Asih memilih mengakhiri tatapannya lebih dulu lantaran ia terlalu takut jika Aqwa benar-benar membencinya. Ia menutup pintu dan perlahan duduk sembari menyandarkan punggung berikut kepalanya pada pintu yang sudah sampai ia buka. Ketika pandangannya tak sengaja melihat kedua kakinya, detik itu juga Asih ingat jika kedua kakinya sempat menjadi ekor ketika wujudnya menjadi separuh ikan. Sementara ketika akhirnya kedua tangannya tak sengaja meraba perutnya, detik itu juga jantungnya berdegup lebih kencang.
Ketakutan itu langsung Asih rasakan. Rasa takut yang sampai membuat tubuhnya seperti dipanggang melebihi ketika ia harus menghadapi hantu Gendis.
“Aku dan mas Aqwa sudah ... kami diwajibkan melahirkan penerus di kerajaan sana dan nantinya akan menjadi pengganti nyawa yang sudah mas Aqwa terima. D-dengan kata lain, aku akan hamil? N-namun ... namun bagaimana dengan nasib anak kami? Apakah dia akan tinggal di sana dan menjadi bangsa ikan sementara aku saja tidak tahu nasibku setelah ini? Atau ... anakku juga akan mengikuti jejakku? Masalahnya andai aku hamil, ... apa kata orang atau setidaknya keluarga ini karena aku tak mungkin mengabarkan hubunganku dan Mas Aqwa yang sangat tidak bisa diterima logika. Astaga ....” Asih yang menjadi sibuk berbicara dalam hati, menjadi tidak baik-baik saja.
Asih berpikir sangat keras, hingga meski masih bertahan duduk karena tenaganya yang sudah terkuras, Asih memiliki beberapa rencana. Salah satunya yaitu, Asih akan pergi membawa kehamilannya andai ia memang hamil. Masalahnya, calon anaknya itu ibarat penebus nyawa Aqwa dan otomatis, nyawa Aqwa bisa dalam bahaya andai Asih melanggar perjanjian mereka. Masalahnya, seberapa pantas kejadian di luar nalar itu bisa dipercaya?
“Sebentar ... apa hal ini juga yang menjadi alasan bapak dan mamak melarangku masuk ke sungai maupun semua lokasi yang berair, meski itu hanya memasukan sedikit kakiku? Namun, kenapa mereka sampai berurusan dengan para ikan itu?” pikir Asih lagi.
Di tempat berbeda, Aqwa yang baru masuk kamar mandi di dalam kamarnya, masih saja belum bersemangat. Aqwa membuka dua kancing kemeja paling atas, sebelum melepas kemejanya tanpa benar-benar membuka kancingnya. Bersamaan dengan itu, ada bunyi nyaring yang jatuh. Sementara ketika Aqwa memastikannya, ternyata itu tiga butir emas dan Aqwa kenali sebagai air mata si ratu ikan.
Air mata dari wanita ikan berwajah sangat cantik dan bagi Aqwa cukup mirip dengan Asih khususnya kedua matanya, memang selalu berubah menjadi butiran emas. Sementara sepanjang mereka melakukan hu*bungan layaknya suami istri untuk menghasilkan anak, si ratu ikan yang sampai berubah wujud menjadi manusia sempurna, tak hentinya menitikkan air mata. Karena meski wanita itu berdalih sangat tergila-gila kepada Aqwa, pada kenyataannya si wanita justru terkesan jauh lebih terpaksa dalam menjalani sengga*ma dengan Aqwa, dari Aqwa.
“Aku harus menceritakan ini ke opa,” pikir Aqwa sambil menggenggam erat ketiga butir emasnya dan besarnya tak lebih besar dari biji jagung manis yang masih agak muda. “Apa yang aku alami benar-benar nyata!”
***
Kegelapan di subuh tadi perlahan mulai terang dan bahkan makin cerah bersama matahari pagi yang akhirnya mulai menyinari kehidupan. Tampak ibu Ryuna yang sengaja menggunakan motornya sendiri untuk belanja keperluan dapur di pasar. Suasana pedesaan yang khas dan dihiasi beberapa warga yang memulai aktivitasnya ke sawah maupun berjualan, ibu Ryuna lalui penuh ketenangan.
Berbeda dengan Aqwa yang memilih tidur setelah membersihkan diri kemudian salat, Asih yang posisinya merupakan pekerja, memaksakan diri untuk membereskan pekerjaannya. Wanita berstatus gadis tapi tak lagi gadis itu mengerjakan semuanya dengan rasa letih yang kerap membuatnya menguap.
“Asih ....” Suara lirih seorang wanita disertai sekelebat yang sibuk berlarian di belakang Asih, sukses membuat wanita itu terjaga. Namun seperti biasa, keadaan yang refleks membuat Asih merinding, tak sampai disertai penampakan ketika akhirnya Asih menoleh sekaligus memastikan.
Di tengah detak jantungnya yang menjadi berdegup lebih kencang, Asih yang tengah mengepel ruang keluarga di lantai bawah kediaman keluarga Aqwa merasa, suara wanita tadi berbeda dengan suara Gendis.
“Asih ....” Sekali lagi, kali ini suara itu malah disertai sekelebat bayangan yang memutari tubuh Asih secara sengaja disusul wajah dari sosok tersebut yang berusaha mendapatkan balasan tatapan Asih. Sosok itu sampai melongok wajah Asih hingga Asih memilih memejamkan erat kedua matanya seiring ia yang membaca doa.
Namun, baru juga Asih melafalkan ta awudz, sosok tersebut dan memang seorang wanita, justru tertawa. Tawa yang menggema dan sudah langsung membuat dada Asih bergemuruh menahan sesak efek ketakutannya. Tawa yang juga membuat Asih curiga jika sosok tersebut malah sebangsa kuntilanak atau wewe gombel.
“Siiih? Sih, kamu kenapa, sih?” Ibu Ryuna menatap khawatir Asih yang terlihat jelas ketakutan. Setelah menjatuhkan tongkat pelnya, Asih yang terus memejamkan erat kedua matanya, juga berangsur jongkok sambil membekap kuat-kuat kedua telinganya.
Ibu Ryuna yang sengaja belanja ke pasar karena tak mungkin menyuruh Asih dan baginya harusnya istirahat layaknya Aqwa, segera menepikan dua kantong belanjaannya. Ia memberikan pelukannya kepada Asih yang sudah berkeringat parah khususnya wajahnya. Selain itu, Asih juga ngos-ngosan parah, seolah wanita itu baru saja lari sangat kencang.
“Istighfar, Sih. Istighfar ... mungkin ada temannya mas Aqwa yang kebetulan sedang main,” yakin ibu Ryuna sambil tetap merengkuh tubuh Asih, meski ia berusaha menatap Asih.
“Namun sepertinya bukan, Bu. Tadi sepertinya, wanita ... wajahnya hitam, termasuk giginya. Hanya matanya saja yang putih, sementara rambutnya panjang kusam. Dan, ketawanya menggema, serem banget!” cerita Asih, lirih dan ia mendapati kedua punggung tangannya yang sudah langsung merinding.
“Kok, ciri-ciri yang Asih katakan, mirip wewe gombel dan kuntilanak, yang sering ngikutin aku pas aku hamil mas Aqwa, ya?” pikir ibu Ryuna yang sudah langsung teringat kisahnya di novel : Saling Cinta Setelah Menikah.
Yang membuat ibu Ryuna tak kalah terganggu, tak lain ketika Asih jalan. Langkah Asih jauh berbeda dari biasanya yang lincah. Karena kini, selain pelan, langkah Asih juga agak ngangkang seolah wanita yang ia kenal baik dari kecil itu menahan sakit tersendiri di area kewani*taannya.
“Mirip pas aku habis pertama kalinya berhubungan sekaligus campu*r dengan papahnya mas Aqwa. Tapi, masa iya? Kalau sampai iya, sama siapa? Apa ini masih berkaitan dengan kepulangan Asih dan mas Aqwa. Mereka pulang bareng, sama-sama kuyup dan bau ikan. Mas Aqwa sampai ganti pakaian, bukan pakaian yang kemarin. Dan ... gangguan dari kuntilanak atau wewe gombel ke Asih ... harusnya ini enggak mungkin hanya kebetulan,” pikir ibu Ryuna yang buru-buru menyusul Asih. Sembari membawa dua kantong besar hasil belanjanya di pasar, ia menatap lebih saksama keadaan Asih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
Mega Mkf
sbnrnya kl di rangkum dr asih yg ngk boleh ini atau itu sm ortu,asih sndri udh fahamdan tau,tp sayang asihnya sndri yg yg lemot,oon,,,, kebanyakan makan micin si asih jd kayak gitu,,,, rasanya gemes bgt aku sm perempuan2 kyk asih,,,,
2023-12-14
1
Ainisha_Shanti
akan kah sejarah ryuna n kim berulang kembali pada asih dan aqwa?
2023-09-25
0
Firli Putrawan
/Heart/
2023-09-25
0