Chapter 18

Shaquille dan kedua temannya—Farrash dan Mayyesa—ke luar dari ruang BEM masih dengan sisa tawa mereka. Entah apa yang sebelumnya ketiga manusia itu tertawakan di dalam. Namun, melihat tawa lebar itu membuat pikiran seketika bergerak bahwa sebelumnya mereka sudah menemukan hal lucu dan kocak. Sampai tawa itu mereka bawa hingga ke luar ruangan.

“Pada nggak ada kelas ‘kan sekarang?” tanya Mayyesa seraya menatap bergantian Shaquille dan Farrash. Lalu, ia melihat kedua laki-laki itu menganggukkan kepala bersamaan. “Nongkrong saja nggak sih? Mumpung lagi nggak sibuk. Rasanya sudah lama banget nggak ngabisin waktu bareng,” ujar Mayyesa mengingat waktu mereka yang terbilang tidak ada untuk sekadar menghabiskan waktu bersama. Urusan kuliah dan organisasi sudah berhasil menyita waktu, tenaga, bahkan pikiran mereka.

Shaquille dan Farrash saling melempar tatapan satu sama lain. Lalu, sekali lagi menganggukkan kepala bersamaan. Bukan ide buruk juga yang disarankan oleh Mayyesa. Juga, apa yang dikatakan Mayyesa memang benar.

Setelah setuju untuk pergi nongkrong, ketiganya lantas kembali melangkahkan kaki seraya melanjutkan perbincangan mereka yang topiknya benar-benar random. Sampai langkah Shaquille harus terhenti ketika tak sengaja tatapannya jatuh pada seseorang yang berdiri di samping mobil di area parkir kampus. Shaquille menyipitkan mata untuk melihat ekspresi orang tersebut. Apa yang terjadi sebenarnya?

“Kalian duluan saja. Nanti gue nyusul,” ujar Shaquille pada Mayyesa dan Farrash.

“Mau ke mana?” Kening Mayyesa mengkerut.

“Cuma sebentar kok. Ada yang mau gue kerjain sedikit,” balas Shaquille tak mau mengatakan yang sebenarnya. Bukan tidak ingin juga sebenarnya. Hanya saja Shaquille takut jika Mayyesa dan Farrash tahu, mereka akan mengejeknya. Itulah hal yang tidak diinginkan Shaquille.

“Benar, ya, jangan lama,” ucap Farrash dengan nada yang terdengar mengancam. Bahkan, tatapan laki-laki itu terlihat tajam dan menghujam.

“Iya. Iya. Heran gue, lo kayaknya nggak mau banget jauh-jauh dari gue,” balas Shaquille menggoda. Karena, kelakuannya itu membuat Shaquille mendapatkan tepukan keras di lengannya. Alih-alih marah. Shaquille justru tergelak. Melihat Farrash dengan wajah kesalnya adalah satu kebahagiaan tersendiri bagi Shaquille.

Tentu saja tak hanya Shaquille yang tertawa. Mayyesa pun tidak menyia-nyiakan kesempatan dan moment seperti ini untuk tidak tertawa. Bahkan, tawa Mayyesa jauh lebih keras dari Shaquille.

Shaquille memastikan lebih dulu Mayyesa dan Farrash benar-benar berlalu. Sekali lagi, Shaquille tidak ingin menjadi bahan ejekan kedua temannya tersebut. Nyaris tanpa berkedip Shaquille memandangi dua tubuh manusia itu. Lalu, beralih sejenak pada pemandangan yang berhasil menyita perhatiannya di parkiran kampus. Setelah tubuh Mayyesa dan Farrash hilang dari pelupuk mata. Barulah Shaquille membawa langkahnya bergerak menuju area parkir.

“Kenapa?” tanya Shaquille yang sukses menarik perhatian seseorang yang berdiri dengan posisi membelakanginya itu. Shaquille tersenyum tipis ketika tatapannya beradu dengan sepasang puppy eyes milik seorang perempuan yang pernah ia puji kecantikannya pada pertemuan pertama kala itu. Siapa lagi orangnya kalau bukan Allura.

“Aish! Kamu bikin aku kaget saja,” ucap Allura seraya menyentuh dadanya yang berdetak abnormal. “Untung saja aku nggak jantungan,” sambung Allura yang membuat Shaquille terdiam dan seketika ekpresi laki-laki itu berubah datar. Detik selanjutnya Allura tersadar akan apa yang ia ucapkan sebelumnya. Memang tidak ada maksud hati Allura untuk menyinggung tentang kondisi fisik Shaquille. Apa yang terucap dari bibir merah meronanya memang spontan ke luar.

