Di tengah kesunyian kegelapan, Aqwa meninggalkan sungai. Berbeda dari sebelumnya saat akhirnya ia terjun ke sungai, kali ini ia memakai pakaian serba panjang warna putih. Hanya saja, pakaiannya sama sekali tidak ternod*a air sungai Merah yang berwarna merah. Meski untuk aroma tubuhnya, tubuh Aqwa benar-benar anyir. Bukan anyir dari darah, melainkan ikan. Iya, tubuh Aqwa benar-benar beraroma ikan hidup.
Bersama suasana hatinya yang benar-benar tidak nyaman, langkah Aqwa menjadi kian ragu. Pemuda itu bahkan berangsur menoleh ke belakang. Membuatnya mendapati wajah cantik Asih yang masih terjaga untuknya. Ikan cantik yang telah menyelamatkan hidupnya, masih melepas kepergiannya. Tak beda dengannya, Asih juga menatapnya penuh keraguan, dari tepi sungai.
Tubuh Asih yang masih berupa ikan, terendam oleh angin sungai. Sementara dada hingga wajahnya mengarah tegap pada kepergian Aqwa.
“Maaf ...,” ucap Aqwa yang benar-benar bingung. Ia bahkan tidak berani menatap Asih lagi. Tak samata karen ia takut, atau malah jij*ik setelah apa yang terjadi. Namun, setelah pernikahan mereka yang serba ditun*tut oleh warga ikan di bawah sana, Aqwa merasa sangat bersalah karena justru meninggalkan Asih begitu saja. Terlebih biar bagaimanapun, Asih istrinya. Hanya saja, Aqwa juga bingung jika harus menceritakannya kepada keluarganya, terlebih jika ia langsung mengenalkan Asih ke keluarganya.
“Terima kasih ....” Aqwa masih menatap serba salah Asih.
“Setiap ucapan yang dia katakan hanya membuat hati ini makin pedih,” batin Asih tak sanggup membalas salam perpisahan Aqwa. Kali ini, ia tak sekadar menepis tatapan Aqwa, melainkan memilih pergi tanpa sepatah kata pun. Jangankan pamit untuk sekadar basa basi, membalas Aqwa saja, tidak Asih lakukan.
“T-tunggu!” tahan Aqwa. Dengan jarak sekitar delapan meter, ia bergegas mendekat.
Ditahan Aqwa, Asih yang sudah membelakangi Aqwa dan nyaris renang, langsung urung. Asih terdiam tegang seiring kepedihan yang ia rasakan. Ia sampai menangis.
“Asih mana? Dia beneran sudah pulang? Dia beneran baik-baik saja, kan?” sergah Aqwa yang kemudian menghentikan langkahnya. Jaraknya dari wanita cantik bertubuh ikan itu tinggal sekitar tiga meter.
“Asih? Aku bahkan jadi tidak mengenal jati diriku lagi. Setelah ini, apalagi ke depannya. Apakah aku masih bisa menjadi manusia, atau malah aku akan tetap begini, menjadi ikan,” pikir Asih.
Sebelum Asih membuat Aqwa kembali mengulang pertanyaannya, terlebih wanita itu paham watak Aqwa yang akan terus bertanya jika belum dijawab dan itu dengan jawaban yang meyakinkan, Asih sengaja balik badan. Ia tak hanya menghadap, tapi juga menatap Aqwa. “Dia sudah ada di tempat yang aman.” Asih tidak mau membuat Aqwa berharap karena ia saja tidak yakin dengan nasibnya.
“Ada di tempat nyaman bagaimana? Kamu enggak lupa dengan perjanjian kita, kan?” sergah Aqwa menagih janji. Karena sampai sekarang, pikirannya mendadak tidak bisa menerawang atau setidaknya melihat masa depan. Yang ada, pikirannya malah terus dihiasi adegan ketika dirinya harus bersengga*ma dengan Asih dalam wujud ratu ikan yang sangat cantik, guna menghasilkan penerus di dunia ikan yang telah menyelamatkannya.
Karena tak mau meru*sak harapan sekaligus kepercayaan Aqwa, mulut Asih yang sudah terbiasa mengomel kepada majikannya, berkata, “Asih sudah di rumah. Mungkin dia belum tidur karena terlalu mengkhawatirkan kamu, apalagi kamu enggak pulang-pulang tanpa kabar. Cepat sana pulang. Tampaknya sebentar lagi subuh dan hantu bergamis merah itu akan kembali berkeliaran!”
“Aku sudah siap untuk menghan*urkannya andai kami kembali bertemu!” tegas Aqwa. Karena asal ia tidak terjebak di dalam tempat berair apalagi sampai tenggelam, ia benar-benar bisa melakukan segalanya.
Asih mengangguk-angguk sambil tetap menatap Kim. “Hati-hati.”
“Jika aku tidak menemukan Asih?” sergah Aqwa sebelum kembali ditinggal pergi.
“Kembalilah,” balas Asih dengan entengnya.
