NovelToon NovelToon

Teror Tak Kasatmata

1 : Awal Mula

Ayam jago terus berkokok meski darah segar masih menetes dari golok di tangan pak Sanusi. Pria baya itu menatap samar ke sekeliling, seiring tubuhnya yang merinding. Karena percaya tidak percaya, kokok ayam jago menjelang larut malam, konon bertanda ada wanita hamil di luar nikah, atau malah memang ada yang dengan sengaja melakukan zin*a.

Di kampung pak Sanusi tinggal masih percaya pada kode dari alam semacam itu. Hingga pak Sanusi yang sudah kesal setengah mati pada kelakuan Gendis sang putri yang sangat badung, dan akhir-akhir ini kerap pak Sanusi pergoki mual sekaligus muntah-muntah, meyakini bahwa putrinya yang jarang pulang dan kerap ma*buk-mab*ukan itu lah yang hamil di luar nikah. Belum lagi, kemarin pak Sanusi juga menemukan test pack di dalam tas sekolah milik Gendis. Hingga beberapa saat lalu, pak Sanusi nekat mengeks*ekusi sang putri.

Pak Sanusi lebih memilih Gendis mati di tangannya sendiri, daripada Gendis hidup tapi hanya membuat dosa. Terlebih pak Sanusi juga merasa malu karena ulah Gendis kerap dikeluhkan warga yang tak segan menegurnya. Karenanya, meski beberapa saat lalu Gendis berdalih sekaligus bersumpah tidak pernah hamil, pak Sanusi tetap nekat memba*cok sekaligus meni*kamnya berulang kali. Baco*kan sekaligus tik*aman yang pak Sanusi yakini bisa mengantarkan sang putri pada kematian.

“Kalau ayam jagonya masih berkokok, ... berarti ... Gendis memang enggak hamil?” lirih pak Sanusi.

Tak beda dengan suaranya, tubuh pak Sanusi juga jadi gemetaran hebat. Kebas ia rasakan bersama penyesalan yang membuatnya ketakutan.

Golok di tangan kanan pak Sanusi jatuh seiring tubuh pria itu yang berakhir jongkok. Di hadapannya, seorang wanita muda yang ia panggil Gendis sudah pucat pasi. Kedua mata yang tadi sempat menuntut keadilan kepadanya, kini juga sudah terpejam sempurna. Tak ada lagi yang tersisa termasuk itu rintih sakit yang terdengar sangat lirih dari sang putri. Namun, darah segar tak hentinya mengalir dari kedua sisi leher, kedua bagian dadanya, dan juga perut Gendis. Darah yang langsung menyatu dengan sungai di dekat rumah, ketika pak Sanusi nekat melempar tubuh sang putri ke sana.

Sungai yang awalnya berwarna agak keruh di sana seketika menjadi berwarna merah, setelah tubuh Gendis yang diekse*kusi oleh bapaknya sendiri, dibuang ke sana. Dan kini, tetesan demi tetesan air berwarna merah sekaligus beraroma anyir, mendarat di wajah tampan seorang Aqwa. Pemuda berusia dua puluh dua tahun itu menggunakan kedua tangannya untuk menutupi wajah guna menghalau tetesan air yang memang mengganggu tidurnya.

Yang membuat Aqwa langsung istighfar sekaligus menahan napas, tak lain karena baru juga ia berusaha duduk, sepasang kaki tak beralas, terasa dingin sekaligus basah, mendadak menginjak kepala dan sebagian wajahnya.

Terlahir sebagai anak indigo yang juga memiliki kekuatan super, memang membuat Aqwa si Tuan Muda berwajah rupawan, harus berurusan dengan sederet makhluk tak kasat mata. Kebanyakan dari mereka, selalu meminta tolong atau malah berusaha membunuhnya untuk mendapatkan kekuatan abadi. Selain itu, cara mereka datang kebanyakan juga dengan tidak sopan, layaknya sekarang.

