Chapter 15

Shaquille membawa kendaraannya melaju dengan perasaan kesal yang belum sepenuhnya menghilang, meski ia sudah mencoba untuk melupakan kejadian yang membuat paginya terasa buruk. Sebenarnya, Shaquille paham maksud ibunya. Akan tetapi, memang dasarnya Shaquille yang masih sensitive. Laki-laki itu tidak pernah ingin dipandang lemah oleh siapapun. Bahkan, oleh Karina sekalipun. Shaquille ingin dipandang seperti orang-orang pada umumnya. Kendati di luar itu, Shaquille memang salah satu manusia yang tumbuh dengan satu kekurangan yang tak banyak orang tahu. Shaquille menyadari itu. Namun, tidak bolehkah jika ia memiliki keinginan untuk dipandang biasa saja? Bisakah agar keluarganya memperlakukannya dengan biasa-biasa saja tanpa harus bersikap posesif?

Shaquille menghela napas panjang. Ia menyugar rambut setengah basahnya ke belakang. Bohong jika ia tidak merasa bersalah atas sikapnya tadi di ruang makan. Namun, sekali lagi Shaquille hanya kesal dengan sikap orang-orang yang ada di sana. Ah, sudahlah.

Lampu merah menyala. Shaquille menghentikan laju kereta besinya. Ia melihat deretan kendaraan yang begitu padat. Pemandangan seperti itu membuat Shaquille malas. Ya, saking seringnya Shaquille melihat dan terjebak dalam kemacetan jantung kota Surabaya. Helaan napas panjang kembali terdengar. Setelah itu, tak sengaja pandangan Shaquille pada sebuah pemandangan di trotoar jalan. Pemandangan yang sukses menyita perhatian serta rasa empati laki-laki yang sebentar lagi menginjak usia di angka dua puluh satu tahun itu.

Beberapa saat menunggu sampai lampu lalu lintas kembali berubah warna menjadi hijau. Shaquille segera melajukan mobilnya. Namun, tak lantas langsung berjalan. Ia menepikan mobilnya lagi dan turun. Dengan langkah lebar Shaquille mendekati seorang wanita yang tengah kewalahan membawa barang-barangnya. Bahkan, beberapa barang wanita itu harus terjatuh ke trotoar. Sayangnya, tak satupun orang yang mau membantu. Mereka hanya sekadar melihat dan lewat begitu saja.

“Permisi, Tante,” sapa Shaquille dan sukses membuat wanita itu langsung menoleh padanya. Shaquille mengulum senyumnya yang manis. “Saya lihat Tante sedikit kesusahan membawa barang-barang itu. Bisa saya bantu, Tante?” tanya Shaquille dengan sopan.

Wanita itu tertegun. Sepasang netranya tak berkedip menatap Shaquille. Ada raut tak percaya di wajah wanita itu. Entah apa yang ada di dalam pikirannya saat ini.

Shaquille yang melihat wanita itu hanya terdiam pun mengernyit. Ia menatap tubuhnya yang mungkin terlihat aneh sampai membuat wanita itu tak berkedip menatapnya. Namun, Shaquille tak menemukan keanehan apa pun dalam dirinya. Lantas, apa yang membuat wanita itu seperti ini?

Shaquille berdehem singkat dan berhasil menarik perhatian wanita itu lagi. “Tante nggak apa-apa?”

“Oh, i-iya. Nggak apa-apa.”

“Sini, Tante, saya bantu bawa barang-barangnya. Mobil Tante di mana?”

Wanita itu masih terdiam. Masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya saat ini. Bagaimana bisa ada manusia yang sepasang netranya mirip sekali dengan milik suaminya?

Yoanna. Wanita itu adalah Yoanna. Apa yang ia saksikan saat ini membuat otaknya berputar pada kejadian beberapa hari yang lalu di mana Kailan menceritakan tentang seorang laki-laki yang Kailan temui di sekolah. Dan laki-laki itu begitu mirip dengan Arga. Lalu, saat ini Yoanna menemukan kejadian serupa. Apakah laki-laki yang dimaksud Kailan itu adalah laki-laki yang sama dengan laki-laki yang ada di hadapan Yoanna kini? Entahlah. Namun, yang membuat Yoanna sendiri bingung adalah kenapa sampai semirip itu kedua matanya dengan Arga?

“Tante,” panggil Shaquille untuk menarik kembali perhatian Yoanna. “Tante baik-baik saja?” tanya Shaquille setelah kesadaran Yoanna kembali lagi. Ia melihat wanita itu dengan cukup khawatir. Khawatir jika sebenarnya ada yang tidak beres dengan wanita itu.