Karena Aqwa terlihat sangat sehat, Asih merasa tidak perlu mengkhawatirkan Aqwa lagi. Karena asal tidak tenggelam, Aqwa memang bisa melakukan apa pun. Sebab membelah jalan aspal saja, pemuda itu bisa melakukannya hanya dengan satu kali tinju.
“Dia benar-benar pergi. Ya sudah,” batin Aqwa yang memutuskan pergi dari sana.
Seperti yang Asih katakan, adzan subuh benar-benar terdengar. Aqwa bisa saja sengaja menunggu hantu bergamis merah penunggu jembatan di atasnya keluar, agar ia bisa merampungkan urusan mereka. Hanya saja, selain ingin segera memastikan keadaan Asih, Aqwa juga mengkhawatirkan keadaan mamahnya. Aqwa yakin sang mamah sudah sangat khawatir.
Seperginya Aqwa, Asih mirip orang hilang. Wanita itu hilang arah karena terlalu bingung. Namun, Asih kembali ke kamarnya, tempat tidurnya dan di sana masih ada jejak Aqwa. Pakaian Aqwa masih ada di sana. Asih sengaja mengambilnya dan perlahan mendekapnya. Melalui pakaian tersebut, ia masih bisa merasakan sisa-sisa aroma tubuh Aqwa.
“Ini harus dilarung sebelum disalah gunakan. Hah? Larung? Ini saja sungai. Hah, sungai? Entahlah, rasanya terlalu pusing, terlalu membingungkan. Lelah juga.” Asih memilih meringkuk di tempat tidurnya sambil mendekap pakaian Aqwa. Ia nyaris tidur, tapi Lumut mendadak datang menyapanya dengan sangat sopan.
“Ada apa lagi?” tanya Asih berangsur duduk dan menatap Lumut yang tersenyum sangat manis kepadanya, penuh terka.
Berada di lingkungan baru bahkan asing, membuat Asih sulit percaya kepada siapa pun yang ada di sana, meski semua yang ada di sana terkesan mengabdi kepadanya.
“Satu hal yang harus Ratu tahu, bahwa setelah apa yang terjadi, Ratu tetap bisa menjadi manusia. Hanya saja ketika Ratu menjadi manusia, Ratu sama sekali tidak memiliki keistimewaan khusus. Ratu sama sekali tak memiliki kekuatan, dan benar-benar menjadi manusia biasa. Karena saat menjadi manusia pun, Ratu hanya jadi pelayan, kan?” ucapan Lumut tersebut pula yang mengantarkan Asih kembali ke daratan. Benar saja, saat kembali ke daratan, Asih langsung kembali ke wujud aslinya. Ia bahkan kembali berkerudung, dan sudah langsung kedinginan akibat tubuhnya yang kuyup. Tak kalah membuat Asih kewalahan, aroma anyir di tubuhnya sudah langsung membuatnya sibuk muntah-muntah.
“Astaga ... kelakuan si hantu ini! Enggak sopan banget buang darah sama bau sembarangan!” rutuk Asih yang tak segan bersumpah serapah dan ia tujukan kepada Gendis.
“Yang salah siapa, dendamnya ke siapa, yang dikorbankan siapa! Dasar set*an gendeng, oon. Pasti pas sekolah, tuh set*an tukang bolos!” cibir Asih masih memeluk dirinya, selain ia yang memang masih ada di jalan biasa, belum sampai jalan aspal.
Suasana di sana sangat sepi. Tak ada tanda-tanda dari kehidupan manusia selain dirinya.
“Asiiihhhhhh ....”
Suara mistis itu sudah langsung membuat Asih jengkel. Tak semata karena memang sangat mengganggu. Melainkan karena Asih memang takut ditambah lagi, Gendis itu tipikal hantu yang nakal bin bebal.
“Dan jika kamu ada di daratan menjadi manusia, ... kemungkinan kamu terbunuh oleh hantu penunggu sungai juga semakin besar. Karena jangankan kamu yang jadi manusia biasa, kami saja tidak ada yang berani kepadanya. Maka daripada itu, kerajaan ini membutuhkan penerus baru selain kamu!” tegas Lumut yang tersenyum girang ketika akhirnya mata batinnya melihat Asih yang dicegat oleh hantu bergamis merah.
“Asih ...,” lirih Gendis yang tersenyum penuh kemenangan menatap Asih hingga darah yang mengucur dari mulutnya makin tak terkendali.
“Innalilahi set*an bebal ... aduh ... ini aku beneran sudah enggak punya tenaga. Jangankan melawan, jalan saja susah,” cibir Asih dengan suara lirih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
azka myson28
si lumut minta di siram pakai clorox biar mati perlahan
2024-07-12
0
Al Fatih
masih mengikuti alur biar faham cerita,, eh lumut,, minggir2....,, kalo ga mau tak bersihkan yaa
2024-06-13
0
Sarti Patimuan
Lumut minta dibayclin ya biar bersih
2023-09-25
0