Teror Tak Kasatmata
Ayam jago terus berkokok meski darah segar masih menetes dari golok di tangan pak Sanusi. Pria baya itu menatap samar ke sekeliling, seiring tubuhnya yang merinding. Karena percaya tidak percaya, kokok ayam jago menjelang larut malam, konon bertanda ada wanita hamil di luar nikah, atau malah memang ada yang dengan sengaja melakukan zin*a.
Di kampung pak Sanusi tinggal masih percaya pada kode dari alam semacam itu. Hingga pak Sanusi yang sudah kesal setengah mati pada kelakuan Gendis sang putri yang sangat badung, dan akhir-akhir ini kerap pak Sanusi pergoki mual sekaligus muntah-muntah, meyakini bahwa putrinya yang jarang pulang dan kerap ma*buk-mab*ukan itu lah yang hamil di luar nikah. Belum lagi, kemarin pak Sanusi juga menemukan test pack di dalam tas sekolah milik Gendis. Hingga beberapa saat lalu, pak Sanusi nekat mengeks*ekusi sang putri.
Pak Sanusi lebih memilih Gendis mati di tangannya sendiri, daripada Gendis hidup tapi hanya membuat dosa. Terlebih pak Sanusi juga merasa malu karena ulah Gendis kerap dikeluhkan warga yang tak segan menegurnya. Karenanya, meski beberapa saat lalu Gendis berdalih sekaligus bersumpah tidak pernah hamil, pak Sanusi tetap nekat memba*cok sekaligus meni*kamnya berulang kali. Baco*kan sekaligus tik*aman yang pak Sanusi yakini bisa mengantarkan sang putri pada kematian.
“Kalau ayam jagonya masih berkokok, ... berarti ... Gendis memang enggak hamil?” lirih pak Sanusi.
Tak beda dengan suaranya, tubuh pak Sanusi juga jadi gemetaran hebat. Kebas ia rasakan bersama penyesalan yang membuatnya ketakutan.
Golok di tangan kanan pak Sanusi jatuh seiring tubuh pria itu yang berakhir jongkok. Di hadapannya, seorang wanita muda yang ia panggil Gendis sudah pucat pasi. Kedua mata yang tadi sempat menuntut keadilan kepadanya, kini juga sudah terpejam sempurna. Tak ada lagi yang tersisa termasuk itu rintih sakit yang terdengar sangat lirih dari sang putri. Namun, darah segar tak hentinya mengalir dari kedua sisi leher, kedua bagian dadanya, dan juga perut Gendis. Darah yang langsung menyatu dengan sungai di dekat rumah, ketika pak Sanusi nekat melempar tubuh sang putri ke sana.
Sungai yang awalnya berwarna agak keruh di sana seketika menjadi berwarna merah, setelah tubuh Gendis yang diekse*kusi oleh bapaknya sendiri, dibuang ke sana. Dan kini, tetesan demi tetesan air berwarna merah sekaligus beraroma anyir, mendarat di wajah tampan seorang Aqwa. Pemuda berusia dua puluh dua tahun itu menggunakan kedua tangannya untuk menutupi wajah guna menghalau tetesan air yang memang mengganggu tidurnya.
Yang membuat Aqwa langsung istighfar sekaligus menahan napas, tak lain karena baru juga ia berusaha duduk, sepasang kaki tak beralas, terasa dingin sekaligus basah, mendadak menginjak kepala dan sebagian wajahnya.
Terlahir sebagai anak indigo yang juga memiliki kekuatan super, memang membuat Aqwa si Tuan Muda berwajah rupawan, harus berurusan dengan sederet makhluk tak kasat mata. Kebanyakan dari mereka, selalu meminta tolong atau malah berusaha membunuhnya untuk mendapatkan kekuatan abadi. Selain itu, cara mereka datang kebanyakan juga dengan tidak sopan, layaknya sekarang.
“Aku potong kakimu, biar kamu enggak bisa jalan! Baru datang langsung enggak sopan!” ucap Aqwa masih menyikapi keadaan dengan tenang. Ia bahkan memilih melipir ketimbang memberontak dan itu akan membuat lawannya makin tidak nyaman. Meski untuk kali ini, sosok tak kasat mata yang menghampirinya memang terbilang kurang aj*ar. Karena bukannya tahu diri, sosok tersebut malah mendadak menampakkan wajah tepat di hadapan Aqwa yang sudah berhasil duduk, tapi sosok wanita itu mengubah kakinya yang berada di atas.
“Ngapain kamu begitu? Itu enggak lebih baik dari yang tadi!” kesal Aqwa meski level kesalnya, tetap terdengar lembut penuh pengertian, tak kalah lembut dengan wajah tampannya yang selalu terlihat tenang.
“Biar kakiku enggak dipotong sama kamu. Tadi kamu sendiri yang mengancam, ... tapi aku akui, kamu sangat tampan!” ucap si wanita bergaun putih kusam dan rambutnya panjang awut-awutan. Tak beda dengan tubuhnya yang lain, rambutnya yang seolah sudah sangat lama tidak dirawat bahkan sekadar disisir, juga basah.
Aqwa mendapati waktu di layar ponsel miliknya yang ia nyalakan menunjukkan pukul 00.05. Ia menghela napas pelan, dan sudah langsung menoleh ke belakang hingga tatapannya mendapati kasur empuknya basah karena ditempati hantu wanita tadi.
“Satu minggu lagi harusnya aku menikah. Namun wanita penunggu Jembatan Sungai Merah, memintaku untuk menemaninya,” ucap si wanita.
Seiring cerita si wanita, Aqwa melihat kronologi yang dimaksud. Di benaknya, semua itu terputar. Bahwa si wanita di belakangnya yang kebetulan melintas maghrib-maghrib seorang diri menggunakan motor, mengalami kecelakaan tunggal kemudian tenggelam ke Sungai Merah bersama motornya.
“Wanita itu menyimpan dendam yang tidak berkesudahan. Dia akan mem*bunuh setiap orang bahagia yang melintas di sana tanpa kenal waktu. Namun khusus menjelang maghrib hingga
selepas subuh, dia akan menampakkan diri menjadi wanita yang sangat cantik bergamis merah,” lanjut si wanita.
Kini, yang langsung Aqwa ingat ialah mimpinya sebelum makhluk tak kasat mata yang mengaku bernama Dewi itu datang. Kejadian mencekam seorang bapak yang dengan tega mengh*abisi putrinya sendiri kemudian membuangnya ke sungai yang warna airnya jadi berwarna merah karena darah dari si anak terus mengucur. Darah yang juga membuat air sungai berbau anyir, layaknya tubuh Dewi yang sudah menjadi penghuni sungainya.
“Tolong sampaikan kepada calonku, untuk merelakan kepergianku. Tolong katakan kepadanya, untuk segera mencari penggantiku. Dia harus menikah dengan wanita lain, agar dia bahagia bersama keluarga kecilnya. Dia orang yang sangat baik, ....” Dewi tak kuasa melanjutkan ucapannya. Ia tersedu-sedu dan membuat suasana di sana jadi terguncang-guncang mirip terkena gempa.
Aqwa menatap tak nyaman suasana di kamarnya yang terbilang mewah.
“Besok jenazahmu akan ditemukan. Calonmu pasti juga tahu.”
“Kata siapa?” sergah Dewi yang sekujur kulitnya sudah mulai mengelupas. Beberapa belatung kecil yang menyertai juga kadang berjatuhan dari sekujur tubuhnya.
Karena Aqwa hanya diam, Dewi pun menarik kesimpulan, kejadian yang baru Aqwa sampaikan memang pemuda itu ketahui dengan sendirinya. Buktinya, alasannya tertarik ke sana pun karena dem*it sekitar Jembatan Sungai Merah menyarankannya untuk mendatangi seorang pemuda bernama Aqwa. Pemuda itu tinggal di sebelah pesantren besar di desa mereka, dan kebetulan merupakan cucu dari pemilik pesantrennya.
Paginya setelah selesai salat subuh, Aqwa sengaja membuktikan kebenaran wanita penunggu Jembatan Sungai Merah. Terlebih dari desas desus yang beredar karena memang bukan hanya kabar dari Dewi, sosok wanita itu akan menampakkan diri menjadi wanita cantik bergamis merah, ketika menjelang petang atau itu magrib, maupun menjelang pagi selepas Subuh. Waktu yang Aqwa dan sebagian besar orang ketahu menjadi waktu para jin dan makhluk tak kasat mata lainnya berkeliaran.
“Jadi dia yang aku lihat di mimpiku? Dia tidak terima karena dihab*isi secara paksa oleh bapaknya sendiri, setelah dituduh hamil di luar nikah?” batin Aqwa.
Aqwa yang mengendarai motor matic membuktikannya sendiri. Ada wanita cantik bergamis merah dan tak segan tersenyum kepadanya dan jelas berusaha menggod*anya. Dunia Aqwa seolah berputar lebih lambat tak ubahnya adegan slow motion yang kerap menghiasi layar kaca. Apalagi, berpapasan layaknya sekarang dan si wanita bergamis merah tak segan mengajaknya berkomunikasi, tak hanya membuatnya merinding. Karena mungkin efek sosok tersebut yang sangat pendendam, tubuh Aqwa juga perlahan seperti dipanggang. Aqwa bisa merasakan panas dari dendamnya si wanita bernama Gendis itu.
“Brrraaaakkkkk!” Dinding tak kasat mata mendadak tertabrak dan membuat Aqwa terjatuh bersama motornya. Dinding yang Aqwa yakini menjadi alasan setiap korban berjatuhan di sana, dan salah satunya Dewi.
Dalam sekejap, wanita bergamis merah itu sudah ada di hadapan Aqwa. Wajah yang awalnya cantik, juga kulitnya yang teramat mulus, perlahan menjadi gelap disusul aroma bus*uk yang teramat menu*suk. Yang lebih membuat Aqwa bergidik, darah berbau anyir detik itu juga mengucur dari setiap luka Gendis, layaknya kejadian yang menghiasi mimpinya.
Iya, Aqwa yakin, apa yang terjadi merupakan pembalasan yang ingin Gendis lakukan. Namun, kenapa Gendis harus menyeret orang lain ke dendamnya? Kenapa Gendis tak melakukannya kepada pelakunya dan itu bapaknya?
Lantas, apa yang akan terjadi? Apakah Aqwa akan baik-baik saja dan berhasil menghadapi Gendis, si wanita penunggu Sungai Merah yang dikuasai dendam?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
Al Fatih
baru mampir bun
2024-06-13
0
estycatwoman
Innalillahi kejam nian , kdang aq mikir mnsia tuh lbih kejam dri setan ato binatang seklipun gk akan bnuh darah dging sendri loh , masak kita kalah sma hewan yg notobene tdk brakal 😢
Alhamdulillah setlh marathon baca Rain ma Paojan bisa mampr kesini .
Suka bnget ni yg ada nuansa creppy2 gtu 😂.
Karya thor smua keyyyen babnya gk yg trlalu pjng2 smpe 400 episde jadi enk marathon pling 3 hari kelarin 1 jdul
Thanks 🙏🥰🥰
2024-04-16
1
Muhammad Fauzi
mau stop bacanya tapi penasaran ma ceritanya...
aqwa ne anaknya kim dan ryuna kan.
2024-03-20
0