Asih yang masih terlalu syok dengan perubahan dirinya, masih terpaku menatap sosok Kim. Namun dalam beberapa detik kemudian, di belakangnya sudah berisik.
“Ada manusia! Ayo kita bunuh manusia itu!”
Mendengar suara tersebut dan sudah langsung kompak sepakat, Asih sudah panik. Lebih panik lagi lantaran ketika ia menoleh sekaligus kembali menatap Aqwa, sosok bergamis merah dan berambut panjang yang juga terus menyemburkan cairan merah kayaknya darah, sudah lebih dulu melesat menghampiri Aqwa. Tak kalah membuat Asih terkejut, dirinya yang sempat tenggelam sebelum mendadak menjelma menjadi setengah ikan, dengan cepat bisa berenang.
Asih menatap takjub kemampuannya itu. Tubuhnya melesat cepat tak kalah dari sosok bergamis merah. Kemudian menggunakan ekornya, Asih mengha*ntam si wanita bergamis merah agar menjauh dari Aqwa.
Gendis sudah langsung terempas kesakitan, tapi arwah pendendam itu tidak tinggal diam. Di lain sisi, meski Asih menanggapinya dengan penuh kedamaian, Asih tetap tak kalah bengis mengusir Gendis menggunakan ekornya. Yang mana, Asih makin dibuat takjub karena tiba-tiba ada senjata layaknya panah yang keluar dari telapak tangannya. Seolah sudah paham cara menggunakannya, Asih dengan segera mengarahkan anak panahnya ke Gendis.
Bukannya melawan dengan bengis layaknya sebelumnya, Gendis yang ketakutan justru memilih menghilang. Namun, perseteru*an Asih dengan Gendis justru membuatnya kecolongan. Karena Aqwa sudah diambil alih oleh makhluk-makhluk bertubuh setengah ikan dan tadi sempat memanggilnya dengan sebutan “Tuan Putri”.
Asih menatap tak paham kenyataan di sana. Manusia setengah ikan itu malah seolah menawan Aqwa yang sudah sekarat. Tentunya Asih tidak lupa bahwa majikannya itu akan langsung mengalami hal fatal jika sampai berurusan dengan air berskala besar layaknya sekarang.
“Jangan melukainya!” tegas Asih yang merasa, jiwanya yang sempat agak penakut, kini benar-benar pemberani. Ia tak ubahnya ksatria wanita, tapi Asih merasa ada yang aneh dalam dirinya. Bukan hanya wujudnya yang sulit dimengerti apalagi diterima logika, melainkan, wajah Aqwa dan semua yang berkaitan dengan pria itu, membuatnya berambisi untuk memiliki.
“Enggak bener ini. Padahal semasa sebelum ini, aku beneran biasa saja ke mas Aqwa. Jangankan baper, yang ada malah sering kesel. Apalagi kalau enggak jail, mas Aqwa manja banget mirip bayi. Memang mas Aqwa bayi tua, kan!” batin Asih. Layaknya ketika mengejar Gendis, kini tubuhnya juga dengan cekatan berenang. Ekornya yang panjang membuatnya dengan sangat ringan sekaligus cepat sampai tujuan.
Namun, seketika semuanya kompak mengarahkan mata tomb*ak ke Aqwa yang sudah sekarat. Kedua mata Aqwa sudah sepenuhnya terpejam karena pemuda itu memang sangat lemah jika berurusan dengan air apa lagi tenggelam.
Di tempat berbeda, ibu Ryuna sudah panik luar biasa. Telapak sekaligus jemari tangan kanannya berdarah karena tergores pecahan teko sekaligus cangkir herbalnya yang terkapar di lantai dekat meja makan. Seolah memiliki firasat kuat, wanita itu sudah mondar-mandir gelisah. Kedua tangannya terlebih jemari tangan kanannya yang terluka, gemetaran hebat.
“Sudah adzan, kok belum pulang. Enggak Asih, apalagi mas Aqwa!” batin ibu Ryuna yang melongok suasana luar dari teras depan rumahnya.
Di rumah mewah sebelah pesantren ia tinggal, kini ibu Ryuna memang hanya bertiga di sana bersama Asih dan Aqwa lantaran sisanya ada di Jakarta. Kendati demikian, beberapa santri maupun tetangga, akan kerap datang terlebih jika ibu Ryuna sampai meminta bantuan layaknya sekarang.
Kecemasan ibu Ryuna memang membuat wanita itu meminta bantuan tetangga untuk menyarikan keberadaan Aqwa. Karena tak biasanya, Aqwa belum pulang padahal adzan magrib sudah terdengar. Biasanya, sepenting apa pun urusannya jika bukan karena telah terjadi hal fatal, Aqwa akan selalu pulang lebih dulu kemudian salat berjamaah di masjid pondok pesantren. Namun kini, dari semua tetangga tidak ada yang melihat Aqwa. Termasuk tetangga jauh setelah ibu Ryuna menyiarkan kabar pencarian Aqwa melalui grup warga sekitar.
“Setelah salat maghrib kami bantu, Bu. Namun ini, luka ibu diobati dulu,” sergah seorang wanita baya yang sudah langsung berusaha mengurus luka di jemari sekaligus telapak tangan kanan ibu Ryuna. Ia sampai memaksa karena ibu Ryuna terus menolak, mengabaikan kesehatannya sendiri demi Aqwa yang sedang dicari.
Namun pada kenyataannya, kekhawatiran ibu Ryuna memang beralasan. Ikatan batinnya dengan sang putra benar-benar kuat karena pada kenyataannya, Aqwa memang tidak bisa baik-baik saja.
“Jika memang Tuan Putri menginginkannya, Tuan Putri wajib menikahinya karena jika tidak, manusia ini harus dib*unuh!” tegas pria paling tua di sana dan jika ditafsirkan ke usia manusia, bagi Asih, pria itu berusia awal kepala lima.
“Apa-apaan?!” komentar Asih langsung sewot. Ia marah, dan tak terima diatur-atur selain ia yang memang sangat mengkhawatirkan Aqwa. Asih akan membawa Aqwa ke daratan segera meski ia sendiri bingung harus bagaimana melakukannya karena wujudnya saja sudah sangat berbeda dari sebelumnya.
Ketika Asih dengan segera mendekati Aqwa dan bermaksud mengambilnya, detik itu juga semua manusia setengah ikan di sana dan jumlahnya ada dua puluh satu, kian mengarahkan moncong tombak kepada Aqwa. Kedua puluh satunya benar-benar akan membunu*h Aqwa. Bahkan ketika Asih memaksa merebut Aqwa, bahu Aqwa malah tertahan oleh sebuah mata tombak. Darah segar sudah langsung mengalir dari sana.
“Nikahi, atau bu*nuh saja karena kehadirannya bisa mengancam kaum kita!” tuntut si pria tadi dan paling aktif berbicara.
Dito*ong seperti itu, Asih langsung mlongo—bengong. Namun masih dalam hitungan detik dirinya segera menggunakan ekornya untuk menghantam setiap mereka yang menghalanginya.
Asih merengkuh tubuh Aqwa, memangkunya, sekaligus menatapnya penuh kepedihan. Asih tidak berani mencabut tombaknya karena andai itu ia lakukan sementara ia tak tahu bagaimana menghentikan pendarahannya, ia takut hanya akan melukai Aqwa.
“Aku mohon, ... aku mohon, obati dia. Tidak-tidak. Aku akan membawanya pulang!” sergah Asih yang sudah langsung berusaha membopong tubuh Aqwa, tapi dengan cepat, mereka justru dipisahkan.
“Siapkan pernikahan!” tegas pria tadi dan lagi-lagi serba mengatur sekaligus sok berkuasa.
Asih yang memang berjiwa ngeyel sekaligus tidak bisa diatur seenaknya, tidak terima. “Eh, Pak. Dari tadi, Bapak asal ngatur seenaknya. Bapak tidak tahu dia siapa, biarkan saya mengantarnya ke orang tuanya karena sudah sepantasnya seorang anak kembali ke orang tuanya.”
“Dia hampir mati, dan kalian harus menikah agar dia bisa hidup lagi. Namun jika Tuan Putri memang merasa tidak membutuhkan pemuda itu lagi, kami akan membiarkannya mati!” yakin si pria.
Terlalu banyak hal yang tidak Asih pahami. Semuanya terlalu tiba-tiba. Sementara semasa hidupnya, orang tuanya tidak pernah menceritakan apa pun, apa lagi mengenai keadaannya yang bisa berubah wujud menjadi ikan. Namun melihat Aqwa layaknya sekarang, hati Asih remuk redam. Rasa sayang bahkan cinta itu mendadak muncul dengan sangat cepat. Perasaan sekaligus rasanya kepada Aqwa kali ini tak ubahnya kesedihan seorang kekasih yang tak mau ditinggal mati oleh kekasihnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
Al Fatih
jangan kan kau asih,, aq juga bingung,, kenapa bapak2 yg sok berkuasa itu ga menjelaskan dgn secara singkat, padat dan terpercaya.....
2024-06-13
0
Indah Permatasari
aku padamu thor
2024-01-07
0
Sarti Patimuan
Asih dalam dilema
2023-09-25
0