Dalam momen kritis ini, ketika pedang yang kini berwarna emas milik Gideon bersinar dalam kekuatan mematikan, Leo tetap menunjukkan sikap tenang yang luar biasa. Ia mengibaskan tangan kanannya dengan santai ke samping, seperti mengusir seekor lalat yang mengganggunya. Yang terjadi selanjutnya sungguh luar biasa.
Seketika itu juga, serangan mematikan yang terbentuk dari kilatan petir keemasan pedang Gideon berubah arah dengan sangat drastis. Seolah-olah memiliki kehidupan sendiri, serangan itu seakan tunduk pada kehendak Leo. Gideon, Belladona, dan Cayden hanya dapat menyaksikan kejadian ini dengan terkejut, seakan-akan mereka sedang melawan seorang dewa.
Ledakan dahsyat mengguncang seluruh ruangan, memancarkan cahaya yang membutakan mata. Saat dinding Dorston Citadel terlalu lemah untuk menahan serangan ini, akhirnya dinding itu jebol, menembus hingga beberapa ruangan di tempat itu, membentuk lubang-lubang besar yang menghubungkan mereka dengan dunia luar. Cahaya matahari memasuki ruangan, menandakan kehancuran yang baru saja terjadi.
Kegelapan yang dominan selama pertempuran seolah-olah menyingkir, mengungkapkan pemandangan yang terbuka menuju area luar Dorston Citadel. Keajaiban dan kekuatan yang baru saja diperlihatkan oleh Leo, membuat mereka semua menyadari bahwa mereka telah memasuki babak baru yang sangat menentukan dalam perjalanan mereka.
Belladona kembali terduduk lemas, kebingungannya semakin mendalam. Matanya memandang dengan penuh keheranan pada pertarungan luar biasa yang baru saja dia saksikan. Tangan gemetar Belladona perlahan menutup mulutnya saat dia menyadari betapa tak berdayanya Gideon di hadapan Leo. "Tidak mungkin," gumamnya pelan, seperti mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa apa yang baru saja terjadi benar-benar tidak nyata.
Sementara itu, Gideon tidak tergoyahkan meskipun serangannya yang sebelumnya telah gagal. Dengan penuh tekad, dia melompat ke arah Leo, lalu berteriak, "BELUM SELESAI!" Belasan pasukannya yang tersisa dengan semangat juang yang sama ikut bergerak maju, membentuk barisan penyerangan yang padu.
Namun, kekuatan Leo yang luar biasa membuat serangan mereka sia-sia. Leo bergerak dengan lincah dan cepat, menghajar mereka satu per satu dengan tangan kosong. Rambut hitamnya bergerak seperti bayangan yang mengikuti setiap gerakannya yang gesit. Tubuhnya yang atletis memberinya keunggulan dalam bergerak dengan cepat dan menghindari serangan pedang maupun tombak dari lawan. Dengan kaki yang panjang, dia mampu melangkah jauh dan mengambil posisi strategis dengan cepat. Leo adalah sosok yang memancarkan kepercayaan diri dalam setiap gerakannya.
Gideon dan pasukannya berusaha sekuat tenaga, tetapi mereka tidak bisa mengalahkan Leo. Tendangan-tendangan dan pukulan-pukulan Leo menghantam sasaran dengan presisi yang mematikan. Zirah baja Gideon yang kokoh bahkan mulai ringsek akibat serangan-serangan Leo yang kuat.
Di tengah pertarungan yang semakin kacau, terdengar umpatan dan teriakan kebingungan dari pasukan Gideon yang semakin terdesak. Wajah Gideon terlihat frustrasi, tetapi dia tidak bisa mengubah arah pertarungan ini. Leo terus berdiri dengan gagah, menjaga kendali atas situasi ini.
Gideon, dengan napas terengah-engah dan zirah yang hampir hancur, menatap Leo dengan perasaan yang tercampur aduk. Cayden, yang bersiap untuk melancarkan mantra sihirnya, sedikit terkejut saat Gideon mengangkat tangannya, memberi isyarat untuk tidak menyerang. Cayden menyadari bahwa serangannya juga tidak akan mempan melawan Leo yang memiliki kekuatan seperti itu.
Dengan kepala terangkat, Gideon akhirnya mengucapkan kata-kata yang sangat sulit untuknya, "Kami menyerah." Suaranya bergetar, dan terdengar ragu, tetapi kata-kata itu jelas terucap dari mulutnya. Belladona yang berada di belakangnya hanya bisa terdiam, dan wajahnya mencerminkan kekecewaan yang mendalam.
Mendengar pernyataan Gideon, Leo dengan langkah-langkah tegas mendekati mereka. Setiap langkah yang dia ambil memunculkan ketakutan yang semakin mendalam di antara para pengecut yang berdiri di hadapannya, termasuk Gideon yang masih berlutut dengan tangan yang memegang bahu yang terluka. Semua mata tertuju pada Leo, dan suasana semakin mencekam.
Gideon hanya bisa memejamkan matanya dan menundukkan kepala sebagai tanda pengakuan kalah yang jelas. Dia bersiap untuk menerima konsekuensi dari kekalahannya. Namun, dalam sekejap, Leo yang berdiri tepat di hadapannya tiba-tiba mengulurkan tangannya dengan tersenyum.
Gideon awalnya terkejut, pikirannya tidak mampu memproses bahwa akhirnya dia akan melihat tangan yang datang sebagai tindakan damai, bukan sebagai ancaman. Gideon akhirnya menerima tangan Leo dengan ragu, namun dengan senyuman yang kaku di wajahnya. Dalam konteks yang penuh ketegangan ini, tindakan damai Leo menjadi momen yang tak terduga.
Melihat tindakan tak terduga Leo Demhian, Matilda tak bisa menahan perasaannya. Dia merasa bahagia dengan wajah yang merah padam seperti warna bola matanya, hampir mirip dengan warna bunga mawar yang bermekaran di taman. Tanpa sadar, Matilda berbaring di sisi Alisha yang masih tak sadarkan diri, seakan ingin membagikan momen ini dengannya.
"Tuan Leo Demhian," gumam Matilda dengan suara lembut, tetapi terdengar jelas dalam keheningan ruangan. Dia berbisik seolah hanya ingin Leo yang mendengarnya, "Anda memang luar biasa." Matilda tersenyum sambil menekan pipinya yang imut, seperti reaksi seorang gadis yang tengah mengidolakan idolanya.
Namun, tidak bisa dipungkiri, ada sentuhan kepolosan dalam ekspresi Matilda yang menggemaskan ini. Alisha yang masih tak sadarkan diri hanya bisa menjadi saksi diam atas momen yang tak terduga ini, sembari berada di sebelah Menhir yang telah mengalami berbagai peristiwa hebat.
Semua mata dalam ruangan itu tertuju kepada Leo dan Gideon, di tengah ketegangan yang telah berlalu. Matilda, yang masih tersenyum-senyum sendiri, sepertinya tengah menikmati momennya tanpa terlalu banyak perhatian dari orang lain.
Sedangkan Belladona, yang telah menerima kekalahan dengan hati yang terberat, merasakan kelelahan yang mendalam. Dia menghembuskan napas panjang. Dalam keheningan pasca-pertarungan yang mematikan itu, dia akhirnya menyadari betapa melelahkannya semua ini.
Dengan suara yang hampir redup, Belladona berkata, "Akhirnya semua ini berakhir." Matanya yang dulu tajam kini terlihat lelah, dan dia merasa seperti beban besar telah terangkat dari pundaknya. Dia merasa lega, walaupun dengan penuh keengganan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments