Di tengah getaran dan ketidakpastian gempa, Alisha menyempatkan momen untuk bertanya, "Leo, bisa kamu ceritakan sedikit tentang kakak perempuanmu?"
Leo memandang jauh, seperti sedang berusaha mengingat kenangan yang sudah lama terpendam. "Kakakku... Elara, dia adalah sosok yang selalu hadir saat aku membutuhkannya. Rambut panjangnya yang selalu terurai rapi, wajahnya selalu tersenyum kepada semua orang, dan ia juga sering kali kehilangan kacamatanya di saat-saat yang penting." Leo tidak bisa menahan senyuman di wajahnya.
Alisha tersenyum, membayangkan betapa lucunya kebiasaan kakak perempuan Leo itu. "Bagaimana hubunganmu dengannya? Apa kalian selalu menghabiskan waktu bersama?"
Leo tersenyum penuh kerinduan. "Kami memiliki ikatan yang tak tergantikan. Ketika ayahku jatuh sakit, dia yang selalu merawatku. Ibu kami sudah berpisah dengan ayahku sejak lama, jadi kakakku mengambil peran ibu dan saudara sekaligus."
Alisha menganggukkan kepala dengan penuh pengertian. "Mendengarnya saja membuatku merasa kagum." Alisha diam sejenak, kemudian kembali bertanya. "Umm... Itu.. bagaimana dengan pelukannya?" Alisha melempar senyuman manis.
Leo menarik nafas dalam-dalam, matanya memancarkan hangatnya pelukan sang kakak. "Pelukannya, Alisha... hangat dan penuh kasih. Itu selalu menjadi tempatku kembali saat dunia terasa berat."
Namun, dalam momen yang seharusnya penuh sentuhan emosional, pandangan mereka tertarik ke arah yang lain. Lift kembali berguncang seakan alarm telah berbunyi, mengingatkan mereka pada realita yang ada. Monster-monster yang menyeramkan merayap si atap lift mulau bergerak ke pintu, menyeringai dengan kejam dengan ketiga mulutnya.
Leo dan Alisha menyambut monster-monster itu dengan sikap biasa. Seakan mereka sudah siap menghadapi takdir mereka yang tak terhindarkan, mereka menatap ancaman dengan tatapan tanpa rasa takut.
Leo melihat Alisha dengan mata yang penuh keyakinan. "Alisha, ini mungkin perlawanan terakhir kita."
Alisha mengangguk. "Jika memang begitu, kita tetap tidak akan menyerah begitu saja, Leo. Kita akan berjuang sampai titik akhir."
Sementara itu, Leo merasa beban pistolnya yang semakin ringan. Ia menarik magasin peluru pistolnya, mendapati bahwa hanya ada delapan peluru tersisa. Ia tahu ia harus menggunakannya dengan bijak, apalagi dengan kondisinya yang terluka akibat pukulan tadi, tidak mungkin baginya untuk dapat melawan monster-monster itu secara langsung.
Alisha, dengan pergerakan yang tegas namun terlihat feminim, melepaskan jaket polisinya. Ia merasa bahwa waktu untuk ragu sudah berlalu, dan ia harus bersiap untuk melawan dengan segala yang ia miliki. Jaket polisinya terjatuh dari bahunya, mengungkapkan kemeja putih yang dia kenakan. Tubuhnya yang ramping dan atletis nampak jelas dengan kemeja itu.
Tanpa ragu, Alisha merobek sepotong kain dari jaketnya yang sudah dilepas. Dengan cermat, ia membungkus pecahan kaca yang tajam dengan kain itu, menciptakan senjata sederhana yang efektif. Kaca yang ia pilih memiliki ujung yang tajam dan mematikan, sama seperti yang telah dia gunakan untuk membunuh monster tiga mulut. Sekarang Alisha sudah siap untuk menggunakannya dengan keahliannya yang terlatih.
Mereka berdua, berdiri di tengah lift yang gelap dan terguncang, merasa seolah mereka telah mencapai akhir dari perjalanan mereka. Namun, dalam pandangan mereka yang tegar dan senjata yang siap di tangan, terpancar keinginan yang kuat untuk bertahan dan melawan. Monster-monster itu akhirnya mulai menampakkan wajahnya satu per satu karena sempitnya jalur mereka untuk masuk kedalam, mulut jelek mereka menyeringai dengan niat membunuh.
Leo menatap Alisha, ekspresinya penuh dengan tekad. "Alisha, kamu siap?"
Alisha mengangguk, menguatkan tangannya yang gemetar saat ia memegang pecahan kaca yang di balut dengan kain. Ia tahu ini mungkin adalah saat-saat terakhir, dan ia tidak ingin melihat Leo terluka.
Monster-monster hitam semakin mendekat, dan dalam sekejap, pertarungan dimulai. Leo memicu tembakan pertamanya, satu monster terjatuh dengan darah hitam menyembur ke lantai. Alisha, dengan gesitnya, meluncurkan dirinya ke arah monster lain dengan pecahan kaca yang tajam. Monster itu mengaum kesakitan ketika kaca merobek tubuhnya.
Namun, banyak monster yang mulai merusak dinding dan memperlebar akses masuk mereka kedalam lift, jumlah monster-monster itu terlalu banyak, dan mereka terus datang. Leo dan Alisha terus berjuang, mempertahankan diri sekuat tenaga. Meskipun pelurunya semakin berkurang, Leo selalu menembak dengan tepat sasaran, dan Alisha menghindari serangan monster dengan ilmu bela dirinya yang lihai.
Namun, dalam momen yang dramatis, salah satu monster melompat ke arah Leo dengan tangan panjangnya yang mengerikan. Alisha melihat bahaya itu dan tanpa ragu, ia meluncur ke depan, melindungi Leo. Ia mengayunkan pecahan kaca dengan penuh tekad, menyebabkan monster itu menjerit kesakitan. Tetapi saat Alisha melindungi Leo, monster lainnya mencengkram kaki Alisha dari bawah dan satu lagi melompat dari belakang hingga lemudian menusuk Alisha dengan tangan panjangnya yang tajam. Alisha merintih kesakitan, darahnya mengalir ke lantai lift.
Leo melihat Alisha terluka parah, matanya memancarkan kemarahan. "Alisha!"
Alisha tersenyum lemah, tangannya masih memegang erat pecahan kaca yang telah dia korbankan untuk melindungi Leo. "Terimakasih... Leo." Namun, senyum itu segera memudar saat tubuhnya ambruk ke lantai lift.
Leo merasa niat pembalasan membakar dalam dirinya. Dia langsung menembak monster yang telah melukai Alisha. Tetapi, saat dia berusaha menyelamatkan Alisha, monster-monster lainnya terus menyerang. Pertempuran sengit melanjutkan gelombangnya, diiringi oleh darah yang menetes dan setiap luka yang memburuk.
"Monster bangsat!" seru Leo dengan nada marah penuh ketidakpuasan.
Leo merasa hilang dalam gelap mata. Akibat peluru habis dan kemarahannya yang memuncak, ia melemparkan pistol kosongnya dengan penuh frustrasi ke arah mereka. Dalam kegelapan lift yang berguncang, ia terus menghajar monster-monster itu tanpa ampun, walau para monster itu seakan tidak terluka.
Sesaat, Leo merasa putus asa, tetapi keteguhan hatinya membuatnya terus melanjutkan serangan. Ia berjuang dengan segala yang ia miliki, setiap gerakan pukulannya menghantam monster-monster yang mencoba masuk. Ruangan lift yang sempit sangat menyulitkan dirinya untuk menghindar, tak jarang tubuhnya tersayat kuku tajam monster itu. Disisi lain dia harus berhati-hati agar tidak menginjak Alisha yang terbaring disebelahnya. Leo juga tidak yakin, apakah rekannya masih bertahan atau tidak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
༒𝐷𝑒𝑣𝑖𝑎𝑛𝑎 𝑊𝑖𝑗𝑎𝑦𝑎 ༒
temannya mati semua /Cry/
2023-11-06
1