?" Pedas, tajam dan menusuk. Aku rasa itu sindiran, bukan pertanyaan lembut yang membutuhkan jawaban.
"Jika kamu belum mampu menjadi suami, jangan pernah berniat menikahi anak gadis orang."
Brakkk!!!
Dentuman pintu membuatku memegang dada. Entah ada apa dengan wanita itu? Apa maksudnya aku tak menunaikan kewajiban? Bukankah dia yang belum bersedia?
Dalam kondisi seperti ini, rupanya peran seorang suami di butuhkan. Tidak hanya ketika menggendong istri yang terpleset, atau memberikan bunga sebagai bentuk rasa cinta. Menjadi suami penyabar rupanya lebih di butuhkan dalam membina rumah tangga.
Lihatlah! Aku bahkan tidak tahu di mana letak kesalahanku sampai istriku sendiri membanting pintu dengan kasar di depanku. Jika tak mengingat pesan Rasululloh Saw mungkin sudah ku maki perempuan itu. Namun sungguh Rasululloh Saw adalah suri tauladan yang paling baik di muka bumi.
"Janganlah seorang mukmin laki-laki memarahi seorang mukminat. Jika ia merasa tidak senang terhadap satu perangainya, maka ada perangai lain yang dia sukai." (HR.Muslim)
Bersambung....
______________
Vote and comentt...🌟🌟⭐⭐😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
Elmi yulia Pratama
mungkin maksud kuwajiban sama ishi ngajak sholat berjamaah bareng
2023-10-15
0