“Hm, maaf aku nggak bermaksud apa-apa,” ucap Allura dengan nada penuh rasa bersalah.

Shaquille. Laki-laki dengan sebisa mungkin mencoba bersikap biasa saja. Ia tahu Allura tidak mungkin sengaja menyinggung sesuatu yang menjadi kelemahan dan kekurangannya. Namun, entah kenapa akhir-akhir ini Shaquille sangat sensitif. Bahkan, pada hal yang sangat sederhana sekalipun.

“Nggak apa-apa,” jawab Shaquille akhirnya setelah beberapa saat terdiam. Ia kembali mengulum senyumnya pada Allura untuk meyakinkan perempuan itu bahwa semuanya baik-baik saja. “Mobil kamu kenapa?” tanya Shaquille kembali mengalihkan topik pembicaraan. Ia tidak ingin lama-lama terjebak pada situasi yang membuatnya dan Allura merasa tidak nyaman.

“Aku nggak tahu nih. Mobilku tiba-tiba nggak bisa dihidupin,” terang Allura dengan wajah cemberut dan kesalnya. Bagaimana ia tak merasa kesal? Saat ia sedang terburu-buru untuk segera pulang, mobilnya justru membuat masalah. Ia sudah mencoba menghubungi ayahnya. Namun, sang ayah pun tak merespons apa pun juga.

“Boleh aku cek sebentar?” ujar Shaquille meminta izin untuk membantu Allura dan langsung dibalas anggukan oleh perempuan itu. Setelahnya, Shaquille mencoba untuk menghidupkan kereta besi milik perempuan cantik dan manis di sampingnya itu. Nihil. Shaquille terus mencoba dan mencoba. Namun, beberapa kali ia mencoba. Hasilnya tetap nihil juga.

“Kayaknya ini mesti dibawa ke bengkel deh,” ujar Shaquille memberi saran.

Terdengar jelas helaan napas panjang Allura. “Bengkel ada yang dekat sini nggak sih?”

“Kamu tenang saja. Kebetulan aku punya kenalan yang bekerja di bengkel. Kalau kamu mau, biar aku hubungi dia untuk ngurus mobilmu.”

Tanpa berpikir panjang Allura langsung menganggukkan kepala. Bagaimana bisa ia menolak pertolongan yang sudah jelas-jelas di depan mata. Lagi pula, tidak mungkin manusia seperti Shaquille akan membohonginya. Jikapun demikian, terlalu gampang untuk mencari Shaquille dan memberontak. Ya, siapa yang tidak mengenal laki-laki yang menjabat sebagai seorang presiden mahasiswa dengan segudang prestasi itu? Bahkan, civitas akademisi pun tahu seorang Shaquille.

Shaquille mengeluarkan sesuatu dari saku hoodie-nya. Lalu, mencoba untuk menghubungi seseorang yang akan mengurus mobil Allura. Senyum Shaquille terlihat lebih lebar dari sebelumnya ketika ia mendengar suara seseorang dari seberang telepon. Juga dengan nada suara Shaquille yang terdengar sangat lembut dan sopan. Hal itu tak Shaquille sadari sudah berhasil membuat Allura memujinya diam-diam. Shaquille. Shaquille. Laki-laki itu terlalu sempurna jika dilihat.

“Sudah. Tunggu saja dia akan datang ke sini,” ucap Shaquille setelah memutuskan panggilan telepon. Tak hanya panggilan telepon saja yang terputus, ia juga sudah berhasil memutus lamunan Allura dan mengembalikan perempuan itu menuju alam nyata.

“Oh, i-iya. Terima kasih banyak,” ucap Allura bersungguh-sungguh.

“Kamu mau ke mana?”

“Tadinya sih mau pulang. Tapi, mau bagaimana kalau mobilku mogok kayak gini.”

“Mau aku antar pulang?” tawar Shaquille. Entah dorongan dari mana yang membuat laki-laki itu dengan berani menawarkan diri untuk mengantar Allura pulang. Ia sendiri tidak habis pikir dengan apa yang dikatakannya tadi.

“Hm, aku tunggu mobilku selesai diperbaiki saja deh.”

“Baiklah,” jawab Shaquille.

Hening datang menjeda.

“Sementara nunggu. Mau ikut, nggak?”

“Ke mana?” tanya Allura dengan alis terangkat sempurna.

“Ke tempat nongkrong di dekat sini,” jawab Shaquille.

Sejenak Allura berpikir. Lalu, tak lama ia menganggukkan kepala. Bukan ide buruk juga nongkrong sembari menunggu mobilnya selesai diperbaiki. Daripada harus menunggu dan tentu sangat membosankan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!