Menhir Bastion yang sebelumnya penuh dengan ketegangan dan kekacauan kini terasa sunyi. Cahaya senja merambat perlahan melalui jendela tinggi, melewati ruangan yang telah menjadi saksi bisu dari pertarungan hebat. Bayang-bayang yang tercipta oleh menhir yang mendominasi ruangan itu tampak lebih panjang dan misterius dengan datangnya senja.
Puing-puing dinding yang rusak dan hancur menciptakan kerusakan visual yang mencolok di tengah keindahan dan kemegahan ruangan ini. Dinding yang sebelumnya megah dan berhias relief artistik sekarang telah mengalami kerusakan signifikan, menghilangkan beberapa rincian yang indah.
Pada titik tertentu, bisa dilihat sisa serangan sihir dan kilatan energi yang meninggalkan bekas di dinding dan lantai, menambah kesan kehancuran dan kekacauan yang sempat melanda ruangan ini. Semuanya menciptakan kontras dramatis dengan keindahan arsitektur asli ruangan yang kini menjadi semakin mencolok karena kerusakan tersebut.
Pangeran Gideon Emeric berdiri di tengah kerusakan dan puing-puing yang menjadi saksi pertarungan hebat tadi. Dia tampak penuh pemikiran, matanya memandang jauh ke arah pepohonan yang melambai di luar dinding yang jebol. Rasa kemenangan yang tadi menghampirinya kini sirna, digantikan oleh perasaan campur aduk yang sulit dijelaskan.
Sementara itu, Leo Demhian duduk dengan wajah serius di atas sebuah batu besar yang terbentuk terkena dampak pertarungan tadi. Ekspresinya mencerminkan beratnya tugas yang harus dia tanggung, dan dia tahu bahwa ini hanya awal dari perjalanan panjang yang menantinya.
Pangeran Gideon akhirnya memutuskan untuk berbicara, suaranya penuh dengan rasa introspeksi dan penyesalan. "Jujur saja aku masih belum dapat percaya dengan ceritamu barusan, Leo Demhian. Tapi kalau dipikir-pikir... aku rasa ucapanmu ada benarnya juga."
Leo Demhian menatap Gideon dengan mata yang penuh pengertian. "Aku tahu, aku juga tidak memaksamu untuk mempercayainya. Tapi... yang paling penting sekarang adalah kita harus bersatu dan bekerjasama, itu tidaklah seburuk yang kau pikirkan."
Gideon mengangguk, mengerti bahwa saat ini bukanlah waktu untuk perselisihan.
Leo menatap Gideon dengan rasa penasaran yang mendalam. "Gideon, mengapa dirimu begitu ingin membunuhku?" tanyanya dengan nada penasaran.
Gideon menghela nafas dalam-dalam sebelum menjawab, "Ini bukan masalah pribadi, Leo Demhian. Ini berkaitan dengan sesuatu yang jauh lebih besar dari kita berdua." Dia menjelaskan dengan cermat, "Ada sesuatu yang disebut Celestials, mereka berasal dari dunia lain, sama sepertimu. Jumlah mereka tidak diketahui, dan tidak semua Celestials memiliki potensi untuk mengaktifkan kekuatan yang terkait dengan Menhir Bastion. Peluangnya sekitar 50 banding 50. Jika mereka berhasil, mereka akan memiliki kekuatan dari faksi yang memilih mereka."
Gideon melanjutkan, "Ada lima faksi yang dapat memberikan kekuatan kepada Celestials: Faksi Ilymeira, Pandora, Silvergate, Venomglaire, dan Nythorian. Dan dari semua Celestials yang pernah ada, sepengetahuanku belum pernah ada yang mendapatkan kekuatan sekuat yang kamu miliki sekarang. Kekuatan tingkat 10 dihari pertamamu itu sungguh luar biasa."
Leo mendengarkan dengan serius, mencoba memahami semua informasi yang diberikan. "Tapi mengapa Kerajaan Thellidia sangat ingin membunuh orang-orang yang berasal dari faksi Nythorian?"
Gideon menjelaskan lebih lanjut, "Kerajaan Thellidia sangat membenci orang yang berasal dari faksi Nythorian, tak hanya itu, faksi Ilymeira juga turut menjadi incaran, karena kedua faksi itulah yang membentuk Kerajaan Nabis. Raja Sullivan, yang memimpin Nabis, berani menentang kekuasaan Kerajaan Thellidia. Itulah sebabnya Kerajaan Thellidia ingin memastikan bahwa kekuatan sebesar yang kamu miliki tidak jatuh ke tangan orang yang berpotensi melawan mereka."
Leo merenung sejenak, mencerna semua informasi yang baru saja dia dengar. Rasa kebingungannya mulai terurai, dan dia semakin menyadari betapa besar tanggung jawab yang diembannya.
...-...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"MENJAUHLAH DARIKU!!!"
Jeritan seorang wanita yang tiba-tiba memecah keheningan ruangan membuat semua orang melompat kaget. Leo, Gideon, Matilda, dan Belladona semua menoleh ke arah sumber suara itu dengan wajah terkejut.
Alisiana Adalloria yang kerap dipanggil Alisha, baru saja sadar dari pingsannya yang panjang, berdiri dengan tubuh gemetar dan memegang Menhir Bastion dengan kuat. Wajahnya mencerminkan kebingungan yang luar biasa. Dia melihat sekelilingnya, melihat para petarung yang tampak jauh berbeda dari dunianya yang dulu.
