Sampai di dapur, Aqwa sudah disambut pemandangan yang mengkhawatirkan. Bukan lagi penampakan seram atau suara yang membuatnya bergidik. Melainkan aroma anyir dan air merah darah layaknya air Sungai Merah yang menghiasi beberapa bagian lantai di sana, khususnya sekitar mamahnya dan Asih.
Aqwa yakin, sang mamah dan juga ART mereka pingsan gara-gara diganggu hantu penghuni Sungai Merah, tapi harusnya itu bukan Dewi. Tak kalah mencolok, Aqwa juga mendapati darah sebagai isi dari cangkir di meja.
Dengan hati-hati, Aqwa melangkah mendekat. Isi cangkir berwarna ungu kesayangan milik mamahnya benar-benar darah, bukan lagi ramuan herbal seperti biasanya. Yang lebih membuatnya terkejut, di dalam teko dan masih berisi darah, juga Aqwa dapati gulungan rambut. Setelah susah payah menahan mual, Aqwa yang bermaksud membawa teko tersebut pergi dari sana justru menjerit histeris karena Asih yang tiba-tiba bangun dan lebih dulu teriak.
“Asih!”
“Ini, beneran Mas Aqwa?”
“Kamu pingsan apa amnesia? Memangnya di mata kamu aku siapa?” sebal Aqwa yang baru kali ini takut, tapi malah gara-gara Asih dan jelas-jelas manusia. Gadis berhijab itu bahkan memiliki paras cantik sekaligus bersahaja.
Tak beda dengan Aqwa, Asih juga langsung mual gara-gara aroma anyir dari teko yang Aqwa bawa dan memang sangat menu*suk. Hanya saja, Asih yang sangat tanggung jawab dengan posisinya di sana, buru-buru mengambil alih.
“Buang sama teko-tekonya saja sih ke selokan!” seru Aqwa. Pada kenyataanya, hubungan mereka memang dekat karena sejak kecil, jika Aqwa sedang di kampung, mereka pasti bersama.
Asih merupakan anak dari ART keluarga Aqwa. Namun setelah orang tuanya meninggal, Asih hanya sebatang kara di sana dan akan bekerja sambil mondok di pondok sebelah.
“Jangan, Mas. Ini teko kesayangannya ibu, hadiah dari papah Mas kan. Nanti dicuci pakai kembang tujuh rupa saja!” ucap Asih sambil terus berlalu sambil sesekali menoleh sekaligus menatap Aqwa.
“Dicuci pakai kembang tujuh rupa? Lah, kamu mau mandiin teko apa mau mandiin bujang lapuk biar cepat dapat jodoh, Sih?” heran Aqwa yang memilih memboyong sang mamah ke kamar terlebih yang ia tegur malah cekikikan.
Sekitar dua puluh menit kemudian, semuanya sudah dibereskan. Dari teko dan cangkir yang sudah dicuci bersih dan ada di rak kering, juga lantai yang tak lagi basah dan kembali wangi. Tentu saja, di balik kerapihan sekaligus keadaan wangi tersebut ada Asih yang sudah sangat bekerja keras.
“Mas pasti nekat main ke Sungai Merah, ya? Sudah saya tebak, Mas cari gara-gara!” ucap Asih sambil menghidangkan satu nampan berisi nasi lengkap jatah sarapan Aqwa.
“Kasur Mas juga basah, aromanya khas banget sama aroma Sungai Merah,” lanjut Asih sambil mulai memasuki taman sebelah. Ia siap mengurus setiap pot berisi bunga di sana.
Sedikit banyaknya, Asih juga tahu jika Aqwa memiliki kemampuan sekaligus kekuatan istimewa. Hanya saja, ia juga tak percaya, ada suara-suara tak kasat mata yang silih berganti berbisik memanggil namanya, tepat di kedua telinganya. Asih merinding dan tak kuasa mengakhirinya.
“Doa, sih, doa!” ucap Aqwa yang memang mengetahui apa yang terjadi pada Asih. Ia bahkan bisa mendengar suara-suara tak kasat mata yang terus mengganggu Asih.
“Aslinya aku enggak takut, Mas! Aku beneran enggak takut asal mereka enggak main curang hanya suara atau mendadak jadi penampakan. Kalau mereka berani, ayo lawan aku secara nyata. Mau tanding masak, bersih-bersih rumah, urus taman, kolam, atau tanding ngaji, oke aku ladenin! Intinya aku hanya kaget sama deg-degan!” tegas Asih sembari menghampiri Aqwa yang mulai makan. Ia mengelus tengkuknya yang sibuk merinding, tapi ia justru mendapati sang majikan sibuk menahan tawa di tengah kenyataan Aqwa yang tengah mengunyah. “Mas, ih!” keluh Asih lantaran Aqwa malah menertawakannya.
Aqwa memiliki alasan kuat kenapa dirinya merasa bebas bahkan nyaman berinteraksi dengan Asih tanpa memandang status gadis itu. Karena dari semuanya, Asih menjadi satu-satunya yang anti baper kepada Aqwa. Terlebih sejauh ini, hantu saja sampai terpesona pada tampang Aqwa yang memang mempesona.
“Eh Mas, aku lupa bikin wedang herbal buat mama Mas. Takutnya Mamah Mas jadi kepikiran,” ucap Asih buru-buru pergi dari sana, padahal yang diajak bicara belum merespons.
“Sih ...?” lirih ibu Ryuna beberapa saat kemudian sembari melangkah sempoyongan menghampiri Asih yang sedang mencuci piring bekas Aqwa makan.
“Ibu baru bangun?” sapa Asih yang sudah langsung bersandiwara. Di depan pintu masuk dapur sana, Aqwa yang mengintip langsung memberinya dua jempol tangan.
“Hah ...? Baru bangun?” ibu Ryuna terheran-heran sembari memijat pelipis kanannya. Masa iya, dirinya baru bangun sementara yang ia ingat, ia baru saja diganggu oleh hantu? Namun, apa yang Asih katakan sambil menuang ramuan herbal dari poci sekaligus cangkir kesayangannya, membuatnya percaya. Meski jujur saja, adegan sebelum ia yakin dirinya pingsan, dirasanya sangat nyata. Hantu wanita bergamis merah basah, dan baunya sangat anyir, dirasanya sangat nyata. Alasan yang sudah langsung membuatnya mencari sang putra.
Ibu Ryuna khawatir, hantu bergamis merah bertubuh basah, akan membahayakan sang putra yang memiliki pantangan air.
“Asih ....” Suara wanita yang silih berganti berbisik-bisik ke telinga kanan maupun kiri Asih, kembali mengganggu Asih. Sepanjang hari ini kejadian tersebut terus terjadi, tapi Asih yang yakin dirinya tidak takut, berusaha abai.
Namun, di sore menjelang petang, Asih memergoki Aqwa buru-buru membawa motor kemudian pergi. “Eh, eh ... tuh orang mau ke mana? Jangan-jangan masih mau ke Sungai Merah lagi buat ketemu si wanita bergamis merah yang sudah rusuh ke ibu Ryuna? Enggak bener ini, takut mas Aqwa kenapa-napa!” lirih Asih.
Tanpa pikir panjang, Asih sudah langsung meraih helm miliknya. Kebetulan, ia diberi motor khusus oleh keluarga Aqwa. Padahal tak lama setelah kepergian Asih, Aqwa yang asli baru saja keluar dari pondok pesantren bersama sang mamah.
“Itu si Asih mau ke mana, yah, Mas? Tumben enggak pamit?” ucap ibu Ryuna yang memang ikut melihat.
Dalam diamnya, Aqwa sudah langsung bisa melihat alasan Asih pergi. Namun di penglihatan istimewanya, yang Asih susul bukanlah sosoknya, melainkan sosok Gendis yang sengaja menyamar jadi Aqwa.
“Mas!” ucap ibu Ryuna sengaja menepuk sang putra yang malah bengong. Namun setelah terlihat terkejut, Aqwa malah buru-buru pamit.
“Astaghfirullah aku lupa kalau aku sudah janjian sama Asih mau beli ....” Aqwa yang tak pandai berbohong jadi kesulitan mencari alasan. Namun, ia sungguh harus segera menyusul Asih yang diselong—atau itu dilinglungkan oleh tipu daya Gendis. Gendis ingin menjeratnya melalui Asih dan Aqwa tidak bisa tinggal diam!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
Fandiaa
owalah kirain si aqwa make jurus Kage Bunshin no Jutsu 😅
2024-09-11
0
Hj. Raihanah
ehhh seremmm Kali😱😱😱
2024-01-31
0
Indah Permatasari
favorit..../Determined/
2024-01-07
0