“Aku potong kakimu, biar kamu enggak bisa jalan! Baru datang langsung enggak sopan!” ucap Aqwa masih menyikapi keadaan dengan tenang. Ia bahkan memilih melipir ketimbang memberontak dan itu akan membuat lawannya makin tidak nyaman. Meski untuk kali ini, sosok tak kasat mata yang menghampirinya memang terbilang kurang aj*ar. Karena bukannya tahu diri, sosok tersebut malah mendadak menampakkan wajah tepat di hadapan Aqwa yang sudah berhasil duduk, tapi sosok wanita itu mengubah kakinya yang berada di atas.

“Ngapain kamu begitu? Itu enggak lebih baik dari yang tadi!” kesal Aqwa meski level kesalnya, tetap terdengar lembut penuh pengertian, tak kalah lembut dengan wajah tampannya yang selalu terlihat tenang.

“Biar kakiku enggak dipotong sama kamu. Tadi kamu sendiri yang mengancam, ... tapi aku akui, kamu sangat tampan!” ucap si wanita bergaun putih kusam dan rambutnya panjang awut-awutan. Tak beda dengan tubuhnya yang lain, rambutnya yang seolah sudah sangat lama tidak dirawat bahkan sekadar disisir, juga basah.

Aqwa mendapati waktu di layar ponsel miliknya yang ia nyalakan menunjukkan pukul 00.05. Ia menghela napas pelan, dan sudah langsung menoleh ke belakang hingga tatapannya mendapati kasur empuknya basah karena ditempati hantu wanita tadi.

“Satu minggu lagi harusnya aku menikah. Namun wanita penunggu Jembatan Sungai Merah, memintaku untuk menemaninya,” ucap si wanita.

Seiring cerita si wanita, Aqwa melihat kronologi yang dimaksud. Di benaknya, semua itu terputar. Bahwa si wanita di belakangnya yang kebetulan melintas maghrib-maghrib seorang diri menggunakan motor, mengalami kecelakaan tunggal kemudian tenggelam ke Sungai Merah bersama motornya.

“Wanita itu menyimpan dendam yang tidak berkesudahan. Dia akan mem*bunuh setiap orang bahagia yang melintas di sana tanpa kenal waktu. Namun khusus menjelang maghrib hingga

selepas subuh, dia akan menampakkan diri menjadi wanita yang sangat cantik bergamis merah,” lanjut si wanita.

Kini, yang langsung Aqwa ingat ialah mimpinya sebelum makhluk tak kasat mata yang mengaku bernama Dewi itu datang. Kejadian mencekam seorang bapak yang dengan tega mengh*abisi putrinya sendiri kemudian membuangnya ke sungai yang warna airnya jadi berwarna merah karena darah dari si anak terus mengucur. Darah yang juga membuat air sungai berbau anyir, layaknya tubuh Dewi yang sudah menjadi penghuni sungainya.

“Tolong sampaikan kepada calonku, untuk merelakan kepergianku. Tolong katakan kepadanya, untuk segera mencari penggantiku. Dia harus menikah dengan wanita lain, agar dia bahagia bersama keluarga kecilnya. Dia orang yang sangat baik, ....” Dewi tak kuasa melanjutkan ucapannya. Ia tersedu-sedu dan membuat suasana di sana jadi terguncang-guncang mirip terkena gempa.

Aqwa menatap tak nyaman suasana di kamarnya yang terbilang mewah.

“Besok jenazahmu akan ditemukan. Calonmu pasti juga tahu.”

“Kata siapa?” sergah Dewi yang sekujur kulitnya sudah mulai mengelupas. Beberapa belatung kecil yang menyertai juga kadang berjatuhan dari sekujur tubuhnya.

Karena Aqwa hanya diam, Dewi pun menarik kesimpulan, kejadian yang baru Aqwa sampaikan memang pemuda itu ketahui dengan sendirinya. Buktinya, alasannya tertarik ke sana pun karena dem*it sekitar Jembatan Sungai Merah menyarankannya untuk mendatangi seorang pemuda bernama Aqwa. Pemuda itu tinggal di sebelah pesantren besar di desa mereka, dan kebetulan merupakan cucu dari pemilik pesantrennya.

Paginya setelah selesai salat subuh, Aqwa sengaja membuktikan kebenaran wanita penunggu Jembatan Sungai Merah. Terlebih dari desas desus yang beredar karena memang bukan hanya kabar dari Dewi, sosok wanita itu akan menampakkan diri menjadi wanita cantik bergamis merah, ketika menjelang petang atau itu magrib, maupun menjelang pagi selepas Subuh. Waktu yang Aqwa dan sebagian besar orang ketahu menjadi waktu para jin dan makhluk tak kasat mata lainnya berkeliaran.

“Jadi dia yang aku lihat di mimpiku? Dia tidak terima karena dihab*isi secara paksa oleh bapaknya sendiri, setelah dituduh hamil di luar nikah?” batin Aqwa.

Aqwa yang mengendarai motor matic membuktikannya sendiri. Ada wanita cantik bergamis merah dan tak segan tersenyum kepadanya dan jelas berusaha menggod*anya. Dunia Aqwa seolah berputar lebih lambat tak ubahnya adegan slow motion yang kerap menghiasi layar kaca. Apalagi, berpapasan layaknya sekarang dan si wanita bergamis merah tak segan mengajaknya berkomunikasi, tak hanya membuatnya merinding. Karena mungkin efek sosok tersebut yang sangat pendendam, tubuh Aqwa juga perlahan seperti dipanggang. Aqwa bisa merasakan panas dari dendamnya si wanita bernama Gendis itu.

“Brrraaaakkkkk!” Dinding tak kasat mata mendadak tertabrak dan membuat Aqwa terjatuh bersama motornya. Dinding yang Aqwa yakini menjadi alasan setiap korban berjatuhan di sana, dan salah satunya Dewi.

Dalam sekejap, wanita bergamis merah itu sudah ada di hadapan Aqwa. Wajah yang awalnya cantik, juga kulitnya yang teramat mulus, perlahan menjadi gelap disusul aroma bus*uk yang teramat menu*suk. Yang lebih membuat Aqwa bergidik, darah berbau anyir detik itu juga mengucur dari setiap luka Gendis, layaknya kejadian yang menghiasi mimpinya.

Iya, Aqwa yakin, apa yang terjadi merupakan pembalasan yang ingin Gendis lakukan. Namun, kenapa Gendis harus menyeret orang lain ke dendamnya? Kenapa Gendis tak melakukannya kepada pelakunya dan itu bapaknya?

Lantas, apa yang akan terjadi? Apakah Aqwa akan baik-baik saja dan berhasil menghadapi Gendis, si wanita penunggu Sungai Merah yang dikuasai dendam?

2 : Gangguan Dan Teror

Hantu penunggu jembatan Sungai Merah bernama Gendis itu tak mengizinkan Aqwa berdiri. Malahan ia emosi lantaran Aqwa tak langsung jatuh layaknya setiap korba*nnya. Aqwa bahkan tak mengalami luka berarti. Bahkan kini, meski ia telah menc*ekik pemuda tampan itu, yang ada malah tubuhnya mendadak terasa terbakar. Ada yang aneh dengan sosok Aqwa dan Gendis menyadarinya, pemuda itu berbeda. Aqwa bukan manusia biasa.

“Pyaaaar!” Tak ubahnya kaca yang akhirnya pecah, tembok tak kasat mata yang sempat Aqwa tabrak dan selama ini selalu menjadi alasan korban di sana terjatuh, akhirnya pecah hanya karena tendangan Aqwa.

Marah, tentu saja. Gendis tak terima dan sengaja membuat tubuh Aqwa melayang ke udara. Niat Gendis melakukannya karena akan membant*ingnya. Namun, tampang Aqwa yang begitu tenang, selain kenyataan pemuda itu yang begitu santai, membuatnya bertanya-tanya. Ada apa? Kenapa Aqwa berbeda dari korban-korban sebelumnya?

“Carilah bapakmu dan balaskan dendammu kepadanya. Jangan pernah mengganggu orang sini yang jelas tidak tahu apa-apa tentang kalian apalagi dendammu!” ucap Aqwa yang kemudian loncat dan berakhir turun sendiri meski ia belum diturunkan oleh Gendis.

“Siapa orang ini?” batin Gendis.

“Kamu salah cari lawan!” tegas Aqwa. “Ini kesempatan pertama sekaligus terakhir kamu. Karena andai kamu berani berulah lagi dan mengganggu orang-orang yang lewat sini, ... aku tidak segan menghancu*rkan kamu hingga kamu tidak bisa memiliki kesempatan untuk kembali ke jalan yang benar lagi!”

Gendis yang sempat bertanya-tanya mengenai siapa Aqwa, terusik oleh kehadiran Dewi yang ia pergoki diam-diam mengintip dari sebelah jembatan di depan saja. “Dewi, ... dia pasti tahu, siapa pemuda di hadapanku!” batinnya.

Aqwa yang bisa mendengarnya berkata, “Kamu tidak perlu tahu siapa aku. Yang perlu dan wajib kamu tahu adalah, balas dendammu dengan membuat semua orang bahagia yang melintas di sini celaka, itu benar-benar tidak beralasan!” Setelah berucap demikian, Aqwa memilih pergi menggunakan motornya. Ia putar balik dan sungguh tidak akan memberi toleransi andai Gendis tetap abai pada peringatan yang ia berikan.

Kepergian Aqwa menjadi celah bagi Gendis untuk segera memastikannya kepada Dewi. Dewi yang langsung ketakutan kepadanya, terlebih ia tak segan mence*kiknya mengatakan, bahwa Aqwa merupakan pemuda istimewa yang bisa membantu arwah penasaran layaknya mereka.

“Tidak mungkin hanya itu karena rasanya saja beda! Dia memiliki kekuatan langka. Apakah jika aku membunu*hnya, aku bisa memiliki keuntungan? Aku bisa memiliki kekuatannya yang istimewa?” tebak Gendis menerka-nerka. Namun, diamnya Dewi seolah membenarkan pertanyaan sekaligus anggapannya. Bahwa Aqwa memang pemuda istimewa, dan ia bisa mendapatkan kekuatan istimewanya andai ia membun*uhnya.

***

Sekelebat angin sekaligus bayangan hitam yang langsung membuat ibu Ryuna merinding, mengiringi setiap langkah wanita itu. Jantung ibu Ryuna menjadi berdebar lebih kencang seiring wanita itu yang jadi kerap mengawasi sekitar melalui lirikan. Ibu Ryuna yang tengah melangkah ke dapur yakin, ada yang tidak beres. Karenanya, sembari meraih teko berisi herbal yang subuh tadi ia buat, ia mengedarkan tatapannya untuk menatap suasana di luar dapur dengan saksama.

Suasana di sana benar-benar sepi, termasuk juga suasana di luar yang mulai terang karena matahari pagi mulai menyinari kehidupan. Ibu Ryuna yang tak lain merupakan mamah dari Aqwa, menggunakan sebuah cangkir berwarna ungu senada dengan teko, untuk menampung ramuan herbal yang ia buat, dari teko. Bersamaan dengan itu, ada sekelebat hitam berhias embusan angin yang kembali berlarian di belakangnya. Namun ketika ia menoleh untuk memastikan, lagi-lagi di sana tidak ada siapa-siapa. Tidak ada tanda-tanda kehidupan lain selain dirinya, tapi detak jantungnya makin kacau dari sebelumnya.

“Mas Aqwa ke mana, ya? Enggak mungkin tadi itu leluhur sini, atau setidaknya teman tak kasat matanya mas Aqwa,” batin ibu Ryuna yang terfleks terdiam lantaran dari hadapannya, ia menci*um aroma sangat anyir. Dan ketika ia memastikan, ternyata air herbal dari teko yang ia tuang jawabannya. Air itu bukan berwarna kuning dari kunyit selaku salah satu ramuan herbal pokok buatannya, melainkan merah agak kental persis darah!

Jantung ibu Ryuna nyaris copot, dan wanita itu menaruh teko maupun cangkirnya begitu saja di tengah tubuh terutama kedua tangannya yang sudah gemetaran hebat. Untuk sejenak, ibu Ryuna memang merasa kacau. Kemudian wanita itu memejamkan kedua matanya sambil berdoa. Namun ketika ia membuka matanya, wajah hitam berambut panjang dan basah oleh darah, sudah langsung menyapanya.

“Arrrrrrgggghhhh!”

Teriakan ibu Ryuna sudah langsung mengusik Asih yang tengah menyapu halaman depan rumah ibu Ryuna dan keberadaannya ada di sebelah pesantren.

“Ibu Ryuna, kan?” Meski suasana di depan rumah terbilang ramai oleh aktivitas warga yang lalu lalang lewat, Asih yakin, tadi merupakan teriakan sang majikan.

Segera Asih menyisihkan sapi dan pengkinya begitu saja. Ia buru-buru memasuki rumah terbilang mewah sekaligus megah di hadapannya. Suasana rumah yang besar dan tengah tidak banyak penghuni, membuat keadaan di sana sangat sepi. Karena kebetulan, sebagian penghuninya tengah berada di Jakarta untuk mengurus pekerjaan. Namun Asih yakin, tadi suara teriakan sang majikan tidak berasal dari kamar yang keberadaannya tidak begitu jauh dari pintu masuk utama. Benar saja, Asih menemukan sang majikan tergeletak di lantai dekat meja makan.

“I-ibu ...!” Asih sudah langsung menghampiri kemudian merengkuh tubuh ibu Ryuna. Namun tak beda dengan yang dialami ibu Ryuna, ia juga merasakan aktivitas aneh di sekitar belakangnya. Seperti ada yang sengaja berlari kencang, tapi menghasilkan embusan angin kencang. Dan baru saja, seolah ada yang meniup telinga kirinya disertai bisikan mengerikan yang menyebut-nyebut namanya.

“Asihh ... Asih ....” Panggilan itu terus berlangsung lirih, menggelitik, dan kian membuat Asih bergidik. Wanita berusia dua puluh tahun itu juga menyadari, ada aroma anyir yang begitu menusu*k penciumannya.

“Astaghfirullaah ....” Tubuh Asih seolah menjadi kaku tak ubahnya balok kayu bahkan batu. Karena detik itu juga, ia yang sudah memangku ibu Ryuna mendadak tak bisa bergerak.

“Assalamualaikum ...? Mah ...? Mbak Asih? Kok rumah sepi banget?”

Baru saja, Asih mendengar suara Aqwa. Namun, jangankan bersuara untuk membalas dan mengabarkan keadaan ibu Ryuna, lidahnya saja kelu, selain bibirnya yang mendadak terkunci rapat.

Terakhir, ketika Asih mencoba menoleh ke belakang selaku sumber suara Aqwa, wajahnya malah menyentuh sebuah permukaan basah sekaligus lembek. Permukaan tersebut berbau sangat bu*suk sekaligus anyir. Yang membuat jantung Asih seolah loncat, bahkan wanita itu merasa ketakutan luar biasa, tak lain karena dari sana mendadak banyak belatung berjatuhan menimpa wajah bahkan bibirnya.

“Asih ...!”

Baru Asih sadari, sosok tersebut lah pemilik suara yang sedari tadi memanggilnya.

“Aku enggak takut!” tegas Asih sebelum wanita muda itu berakhir pingsan, meringkuk persis di sebelah ibu Ryuna.

3 : Teror Gendis yang Masih Berlanjut

Sampai di dapur, Aqwa sudah disambut pemandangan yang mengkhawatirkan. Bukan lagi penampakan seram atau suara yang membuatnya bergidik. Melainkan aroma anyir dan air merah darah layaknya air Sungai Merah yang menghiasi beberapa bagian lantai di sana, khususnya sekitar mamahnya dan Asih.

Aqwa yakin, sang mamah dan juga ART mereka pingsan gara-gara diganggu hantu penghuni Sungai Merah, tapi harusnya itu bukan Dewi. Tak kalah mencolok, Aqwa juga mendapati darah sebagai isi dari cangkir di meja.

Dengan hati-hati, Aqwa melangkah mendekat. Isi cangkir berwarna ungu kesayangan milik mamahnya benar-benar darah, bukan lagi ramuan herbal seperti biasanya. Yang lebih membuatnya terkejut, di dalam teko dan masih berisi darah, juga Aqwa dapati gulungan rambut. Setelah susah payah menahan mual, Aqwa yang bermaksud membawa teko tersebut pergi dari sana justru menjerit histeris karena Asih yang tiba-tiba bangun dan lebih dulu teriak.

“Asih!”

“Ini, beneran Mas Aqwa?”

“Kamu pingsan apa amnesia? Memangnya di mata kamu aku siapa?” sebal Aqwa yang baru kali ini takut, tapi malah gara-gara Asih dan jelas-jelas manusia. Gadis berhijab itu bahkan memiliki paras cantik sekaligus bersahaja.

Tak beda dengan Aqwa, Asih juga langsung mual gara-gara aroma anyir dari teko yang Aqwa bawa dan memang sangat menu*suk. Hanya saja, Asih yang sangat tanggung jawab dengan posisinya di sana, buru-buru mengambil alih.

“Buang sama teko-tekonya saja sih ke selokan!” seru Aqwa. Pada kenyataanya, hubungan mereka memang dekat karena sejak kecil, jika Aqwa sedang di kampung, mereka pasti bersama.

Asih merupakan anak dari ART keluarga Aqwa. Namun setelah orang tuanya meninggal, Asih hanya sebatang kara di sana dan akan bekerja sambil mondok di pondok sebelah.

“Jangan, Mas. Ini teko kesayangannya ibu, hadiah dari papah Mas kan. Nanti dicuci pakai kembang tujuh rupa saja!” ucap Asih sambil terus berlalu sambil sesekali menoleh sekaligus menatap Aqwa.

“Dicuci pakai kembang tujuh rupa? Lah, kamu mau mandiin teko apa mau mandiin bujang lapuk biar cepat dapat jodoh, Sih?” heran Aqwa yang memilih memboyong sang mamah ke kamar terlebih yang ia tegur malah cekikikan.

Sekitar dua puluh menit kemudian, semuanya sudah dibereskan. Dari teko dan cangkir yang sudah dicuci bersih dan ada di rak kering, juga lantai yang tak lagi basah dan kembali wangi. Tentu saja, di balik kerapihan sekaligus keadaan wangi tersebut ada Asih yang sudah sangat bekerja keras.

“Mas pasti nekat main ke Sungai Merah, ya? Sudah saya tebak, Mas cari gara-gara!” ucap Asih sambil menghidangkan satu nampan berisi nasi lengkap jatah sarapan Aqwa.

“Kasur Mas juga basah, aromanya khas banget sama aroma Sungai Merah,” lanjut Asih sambil mulai memasuki taman sebelah. Ia siap mengurus setiap pot berisi bunga di sana.

Sedikit banyaknya, Asih juga tahu jika Aqwa memiliki kemampuan sekaligus kekuatan istimewa. Hanya saja, ia juga tak percaya, ada suara-suara tak kasat mata yang silih berganti berbisik memanggil namanya, tepat di kedua telinganya. Asih merinding dan tak kuasa mengakhirinya.

“Doa, sih, doa!” ucap Aqwa yang memang mengetahui apa yang terjadi pada Asih. Ia bahkan bisa mendengar suara-suara tak kasat mata yang terus mengganggu Asih.

“Aslinya aku enggak takut, Mas! Aku beneran enggak takut asal mereka enggak main curang hanya suara atau mendadak jadi penampakan. Kalau mereka berani, ayo lawan aku secara nyata. Mau tanding masak, bersih-bersih rumah, urus taman, kolam, atau tanding ngaji, oke aku ladenin! Intinya aku hanya kaget sama deg-degan!” tegas Asih sembari menghampiri Aqwa yang mulai makan. Ia mengelus tengkuknya yang sibuk merinding, tapi ia justru mendapati sang majikan sibuk menahan tawa di tengah kenyataan Aqwa yang tengah mengunyah. “Mas, ih!” keluh Asih lantaran Aqwa malah menertawakannya.

Aqwa memiliki alasan kuat kenapa dirinya merasa bebas bahkan nyaman berinteraksi dengan Asih tanpa memandang status gadis itu. Karena dari semuanya, Asih menjadi satu-satunya yang anti baper kepada Aqwa. Terlebih sejauh ini, hantu saja sampai terpesona pada tampang Aqwa yang memang mempesona.

“Eh Mas, aku lupa bikin wedang herbal buat mama Mas. Takutnya Mamah Mas jadi kepikiran,” ucap Asih buru-buru pergi dari sana, padahal yang diajak bicara belum merespons.

“Sih ...?” lirih ibu Ryuna beberapa saat kemudian sembari melangkah sempoyongan menghampiri Asih yang sedang mencuci piring bekas Aqwa makan.

“Ibu baru bangun?” sapa Asih yang sudah langsung bersandiwara. Di depan pintu masuk dapur sana, Aqwa yang mengintip langsung memberinya dua jempol tangan.

“Hah ...? Baru bangun?” ibu Ryuna terheran-heran sembari memijat pelipis kanannya. Masa iya, dirinya baru bangun sementara yang ia ingat, ia baru saja diganggu oleh hantu? Namun, apa yang Asih katakan sambil menuang ramuan herbal dari poci sekaligus cangkir kesayangannya, membuatnya percaya. Meski jujur saja, adegan sebelum ia yakin dirinya pingsan, dirasanya sangat nyata. Hantu wanita bergamis merah basah, dan baunya sangat anyir, dirasanya sangat nyata. Alasan yang sudah langsung membuatnya mencari sang putra.

Ibu Ryuna khawatir, hantu bergamis merah bertubuh basah, akan membahayakan sang putra yang memiliki pantangan air.

“Asih ....” Suara wanita yang silih berganti berbisik-bisik ke telinga kanan maupun kiri Asih, kembali mengganggu Asih. Sepanjang hari ini kejadian tersebut terus terjadi, tapi Asih yang yakin dirinya tidak takut, berusaha abai.

Namun, di sore menjelang petang, Asih memergoki Aqwa buru-buru membawa motor kemudian pergi. “Eh, eh ... tuh orang mau ke mana? Jangan-jangan masih mau ke Sungai Merah lagi buat ketemu si wanita bergamis merah yang sudah rusuh ke ibu Ryuna? Enggak bener ini, takut mas Aqwa kenapa-napa!” lirih Asih.

Tanpa pikir panjang, Asih sudah langsung meraih helm miliknya. Kebetulan, ia diberi motor khusus oleh keluarga Aqwa. Padahal tak lama setelah kepergian Asih, Aqwa yang asli baru saja keluar dari pondok pesantren bersama sang mamah.

“Itu si Asih mau ke mana, yah, Mas? Tumben enggak pamit?” ucap ibu Ryuna yang memang ikut melihat.

Dalam diamnya, Aqwa sudah langsung bisa melihat alasan Asih pergi. Namun di penglihatan istimewanya, yang Asih susul bukanlah sosoknya, melainkan sosok Gendis yang sengaja menyamar jadi Aqwa.

“Mas!” ucap ibu Ryuna sengaja menepuk sang putra yang malah bengong. Namun setelah terlihat terkejut, Aqwa malah buru-buru pamit.

“Astaghfirullah aku lupa kalau aku sudah janjian sama Asih mau beli ....” Aqwa yang tak pandai berbohong jadi kesulitan mencari alasan. Namun, ia sungguh harus segera menyusul Asih yang diselong—atau itu dilinglungkan oleh tipu daya Gendis. Gendis ingin menjeratnya melalui Asih dan Aqwa tidak bisa tinggal diam!

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!