...Permainan takdir sulit ditebak....
...Terkadang melukai....
...Namun yang pasti tak pernah ada kata tidak adil dalam catatan Illahi....
...Dan aku yakin, inilah keadilan untukku....
...Menerimamu....
...-Ishita zara haliza-...
...__________...
Ishita Pov ~~~
Selangkah lagi, maka hidupku sudah tidak akan berada pada poros ini. Akan ada langkah baru, pada kehidupan yang baru. Dimana hati tak boleh lagi terbagi, dimana rasa tak boleh mendua, dan dimana ego harus bisa dikalahkan.
Aku ataupun Rafa mungkin tak menginginkan hal ini. Pernikahan di atas keterpaksaan. Namun yang aku tahu, keterpaksaan akan berubah menjadi kebiasaan seiring waktu. Meski kurang yakin, apakah pepatah Jawa kuno yang sering ibu ucapkan akan berlaku untuk kami? Mengingat bagaimana hubungan kami selama ini.
Aki tersenyum, melihat bayang diri pada cermin besar di dalam kamar. Gaun yang aku pakai persis seperti yang dulu pernah aku mpikan. Sederhana, tapi elegan.
"Cantik sekali, Non." Pujian itu sudah kesekian kali aku dengar.Wanita berkonde itu kerapkali menatap takjub.
Mulai dari sepatu yang katanya berharga jutaan, kerudung yang terbuat dari bahan pilihan, sampai pada gaun pengantin yang katanya senjata pamungkas untuk membuat Rafa tak berkedip. Untuk yang terakhir aku tak yakin.
Sekali lagi, lipstik berwarna pink lembut dioleskan pada bibirku. Menjadi alat make-up terakhir yang menempel. Benar-benar membosankan. Sejak subuh aku harus menahan kantuk karena di dandani super lama. Perias ini mengatakan, jika dia harus berusaha ekstra demi menciptakan kesan flawless pada wajahku. Menurutnya itulah tren make-up zaman sekarang.
"Coba berdiri." Dengan sedikit limbung aku menegakkan badan, menatap pada cermin sekali lagi. "Nyonya Renata memang tidak salah milih calon menantu." Terdengar decakan kagum dari bibir wanita itu.
"Jangan berlebihan mujinya. Tidak baik." Aku merapikan letak kerudung yang sedikit bergeser.
"Memang benar kok, Non Ishita ini memang cantik. Apalagi kalau tersenyum." Mendengar celotehannya membuatku geli dan tertawa kecil.

"Ishi." Suara derit pintu bersamaan dengan panggilan, membuatku menengok. Ibu tersenyum di ambang pintu. "Sudah waktunya." Wanita setengah baya itu tampak cantik dengan kebaya dan sanggul di kepala. Aura ningrat tampak jelas, dengan dipertegas beberapa aksesoris yang tertempel di beberapa bagian tubuhnya.
Aku ingin tampil anggun seperti ibu. Namun karena berhijab, gaun bertema Timur tengah sepertinya lebih tepat. Mengingat ini pilihan tante Renata mengikuti tema pernikahan yang diusung modern islami.
Di ruang tamu sudah ada Ayah dan beberapa sanak saudara. Pakaian mereka kompak dengan satu warna.
"Wah ... sudah seperti keturunan Arab saja Ishita ini." Celetukan itu ke luar dari mulut paman. Satu-satunya saudara sekandung Ayah.
"Sebaiknya kita berangkat sekarang, acaranya sudah mau dimulai." Ayah membawaku ke dalam mobil di depan garasi. Sungguh, sejak detik ini perasaanku sudah tak menentu.
Pintu mobil dibuka oleh Ayah, dan memintaku untuk duduk di temani seorang sopir. Sementara ayah dan ibu beserta keluarga yang lain menggunakan mobil berbeda.
Entah mengapa mobil yang ku tumpangi berjalan dengan cepat? Padahal aku ingin mengulur waktu. Namun karena pada dasarnya kami akan melakukan hal mulia, Allah melancarkan semuanya. Termasuk menghilangkan segala jenis hambatan, salah satunya kemacetan.
Tertegun. Alisku menyatu melihat halaman masjid tempat acara berlangsung. Pada sebuah karangan bunga tertulis namaku dan Rafa. Di sekitarnya terdapat berbagai jenis bunga yang di tempatkan pada vas-vas cantik. Lily dan Tulip mendominasi semua sisi, entah dari mana tante Renata mengetahui tentang bunga kesukaanku? Atau mungkin hanya bunga ini yang disediakan oleh Wedding organizer?
"Mbak Ishita masuk lewat pintu belakang." Seorang petugas dengan kemeja putih menjemput ku dari mobil. Membawaku menuju sebuah ruangan.
Setelah sampai, aku diminta untuk memasuki ruangan kecil berpintu kayu di depan kami. "Silahkan masuk, Mbak." Setelah tubuhku benar-benar masuk, pintu ditutup dari luar. Meninggalkanku seorang diri pada ruang kecil tanpa jendela ini.
Hari ini statusku akan berubah menjadi nyonya. Sebelumnya tinggal bersama orang tua, mulai hari ini akan tinggal bersama mertua. Ku harap, Rafa akan membawaku tinggal di rumah pribadinya. Bukan tak suka pada tante Renata atau om Wicaksono. Namun dalam Islam, pengantin lebih baik tinggal pada tempat terpisah dari orang tua. Menghindari selisih faham, yang mungkin saja bisa terjadi.
Mengingat aku dan Rafa baru saling kenal, sepertinya akan sulit untuk saling menyesuaikan. Termasuk jika harus tidur dalam satu kamar. Kami adalah korban perjodohan keluarga. Meski sama-sama tak memiliki rasa, aku dan Rafa harus tetap menjadi suami istri demi kebahagiaan orang tua.
***
Rafa Pov ~~~
Jangan tanya bagaimana keadaan jantungku sekarang. Jika dalam bahasa medis, saat ini aku sedang mengalami palpitasi. Dimana organ kecil itu berdetak dan memompa secara abnormal.
Sejauh mata memandang semua tampak sesuai. Dekorasi masjid dibuat se sakral mungkin dengan berbagai ornamen berwarna putih. Bunga-bunga yang dipakai pun putih total, Lili dan Tulip. Bunga pertama yang terlintas di otakku ketika ditanya oleh Mama. Menurutku kedua bunga itu melambangkan kesucian dan kekekalan. Begitu pula dengan pernikahan yang diharapkan hanya akan terjadi sekali seumur hidup.
Ayah Ishita menatapku dengan hangat. Pria ini sepertinya sudah percaya 100% kepadaku untuk menitipkan putrinya. Namun entah mengapa saat ini aku merasa seperti sedang direbus? Tiba-tiba berkeringat dan hilang ingatan. Semua kata yang ku hafalkan semalam buyar seketika.
Meski kurang niat dalam pernikahan ini, aku sempat menghafalkan teks yang diberikan oleh Mama. Teks yang sama persis sekarang ada di depanku. Setidaknya aku tidak memalukan karena terus mengulang ijab-qabul. Walau sekarang aku tidak tahu, masih adakah hafalan yang tersisa di otakku?
"Bisa dimulai?" Percayalah, pertanyaan itu lebih terkesan seperti pertanyaan mantri pada waktu sunat. Ngeri.
"Fa?" Satu tepukan di bahu hampir membuatku berjingkat. "Jangan grogi, kamu bisa lihat teks." Senyum pria berkumis tipis di samping membuat dadaku mulai tenang.
Aku tak pernah merasakan perasaan ini sebelumnya, bahkan ketika persentase di hadapan klien sekaliber tingkat Asia sekalipun. Saat ini seolah masa depanku akan jadi taruhannya jika salah ucap sedikit saja.
Jabatan kuat di telapak tangan, tiba-tiba menyedot segala jenis keraguan yang ada di hati. Tatapan tegas ayah Ishita membuat otakku bekerja lebih cepat. Seolah tatapan itu berbicara 'Aku amanatkan putriku padamu' kemudian merambat ke saraf-saraf kecil menuju hati. Menyiraminya dengan embun surga yang Allah teteskan dengan penuh keajaiban.
Saya akan menjaganya, Pak! Bait itu terlafaz tegas di dalam hati. Meyakinkan diri menjadi imam yang baik untuk istri.
"Saya terima nikah dan kawinnya Ishita zara haliza, binti Trimurti wijaya diningrat dengan maskawin seperangkat alat sholat, dan emas 50 gram dibayar tunai." Sekali tarikan napas, sepenggal kalimat itu sukses mengundang riuh dari tamu undangan. Entah kekuatan dari mana aku bisa mengucapkan kalimat pamungkas itu?
Barakallahuma ....
Setelah membaca do'a keberkahan, suasana tiba-tiba berubah menjadi hening. Membuatku sedikit mengernyit sampai diminta berdiri oleh penghulu.
Seakan kehilangan suara, tubuhku mematung dengan jantung yang kembali mengalami palpitasi. Hari ini dia terlihat begitu cantik dengan gaun putih muslimah yang dibelikan Mama. Jika kemarin aku tak yakin dengan gaun itu, kini semua itu terpatahkan melihat sosok yang berjalan ke arahku.
Bukankah dia terlihat seperti bidadari?
Wajahnya merah merona, entah menandakan rasa malu atau efek make-up? Aku lebih yakin yang ke dua.
Tak banyak menatapku, Ishita lebih sering menunduk sembari berjalan dengan susah payah menyeret gaun panjang yang menutupi seluruh tubuhnya. Diikuti oleh sorot lighting yang sudah di setting sedemikian rupa.
Tak munafik, aku bersyukur memiliki istri secantik dia. Sejak menjabat tangan ayahnya saat ijab-qabul ada sesuatu yang tiba-tiba menyelinap di dalam hati. Entah berjenis apa? Namun rasa itu mendamaikan.
Hanya satu jengkal, napasnya berhembus pelan dan hangat. Mata sipitnya menatapku dengan ragu, menampakkan kabut ketakutan yang menyelimuti.
Aku menatapnya seksama, tersenyum miris melihat wajah yang bersemu. Itu bukan rona malu, melainkan rasa tertekan yang di sembunyikan. Rasa percaya diri yang sempat hadir kini menguar ke udara. Tak ada harapan lebih rupanya.
Satu kecupan ku daratkan di tengah kening. Mempertegas pada setiap mata undangan jika kami pasangan paling bahagia. Sayangnya, ini hanya formalitas.
Beberapa saat setelah melepaskan kecupan Ishita meraih tanganku, menciumnya takzim seakan telah menyerahkan segenap hidupnya padaku. Akting yang cukup baik.
***
Ishita Pov ~~~
Wajahnya terhias senyum, menatapku tak berkedip. Benar juga apa yang dikatakan oleh perias pengantin itu.
Jika ditanya, bagaimana perasaanku sekarang. Beribu-ribu beban di pundak terasa meluruh ke lantai. Hilang, terhembus angin. Mungkin tak ada rasa lebih untuk saat ini, tapi jika boleh jujur aku merasa aman di dekatnya.
Untuk pertama dalam sejarah kehidupan, kulitku tersentuh oleh kulit seorang adam berupa sebuah kecupan. Mendarat tepat di kening, mengalirkan getar-getar yang membasahi hati. Menyejukkan.
Semoga apa yang terjadi hari ini, hanya akan terjadi sekali dalam seumur hidup ku.
Tangan kerasnya kubawa ke wajah. Menciumnya dengan takzim, untuk menandakan penghormatan. Bagaimanapun surgaku telah berpindah pada kakinya.
Setiap manusia menginginkan tempat terindah setelah kematian, dan aku menginginkan tempat terindah itu pada kehidupan selanjutnya. Entah bersama Rafa atau bukan, aku berharap bisa bertemu dengan Rasululloh Saw.
Sebuah buku kecil dengan warna berbeda diberikan kepada kami setelah di tandatangani. Cukup dengan buku ini, pandangan masyarakat akan berubah terhadap ku. Status sosial, dan kedudukan, semua akan disangkut pautkan dengan Rafa.
Takdir kerap kali tak seperti rencana manusia. Namun keadilan selalu diberikan Illahi. Iya, ini takdir hidupku. Menerima dia laki-laki yang kini menjadi imam ku.
Rafazhar wicaksono.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments