Chapter 5

Allura mempercepat langkahnya ketika sudah memasuki koridor rumah sakit. Informasi yang ia dapatkan dari Yoanna—sang ibu—membuatnya tidak sabar untuk tiba di sebuah ruang di mana Arga ditempatkan. Allura panik. Sangat. Bagaimana tidak demikian? Ia harus mendengar ayahnya kembali anfal. Dan hal itu sukses mengguncang dunia Allura. Ia terlalu menyayangi ayahnya. Bahkan, kedekatannya dengan Arga jauh lebih dekat dibanding Yoanna yang notabene adalah ibunya. Apalagi Arga selalu memberikan apa yang ia butuh dan inginkan. Allura terlampau dimanja oleh Arga. Hal itulah yang menjadikan Allura begitu dekat dengan pria itu. Kendati pun kadang Allura tidak ayal terkena marah Arga sebab sikapnya yang salah. Namun, Allura berpikir bahwa yang dilakukan Arga padanya adalah karena Arga menyayanginya.

Langkah perempuan itu harus terhenti ketika melihat sosok wanita masih dengan tubuh yang dibungkus setelan pakaian formal itu. Ia yakin bahwa wanita yang merupakan ibunya itu juga langsung menuju ke rumah sakit dari tempat kerja. Allura lantas membawa kembali langkahnya mendekati Yoanna. “Ma, bagaimana kondisi Papa?” tanya Allura ketika sudah berdiri di samping Yoanna yang tampak begitu khawatir. Ia menyentuh dan mengelus lengan Yoanna untuk mencoba menenangkan. Meskipun Allura sendiri tidak bisa tenang karena belum mengetahui kondisi sang ayah yang kembali lagi terkena serangan dan mengharuskan dibawa ke rumah sakit.

“Masih diperiksa dokter,” jawab Yoanna dengan nada suara yang terdengar jelas kesedihannya. Ya, Yoanna terlalu mencintai Arga. Ia tidak tahu akan hidup seperti ap ajika tidak ada Arga di sampingnya. Dan sebagai seorang istri, Yoanna tentu saja sangat takut kehilangan suaminya. Sosok yang menjadi teman hidup, diskusi, dan menjaga serta membesarkan kedua buah hatinya—Allura dan Kailan.

“Kenapa bisa kayak gini lagi sih, Ma?” Allura tidak bisa berpikir jernih sekarang. Pertanyaannya bahkan terdengar lebih menyudutkan Yoanna. Padahal, Allura juga tahu bahwa Yoanna tentu tidak menginginkan hal buruk terjadi pada Arga. Ya, begitulah Allura ketika diselimuti kekhawatiran sekaligus ketakutan akan kehilangan sosok yang menjadi tamengnya selama ini.

Yoanna hanya menggelengkan kepala. “Mama juga nggak tahu pasti, Nak. Mama juga dapat kabar dari Om Tian,” jawab Yoanna. Laki-laki yang disebut Om Tian oleh Yoanna adalah kaki tangan Arga. Laki-laki itulah yang selalu mendampingi Arga ke mana saja Arga pergi.

Embusan napas panjang dan kasar Allura terdengar jelas. Mendengar jawaban Yoanna membuat otak cerdas Allura langsung bergerak untuk berpikir. Ia yakin apa yang dialami Arga kali ini lagi-lagi disebabkan karena pria itu yang terlalu memforsir diri bekerja. Padahal, sudah sangat jelas dituturkan oleh Dokter Galih—dokter yang menangani kasus Arga ketika masih di Jakarta—bahwa Arga tidak boleh memaksakan dirinya bekerja sebab akan mempengaruhi kinerja jantungnya yang sudah kadung bermasalah itu. Namun, bukan Arga namanya jika tidak gila kerja. Kadang hal itulah yang membuat Yoanna dan Allura kesal. Akan tetapi, pria itu terlalu pandai untuk membuat suasana hati istri dan anaknya cepat membaik. Bahkan, meski hanya dengan lelucon konyolnya sekalipun.

“Mama pulang aja dulu, ya. Mama istirahat di rumah. Biar Allura yang tungguin Papa di sini,” ucap Allura yang melihat wajah lelah ibunya yang sangat kentara. Jujur saja, ia kasihan melihat Yoanna yang jarang memiliki waktu istirahat berkualitas karena posisinya yang juga memimpin salah satu perusahaan, sama seperti Arga. Yoanna juga harus memposisikan diri sebagai istri dan ibu untuk suami dan kedua anaknya dengan baik. Sebab, Yoanna tidak bisa mempercayakan kebutuhan suami dan anaknya pada orang lain.

Yoanna menggelengkan kepala. Bagaimana bisa ia pulang dan istirahat di rumah dengan tenang jika suaminya saja masih berjuang melawan sakit? Tidak! Yoanna tidak bisa melakukannya. Ia harus menunggu dan memastikan Arga baik-baik saja. “Nggak, Nak. Mama nggak akan tenang kalau di rumah,” balas Yoanna seraya menatap wajah putrinya yang juga tampak sangat sedih. Ia lantas mencoba untuk mengulum senyum manis agar Allura tidak khawatir padanya. Ya, meskipun hatinya terasa sedih dan sakit mendapati kondisi pria yang sangat ia cintai dalam keadaan tidak baik-baik saja.

Meskipun Allura khawatir juga pada Yoanna. Namun, ia tidak bisa memaksa ibunya. Ia hanya bisa mengangguk mengiyakan. Kemudian, menuntun tubuh Yoanna untuk duduk di kursi tunggu di depan ruang UGD. Ia kalungkan sebelah tangannya di pundak Yoanna dan ia elus lembut tubuh ibunya. Perlakuan yang sebenarnya selalu membuat Yoanna merasa tidak enak hati pada Allura. Bagaimana tidak? Harusnya Yoanna-lah yang memberikan semangat dan menenangkan Allura. Bukan justru sebaliknya. Akan tetapi, Yoanna tidak bisa berpura-pura kuat meskipun ia sudah mencoba sekeras yang ia bisa. Melihat kondisi Arga yang kembali anfal atau sakit selalu sukses membuat Yoanna lemah.

Allura menyandarkan kepalanya di tubuh Yoanna. “Ma, Papa akan baik-baik, ‘kan?”

Yoanna tidak bisa menjawab dengan kata. Ia hanya bisa menganggukkan kepalanya saja seraya melangitkan harapan untuk Arga.

“Tadi di kampus Allura juga nemuin orang yang sama kayak Papa, Ma. Dia punya penyakit yang sama. Dan yang terjadi padanya tadi persis seperti yang sering Papa alami,” tutur Allura tentang apa yang ia temukan di kampus saat bertemu Shaquille. Dan ya, yang Allura ceritakan pada sang ibu saat ini adalah tentang Shaquille.

“Saat Allura ngelihat dia, Allura seperti lagi lihat Papa kalau anfal, Ma,” lanjut Allura. Ia kemudian membayangkan bagaimana kondisi Shaquille tadi. Juga … Allura teringat akan beberapa kemiripan yang ada di dalam diri Shaquille dengan Arga. “Ma,” panggil Allura.

“Iya, Nak. Kenapa?”

“Orang itu juga mirip sama Papa, Ma. Kelopak matanya benar-benar kelihatan seperti Papa,” terang Allura pada ibunya.

“Orang siapa yang kamu maksud, Ra?”

“Orang yang Allura temuin di kampus itu, Ma. Namanya Sha ….”

Pintu ruang UGD terbuka, menampilkan sosok pria paruh baya dengan setelan jas snelli ke luar dari sana dan berhasil membuat ucapan Allura tergantung. Allura dan Yoanna langsung bangkit dan mendekat.

“Bagaimana kondisi suami saya, Dok?”

Tampak pria tersebut menghela napas panjang. Kemudian, mengulum senyum tipisnya. “Ibu tenang saja. Suami Ibu kelelahan dan hanya butuh istirahat saja. Dan saran saya agar suami Ibu nggak memforsir diri bekerja, ya. Jantungnya akan berpengaruh dengan aktivitas yang dilakukan oleh suami Ibu,” terang sang dokter pada Yoanna.

“Baik, Dok. Apa saya sudah bisa masuk melihat suami saya, Dok?”

“Tentu saja, Bu. Silakan!”

Allura dan Yoanna langsung memasuki ruang UGD untuk melihat Arga. Di dalam ruangan itu mereka melihat tubuh Arga yang masih berbalut kemeja terbujur di atas ranjang pesakitan yang tipis.

“Pa,” panggil Allura dan sukses membuat kelopak mata Arga terbuka. Lagi-lagi, mata itu membuat Allura teringat pada Shaquille. Sungguh! Mata Arga benar-benar sama seperti milik Shaquille. Namun, Allura langsung menepis pikirannya tentang laki-laki itu. Tidak penting. Bukankah di dunia ini banyak manusia yang memiliki kelopak mata yang sama?

Arga menatap istri dan putrinya secara bergantian. Ia kemudian menunjukkan raut wajah penuh sesal. “Maafin Papa,” ucap Arga. Selalu saja begitu. Arga selalu meminta maaf jika sudah anfal seperti ini. Ia selalu merasa merepotkan keluarganya hanya karena kondisinya yang lemah. “Maafin Papa karena harus membuat kalian repot lagi,” ucap Arga lagi.

Yoanna meraih tangan suaminya dan menggenggamnya. “Jangan bicara kayak gitu. Mama, Allura, dan Kai nggak pernah ngerasa Papa repotin kok,” ucap Yoanna seraya mengulum senyum paksanya. Ia ingin menepis semua rasa bersalah yang muncul dalam pikiran Arga. Yoanna tidak ingin juga jika Arga merasa terbeban oleh pikirannya sendiri dan akan mempengaruhi kondisi jantungnya.

“Allura,” panggil Arga dan sukses menarik atensi Allura sampai perempuan itu mengikis jarak. “Maaf, ya, gara-gara Papa kamu harus pulang dari kampus.”

Allura hanya mengulum senyum manisnya. “Nggak cukup, ya, cuma dengan kata maa faja. Kalau sudah sembuh nanti, Papa harus bayar karena sudah bikin Allura ninggalin kuliah,” ucap Allura melayangkan candaan. Ia tidak ingin menjebak diri dan orang tuanya pada situasi yang kemudian membuat pikiran mereka menjadi terjejal dan terbeban. Ia harus pandai-pandai mencairkan suasana seperti ini.

“Kalau ada lampu hijau dari komandan, Papa berani. Tapi, kalau nggak ada. Maaf, ya, Papa takut banget sih,” balas Arga seraya melirik istrinya. Ya, yang Arga maksud komandan adalah Yoanna.

Sedang Yoanna hanya bisa menggelengkan kepala melihat tingkah dua manusia yang begitu berarti dalam hidupnya itu. Berada di dalam situasi di mana anak dan suaminya bisa melayangkan candaan dan bisa membuat suasana menjadi lebih baik selalu sukses membuat hati Yoanna menghangat. Dan Yoanna selalu berharap bahwa keluarganya akan tetap hangat dan harmonis seperti ini.

“Nanti Allura yang urus,” balas Allura dan tertawa. Lalu, tawa Yoanna dan Arga juga ikut terdengar.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!