"Al..." Afifa membuka perlahan pintu kamar sang kembaran. Ia lantas masuk, dan melihat Aliya yang tengah menelungkupkan tubuhnya di kasur "Al, kau baik baik saja?" tanya Afifa
Aliya membalik tubuhnya menjadi terlentang. Ia melihat Afifa yang sudah duduk sisi ranjangnya "Ada apa? Kau ingin menertawakanku lagi?"
"Tidak, aku hanya ingin mengunjungi kamarmu saja" jawab Afifa
Aliya bangkit dari kasurnya, dan duduk berdampingan bersama Afifa. Ia menghela napas kasar, saat teringat dengan ucapan sang Ayah. Dalam kamus hidup Aliya, ia sama sekali belum mencantumkan kata menikah, tapi mengapa Ayahnya justru meminta dirinya untuk menikah muda
"Fa, kalau aku menikah, itu artinya kita akan berpisah. Apakah kau sedih?" tanya Aliya
"Tidak"
"Fa..."
Aliya merengut kesal mendengar jawaban Afifa. Bagaimana mungkin kembarannya itu tidak sedih berpisah dengannya. Padahal, dirinya merasa sedih jika harus menikah dan meninggalkan rumah serta keluarganya
"Yakin kau tidak akan sedih?" tanya Aliya
"Sangat. Lagipula, kenapa aku harus sedih, bukankah bagus jika kau menikah, itu artinya kau tidak akan lagi menyusahkanku"
"Hei, kau ini tidak sopan pada Kakakmu sendiri"
"Kita hanya lahir beda dua menit jika kau lupa. Jadi status Kakak dan Adik hanya sebagai sebuah formalitas saja. Lagipula, anak tertua sebenarnya itu adalah aku, tapi karena aku kesal denganmu, jadilah aku menendang kau keluar lebih dulu dari perut Bunda"
"Mana ada seperti itu. Kau itu tetap lebih muda, kau adikku, ingat itu"
"Iya iya, si paling tua" ucap Afifa menekankan kalimatnya
"Kau..."
"Kak" panggilan bara dari balik pintu kamar membuat kedua kembaran itu menghentikan pembicaraan mereka
"Ada apa?" teriak Aliya
"Ayah bilang, besok malam calon tunanganmu akan kemari, jadi bersiap siaplah"
"What? Secepat itu?" monolog Aliya dengan cemas "Fa, bagaimana ini" tanya Aliya pada Afifa
"Mana aku tahu. Sudahlah, kau bersiap saja untuk nanti malam. Aku ke kamar dulu, bye"
*
Pagi menjelang, Afifa sudah tampak siap dengan tampilan rapi. Sebuah celana bahan, dengan blazer menjadi pilihan Afifa untuk pakaian yang ia kenakan hari ini. Rambut panjang yang di gerai indah, menambah kesan anggun di wajahnya
"Pagi Bun..." sapa Afifa
"Pagi Sayang, ayo sarapan"
"Tidak Bun, aku sarapan di kantor saja" tolak Afifa
"Tapi Bunda sudah memasak makanan di rumah, kenapa harus sarapan di kantor? Tunggu, biar bunda buatkan bekal saja untukmu" Bunda Sekar langsung gerak cepat menyiapkan bekal untuk Afifa. Sedangkan Afifa, dengan terpaksa harus menunggu sang Bunda yang tengah menyiapkan bekal untuknya
"Pagi Bun..."
Terdengar suara Bara dan Aliya yang menyapa bersamaan. Keduanya melihat apa yang Bunda Sekar lakukan, hingga membuat keduanya mendengus. Pasalnya, saat ini sang Bunda tidak menjawab sapaan keduanya karena tengah asik menyiapkan bekal untuk si anak kesayangan
"Bunda..." Bara merengek kepada sang Bunda, hingga membuat Bunda sekar tersadar akan keseriusannya
"Hai Sayang, maaf Bunda tidak menyadari keberadaanmu"
"Iyalah, 'kan Bunda sedang menyiapkan makanan untuk anak gadis kesayangan Bunda" sungut Bara
"Kenapa? Ingin jadi kesayangan juga? Makanya jadi gadis" usil Aliya yang justru membela sang kembaran
"Bun, lihatlah Kakak Kakak durjana-ku ini. Masa bujang tampan kesayangan Bunda di katai seperti itu" adu Bara
"Dih, merengek seperti anak kecil saja" ledek Aliya
"Sudah sudah, kalian ini" Bunda menyerahkan bekal yang sudah siap kepada Afifa "Hati hati di jalan Sayang"
"Iya Bun, pamit ya. Assalamu'alaikum"
"Wa'alaikum Salam"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 136 Episodes
Comments
andi hastutty
Penasaran kelanjutannya
2024-06-29
0