“Iya. Tante nggak apa-apa kok,” jawab Yoanna mencoba biasa saja. Ia juga berusaha mengenyahkan pikirannya tentang perssepsi Kailan.

“Saya bantu, Tante,” ucap Shaquille seraya meraih beberapa barang dari tangan Yoanna. “Mobil Tante di mana?”

“Di sana,” jawab Yoanna dengan mengarahkan pandangan pada sebuah mobil di seberang jalan.

Shaquille menganggukkan kepala. Ia melihat situasi jalanan yang begitu padat. Dengan kondisi jalan raya seperti ini, Shaquille tentu harus menunggu sampai lampu lalu lintas kembali menyalakan warna hijau. Tidak berani Shaquille menerobos begitu saja. Apalagi ia tidak sendiri sekarang.

“Ayo, Tante,” ujar Shaquille ketika lampu hijau menyala. Ia dan Yoanna menyeberang jalan bersamaan. Sampai tiba di samping mobil mewah milik Yoanna.

Yoanna membuka pintu mobil dan memasukkan barang yang ia bawa terlebih dulu. Lalu, mengambil lagi barang yang ada di tangan Shaquille. “Terima kasih banyak, ya, Nak, sudah bantuin Tante,” ucap Yoanna dengan tulus.

Shaquille mengulum senyumnya dengan sangat indah dan manis. “Iya, Tante, sama-sama. Kalau begitu saya pergi dulu, ya, Tante.”

Yoanna menganggukkan kepala dan melihat tubuh Shaquille berlalu dari hadapannya. Yoanna tak lantas masuk ke dalam mobil setelah kepergian Shaquille. Ia kembali sibuk denga nisi kepalanya seraya menatap tubuh Shaquille yang perlahan mengecil dari pandangan. Sampai tubuh laki-laki itu tenggelam di balik mobilnya.

Yoanna menepuk pelan keningnya. Ia merutuki kesalahannya, kenapa tidak ia tanyakan nama laki-laki itu? Mungkin dengan begitu, Yoanna bisa mendapatkan titik terang.

“Apa mungkin yang dilihat Kailan waktu itu adalah laki-laki ini?” monolog Yoanna dengan suara yang nyaris tenggelam oleh suara deru dari kendaraan-kendaraan yang terus berlalu-lalang tanpa henti. “Jika memang iya, nggak heran kalau Kailan berpikir seperti itu. Laki-laki itu benar-benar mirip Arga,” sambung Yoanna.

Shaquille. Tak langsung melajukan mobilnya. Ia menoleh lagi ke belakang dan melihat Yoanna masih berdiri di samping mobilnya dan hanya terdiam. Shaquille juga melihat bagaimana Yoanna terus menatap ke arah mobilnya. Hal itu cukup membuat Shaquille bingung. Ada apa dengan wanita itu? Kenapa ia terus menatap Shaquille?

“Perasaan nggak ada yang aneh deh di gue. Tapi, kenapa Tante itu natapnya gitu banget, ya?” Shaquille bertanya-tanya pada dirinya sendiri. “Apa karena gue ganteng kali, ya?” lanjut Shaquille dengan penuh percaya diri. Namun, detik berikutnya ia menertawakan kelakuannya. Bisa-bisanya Shaquille terlalu percaya diri seperti ini. Padahal, ia sendiri sadar bahwa ketampanannya saja kalah oleh Jevano.

Ponsel Shaquille berdering.

“Lama banget, Njir! Lo di mana sih?”

Shaquille menyingkirkan ponsel dari telinganya. Suara dari seberang itu terdengar menggelegar dan cukup mengganggu. Rasanya ingin sekali Shaquille mengumpat, tetapi ia masih bisa menahan diri. “Gue di jalan. Tunggu sebentar lagi. Tadi ada sesuatu,” jawab Shaquille.

“Hah?! Lo nggak apa-apa, ‘kan? Sekarang lo di jalan mana? Biar gue susulin.”

Shaquille memutar bola mata malas. “Lo nggak usah lebay gitu bisa nggak sih, Rash? Gue nggak apa-apa. Ya sudah gue jalan nih,” ucap Shaquille dan langsung mematikan sambungan telepon secara sepihak. Shaquille yakin apa yang ia lakukan pasti cukup membuat Farrash merasa kesal. Ya, itulah yang Shaquille mau.

Sebelum benar-benar melajukan kembali mobilnya. Shaquille menoleh ke belakang. Wanita itu masih berdiri di tempat. Namun, Shaquille mencoba tak peduli.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!