Bab 19

Untuk menghindari pertanyaan mamanya, Bayu segera pergi dari rumah itu. Ia belum mau menceritakan pernikahannya dengan Bening, bisa-bisa Bayu dibogem mentah oleh sang papa.

"Tekan klakson Wan," Titah Bayu ketika tiba di depan toko, Bening sudah keluar berjalan sambil membetulkan posisi kerudungnya.

Mendengar klakson, Bening menyipitkan mata, memperjelas siapa pria yang sedang mengamatinya dari kaca mobil yang dibuka setengah. Tahu jika pria itu Bayu, Bening mendekati suaminya.

"Untuk saat ini, saya tidak mau pulang ke rumah Tuan," Kata Bening, ketika Wawan membuka pintu untuknya.

"Siapa juga yang mau mengajak kamu ke rumah," Jawab Bayu dingin. Bening hendak pergi meninggalkan Bayu tetapi belum sempat melangkah, seruan Bayu mengurungkan niat Bening.

"Sini naik, saya mau antar kamu ke rumah,"

"Bening... kamu nggak Bareng gue," Seru Annas yang baru keluar dari toko mendekati Bening, memotong ucapan Bayu. Annas memutar bola matanya ke dalam mobil, sosok pria angkuh menatapnya horor.

"Ya sudah Ning, aku pulang duluan," Annas ngeri melihat Bayu, lalu memilih pergi. "Masa sih, pria itu majikan Bening? Aku tidak yakin," Monolog Annas dalam hati.

Sementara Bening lebih baik mengalah, menerima saran Bayu hendak masuk ke dalam mobil. Namun, suara pria lain lagi-lagi memanggilnya. Bening yang sudah memegang pintu menoleh cepat.

"Saya Kak." Bening tersenyum ke arah pria bermata sipit yang berjalan tergesa-gesa ke arahnya.

Bening tidak tahu jika Bayu kesal, tetapi tidak berani berucap. Yang ada, Bening kabur darinya lagi.

"Tumben... kak Bian sudah pulang," Kata Bening.

"Ning... aku antar pulang ya," Bian rupanya penasaran, sudah beberapa kali hendak mengantar Bening tetapi gagal dan terus gagal.

"Terimakasih kak, saya sudah di jemput," Tolak Bening halus.

Bian menoleh ke arah mobil tidak ada bedanya dengan Annas, mendapat tatapan sinis dari Bayu. "Siapa itu Ning?" Lirih Bian.

"Dia..." Bening hendak berkata sesuatu tetapi menoleh Bayu lebih dulu. Satu sisi Bening ingin jujur kepada Bian jika Bayu suaminya, tetapi disisi lain, Bening ingin segera minta diceritakan Bayu, toh Bening tidak lama lagi akan menjadi janda.

"Cepat Ning!" Suara Bayu ngegas, pria itu akhirnya tidak bisa menahan emosi juga.

Bening terkejut lalu cepat-cepat meniggalkan Bian tanpa permisi, segera masuk lalu menutup pintu mobil.

"Gadis ini banyak yang suka rupanya," Batin Bayu melirik Bening dari samping, setelah mereka duduk dalam satu deretan.

"Pacar kamu banyak juga, tetapi kenapa mau menikah dengan saya?" Tanya Bayu kemudian, setelah mobil berjalan.

"Mana pacar sih?! Orang anak bos saya kok!" Bening merengut.

"Lalu, yang satu tadi siapa?" Bayu ingin tahu.

"Teman!" Bening bersandar di jok menatap ke depan, tepat di belakang supir.

"Saya ini hanya wanita tompelan yang selalu Tuan hina, mana ada pria yang suka sama saya. Tapi... walaupun saya tompel, tidak boleh ada yang menginjak-injak harga diri saya, termasuk Anda! Segera talag saya, dalam waktu dekat saya akan melunasi hutang Naura," Bening rupanya sudah membulatkan tekat.

Bayu sama sekali tidak bisa menjawab, di dalam mobil lantas sepi hingga mereka tiba di pinggir sawah.

"Terimakasih." Kata Bening ketika turun dari mobil salim tangan Bayu kemudian menyusuri sawah.

Sementara Bayu masih di pinggir jalan, tidak mengejar Bening. Ia ingat ketika Bening mengatakan bahwa akan menjual tanahnya kepada pemilik PK. Bayu manggut-mangut setelah menemukan ide sembari menghubungi seseorang.

"Wan... antar saya ke perusahaan PK" Kata Bayu kembali masuk ke mobil.

"Baik Tuan," Wawan mengantar Bayu ke perusahaan yang bergerak dibidang jasa transportasi. Yakni, masih menyatu dengan sawah tersebut. Tentu tidak memakan waktu lama mereka sudah tiba di tempat. Walaupun saat ini sudah sore, pemilik perusahaan sudah berjanji akan menunggu Bayu.

"Selamat sore Bayu..." Ucap pemilik perusahaan PK, menyambut hangat kehadiran Bayu.

"Selamat sore Robin." Bayu menyahut. Mereka berbasa basi sebentar, perusahaan mereka memang bergerak dibidang yang berbeda, tetapi Robin pernah menjadi klien Bayu.

"Ada yang bisa saya bantu Tuan Bayu?" Tanya Robin. Sebab tidak biasanya Bayu yang mengajak bertemu, melainkan Robin sendiri yang datang ke kantor Bayu jika konsultasi masalah keuangan perusahaan.

"Saya pernah mendengar cerita masyarakat kampung sawah. Anda akan memperluas pembebasan tanah kampung itu. Apa benar begitu?" Tanya Bayu menyelidik. Bayu tidak perduli dengan tanah yang akan dibebaskan Robin untuk memperluas usahanya. Namun, Bayu hanya tidak ingin Bening menjual tanah miliknya.

"Bukan begitu Bayu," Robin mengatakan tidak bermaksud membebaskan tanah tersebut. Namun, jika ada warga yang menjual, Robin akan membelinya.

"Tolong Robin, jika pemilik tanah yang bernama Lisa akan menjual tanah miliknya, mohon jangan dibeli," Bayu berdalih tertarik dengan tanah Lisa dan akan dijadikan lahan tambak ikan. Padahal bukan ini maksud Bayu, tetapi ada udang dibalik batu.

"Baik Tuan Bayu, saya akan menolak membeli tanah yang Anda inginkan," Robin menyetujui kemauan Bayu, toh Robin memang tidak bernapsu memiliki tanah tersebut. Setelah sepakat, Bayu pamit pulang.

Di dapur Bening sedang memasak sederhana untuk makan malam, tentu bukan porsi yang banyak. Tempe goreng dan tumis kangkung sudah matang.

Tok tok tok.

"Siapa yang datang," Gumam Bening lalu meninggalkan cucian piring yang sudah ia kumpulkan di bawah. Karena Bening mencuci bukan di wastafel melainkan jongkok diluar, samping kamar mandi.

"Tuan kesini lagi?" Bening terkejut dengan kehadiran Bayu.

"Memang kenapa kalau saya ke sini?" Bayu balik bertanya lalu duduk di kursi keras ruang tamu, mendahului Bening.

"Tidak... saya hanya merasa aneh saja. Orang seperti Anda mau datang ke tempat kumuh seperti ini," Bening menjawab sambil berlalu ambil gelas mengisinya dengan air putih, lalu kembali lagi meletakan minum di meja depan Bayu.

"Kamu ini, tadi pagi kan saya sudah kesini" Tanpa mengucap terimakasih, Bayu meneguk air putih, tetapi matanya menatap Bening yang sedang duduk berhadapan dengannya. Tanpa Bening tahu, Bayu tersenyum tipis, ada perasaan bahagia sendiri walaupun hanya diambilkan air putih, tetapi kini ia merasakan menjadi suami.

"Kalau Tuan mau mandi, saya sudah membeli sabun," Kata Bening lalu beranjak ke belakang melanjutkan tugasnya.

"Saya sudah mandi di rumah Mama," Bayu rupanya mengikuti Bening.

"Mama, Tuan?" Bening seketika berdiri, perasaan takut memenuhi pikiranya. Rupanya derita yang Bening tanggung selama ini belum seberapa. Selama seminggu menjadi istri Bayu, Bening seakan lupa jika ada anak pasti ada orang tua.

Bening merasa gelisah, cepat atau lambat orang tua Bayu akan tahu jika ia istri kedua Bayu. Bening takut akan dianggap menjadi pelakor dalam rumah tangga Bayu dengan Naura.

"Tuan... tolong ceraikan saya sekarang, sebelum orang tua Tuan tahu jika kita telah menikah," Bening menangis. "Tolong talak saya sekarang Tuan..." Bening berjongkok di depan Bayu yang sedang duduk di balai bambu. Ia menggoyang lutut Bayu dengan air mata berderai.

...~Bersambung~...

Terpopuler

Comments

Agus Arnawa

Agus Arnawa

lanjut tor

2024-01-16

1

Erina Munir

Erina Munir

ya Allah bening...nasib muu

2024-01-14

0

Ani Ani

Ani Ani

dia terlalu rusing

2024-01-14

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!