Matilda, dengan senyum kikuk dan bola matanya yang merah menyala, mencoba mendekati Alisha untuk menenangkannya. "Eh, jangan khawatir, Nona. Ini hanya sedikit... kekacauan sejenak. Tidak apa-apa."
Namun, reaksi Alisha yang semakin panik justru membuat Matilda merasa konyol. Alisha terus mundur menjauhi Matilda, seperti menghindari monster yang menyeramkan.
Gideon dan Leo yang sebelumnya serius dalam perbincangan mereka, kini ikut terkejut dengan reaksi Alisha. Leo berbicara dengan nada tenang, mencoba meredakan situasi. "Alisha tenanglah, ini aku... aku disini."
Melihat keberadaan Leo, Alisha segera berlari kearahnya dan langsung memeluknya.
Dalam pelukan Leo, Alisha menangis dengan haru. Dia merasa sangat bersyukur telah bertemu dengan Leo di tempat yang begitu aneh ini. Alisha memegangi jaket Leo erat, seakan-akan takut dia akan menghilang lagi.
Leo dengan lembut mengelus punggung Alisha, mencoba meredakan tangisannya. "Tenanglah, Alisha. Aku di sini, sekarang sudah aman."
Alisha mengangguk, tetapi tangisannya masih belum bisa dia kendalikan. "Aku sangat takut, Leo. Semuanya terlalu aneh bagiku. Apa yang sebenarnya sedang terjadi? Dimana kita?"
Leo menatap wajah Alisha yang penuh dengan air mata dengan tatapan hangat. "Aku akan menjelaskan semuanya padamu, Alisha. Tapi sekarang, kamu harus tenang dulu, setuju?"
Alisha mengangguk dan mencoba meredakan tangisannya. Dia kemudian melepaskan pelukannya dari Leo, tetapi tangannya masih berpegangan erat pada lengan jaket polisi hitam yang dikenakan Leo.
Sementara itu, Matilda, Belladona, Gideon, dan belasan prajurit Kerajaan Thellidia diam-diam secara tidak langsung mengamati adegan ini.
Belladona tersenyum senang, matanya cenderung menggoda saat dia berbisik pada Matilda, "Demi dewa, Matilda, mereka seperti pasangan yang sempurna, bukan?"
Matilda mengerutkan keningnya dengan ekspresi agak cemburu. "Oh, iya, pasangan yang sangat sempurna. Seseorang yang melindungi Leo dengan kemampuan beladirinya saat di hotel, seperti saudara perempuan yang sangat protektif."
Belladona tertawa dengan geli. "Oh, Matilda, aku tahu apa yang kamu rasakan. Tapi tenang saja, aku yakin Leo punya tempat istimewa di hatimu juga."
Matilda mendengus ringan. "Jangan bercanda. Aku hanya khawatir Alisha akan mengganggu setiap langkahnya."
Sementara itu, Gideon, yang baru saja menerima tangan damai dari Leo, melihat mereka dengan tatapan yang sulit dijelaskan. Dia tidak terlalu bersemangat untuk bergabung dalam percakapan tentang hubungan, terutama setelah kalah begitu telak dalam pertarungan. Untuk itu, dia memilih untuk bergabung dengan Cayden dan pasukannya, walaupun dia juga tersenyum singkat saat melihat kedekatan diantara mereka.
...-...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Waktu berlalu perlahan di Menhir Bastion. Obor-obor yang tersebar di tiap sudut ruangan telah membawa mereka dari sore hingga malam yang gelap. Cahaya gemerlap obor memberikan atmosfer yang hangat dan menciptakan bayangan-bayangan di dinding yang retak.
Leo, Belladona, Matilda, dan Alisha duduk bersama di satu sudut ruangan, berbincang sambil mencoba menjelaskan segala yang telah mereka alami pada Alisha. Meskipun masih sulit dipercaya, Alisha mencoba menerima semua cerita itu dengan bijak.
Sementara itu, Gideon dan pasukannya mendekati Leo, dengan Gideon yang tampak serius. "Leo Demhian, aku harus pergi sekarang. Ayahku pasti khawatir karena aku belum juga kembali ke kerajaan," katanya dengan nada tulus.
Leo mengangguk. "Tentu, Pangeran Gideon. Kamu perlu segera pulang ke kerajaan. Semoga selamat sampai di sana."
Gideon tersenyum dan menambahkan, "Aku akan melaporkan ke pihak kerajaan bahwa permasalahan di Dorston Citadel telah selesai. Mereka tidak akan mencari kamu lagi." Namun, senyumnya lalu pudar saat dia memberikan peringatan tegas pada Leo, "Tapi ingat, Leo, jangan pernah kembali ke wilayah Kerajaan Thellidia lagi. Itu untuk kebaikanmu sendiri."
Leo mengangguk sambil tersenyum, "Aku akan mengingat itu, Gideon."
Mereka berdua berjabat tangan sebagai tanda perpisahan yang penuh hormat. Gideon dan pasukannya kemudian berbalik dan meninggalkan Dorston Citadel menuju kerajaan mereka, sementara Leo dan teman-temannya kembali ke sudut ruangan Menhir Bastion untuk melanjutkan pembicaraan mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments