Bab 6

Bening berangkat ke toko, berjalan kaki ke pinggir jalan raya menunggu angkutan umum. Tiba-tiba salah satu pengendara motor berhenti di depannya.

"Siapa pria ini?" Batin Bening, menunggu pria itu membuka helm.

"Ning, kenapa kamu berada di tempat ini?" Tanya pria itu.

"Kamu An, aku pikir siapa?" Bening mengalihkan, tentu tidak ingin di ketahui jika ia sudah menikah. Bukanya mau menyembunyikan pernikahan ini. Namun, statusnya dengan Bayu masih abu-abu.

"Ayo naik Ning," Pinta Annas, dalam hati berharap Bening mau membonceng motornya untuk yang kedua kali. "Ning... ayo, daripada numpang angkutan, lumayan loh, uangnya bisa kamu buat jajan," Jujur Annas.

Sesaat Bening berpikir, apa tidak salah jika membonceng motor Annas, sementara ia sudah mempunyai suami. "Huh! Suami? Bukankah Bayu mengatakan bahwa aku hanya pantas sebagai pembantu nya? Ah! Masa bodo," Bening berperang dengan pikiranya sendiri. Ia pun memutuskan untuk naik ke atas motor Annas.

"Pegangan Ning," Kelakar Annas, karena Annas tahu jika Bening tidak mau menyentuh tubuhnya. Di atas motor, selayaknya teman mereka ngobrol dengan suara kencang, bersaing dengan Deru mesin hingga tiba di tempat kerja.

Bening menunggu di depan toko, karena Annas sedang ambil kunci rolling door. Sebenarnya yang biasa membuka toko tersebut bagian bersih-bersih, namun rupanya saat ini belum tiba. Lima menit kemudian toko sembako pun dibuka, Bening mengerjakan apa yang bisa dia kerjakan sebelum pelanggan datang.

"Ning, kamu sudah sarapan?" Tanya Annas membawa dua gelas teh manis dengan gorengan yang dia beli di sebarang toko.

"Belum," Jawab Bening, pagi ini memang belum sempat sarapan gara-gara Bayu pagi-pagi sudah ngamuk.

"Ayo sarapan dulu," Annas duduk di lantai disusul Bening.

"Waah... terimakasih Nas," Bening segera menyeruput teh hangat rasanya segar sekali, kemudian menggigit tempe mendoan.

"Ning, kamu kemana selama tiga hari kemarin tidak masuk kerja?" Tanya Annas bingung, sebab tidak biasanya Bening membolos kerja.

"Sedang ada urusan keluarga Nas," Bening menjawab asal. Ia tidak mau berbagi kesedihan bahwa dia terpaksa menjual diri demi ibunya.

"Oh gitu, terus kamu ditawari pekerjaan apa sama artis terkenal itu?" Selidik Annas.

Bening menunduk menyusun kata bagaimana harus menjelaskan kepada sahabatnya itu. "Aku hanya ditawari kerja art, Nas," Bening terpaksa berbohong.

"Kamu yakin Ning," Annas kasihan menatap Bening, jika ia orang berduit tentu akan membantu Bening. Namun, nyatanya Annas pun kesulitan uang.

"Yakin Nas, sudah yuk, kita kerja," Bening memutus obrolan. Para pelanggan pun berdatangan semua pekerja toko mengerjakan tugas masing-masing.

Sore harinya Bening pun pulang bersama Annas. Annas melajukan motor melalui jalan ke arah rumah Bening.

"Aku nggak pulang ke kampung sawah Nas," Bening menghentikan motor Annas sebelum jauh, karena arah rumah Bening belok kiri, sementara ke rumah Bayu belok kanan.

"Oh iya, aku lupa Ning, kalau kamu mau kerja sore," Annas pun putar balik mengantar Bening ke rumah Bayu, tetapi Bening minta turun di pinggir jalan.

"Lah, kenapa nggak sampai rumah majikan kamu saja sih Ning," Annas sebenarnya ingin tahu tempat tinggal Bening yang baru.

"Lain kali saja An, terimakasih ya, daaa..." Bening ngibrit pulang melewati komplek yang isinya rumah besar-besar. Wajar, karena komplek ini pemilik nya kalangan orang-orang kaya, dan kebanyakan artis.

Suasanya sangat sepi, para pemilik rumah kebanyakan beraktivitas di luar . Jika ada orang di dalam hanya para art maupun baby sitter. Kira-kira sepuluh menit dari jalan raya Bening tiba di rumah yang dituju.

"Baru pulang Ning?" Tanya bibi setelah menjawab salam yang diucap Bening.

"Iya Bi," Sahut Bening dengan wajah lelah karena bekerja seharian, ingin segera mandi dan beristirahat. Jika tanggal muda begini toko sangat ramai. "Oh iya Bi, tuan Bayu sudah pulang?" Tanya Bening.

"Tuan hari ini tidak berangkat kerja Ning, badanya demam," Tutur bibi.

"Demam?" Tanya Bening terkejut, lalu cepat-cepat mandi, ingin segera menjenguk suaminya tentu tidak dalam keadaan berkeringat seperti sekarang, bisa-bisa suaminya itu mengusir nya.

Bening menyisir rambut panjangnya, kemudian mengikat setelah mandi. Gadis itu menatap wajahnya dalam pantulan kaca tersenyum melihat wajah cantiknya. Saat mandi ia membersihkan tompel buatanya yang dia poles dengan kosmetik yang aman untuk wajah.

Namun, senyum itu menghilang tergantikan tetesan air mata, ketika ingat masa sekolah. Sudah beberapa kali, Bening hendak dilecehkan oleh pria yang tidak bermoral karena kecantikannya.

Masih segar dalam ingatan Bening, sebelum ayahnya pergi meninggalkan dirinya, Bening tinggal di rumah yang lebih layak daripada saat ini. Namun, setelah kepergian ayahnya, Bening dan ibunya harus pergi karena rumah ayahnya disita, lantaran tidak bisa membayar cicilan.

Saat itu, bu Lisa belum gila, masih bisa memberi saran putrinya agar merubah penampilan wajahnya sebelum tinggal di rumah kumuh peninggalan nenek.

Wajah cantiknya sebenarnya melebihi kecantikan Naura, walaupun tanpa polesan. Hanya, Bening membuat wajahnya menjadi kusam entah sampai kapan. Bening ingin mendapatkan pria yang menerima dirinya apa adanya. Namun, Allah berhendak lain, entah Bayu itu jodohnya atau bukan nyatanya Bening sudah sah menjadi istri secara agama.

Bening mengusap air matanya lalu kembali memoles pipinya dengan warna gelap, sebelum akhirnya mengenakan kerudung kemudian ke kamar Bayu.

"Aduuhh... aduuhh..." Rintih Bayu masih seperti tadi pagi ketika Bening berangkat bekerja. Badan pria itu kedinginan bergulung selimut. Bening segera mematikan ac lalu mendekati ranjang. Dia tatap wajah pucat Bayu yang tidur miring dengan mata terpejam.

"Tuan sakit?" Bening memegang dahi Bayu ternyata panas, tetapi justeru ditepis Bayu. Bening menahan rasa kesal, merawat Bayu adalah salah satu tugas yang diberikan Naura, tentu Bening ingin melakukan itu. Tetapi rupanya pria di depanya sekeras batu.

"Oh... jadi, Anda tidak membutuhkan pertolongan saya? Baiklah" Bening pun menggerakan kakinya.

"Kamu ini istri macam apa? Suami sakit tapi keluyuran seharian baru pulang?!" Tandas Bayu, membuka kain yang menutup sebagian wajahnya menatap Bening geram.

Bening menghentikan langkahnya lalu balik badan. "Saya ini kerja, bukan keluyuran." Bantah Bening. "Lagi pula Tuan pernah bilang kan?! Kalau saya ini hanya pembantu bukan istri!" Bening menirukan ucapan Bayu kemarin.

"Justeru karena kamu pembantu, makanya harus melayani majikan!" Bayu menatap Bening menyeringai.

"Okay... sekarang saya disuruh apa?" Bening membuka selimut Bayu, pandanganya tertuju pada tangan Bayu yang berdarah tadi malam tampak bengkak.

"Tangan Tuan," Bening mengangkat tangan Bayu memeriksanya.

"Tangan Tuan infeksi, ini gara-gara lukanya belum dibersihkan tapi sudah di perban," Bening membuka perban.

"Jangan sok tahu!" Ketus Bayu, tetapi membiarkan tanganya yang terluka di pegang Bening.

"Sekarang Tuan sebaiknya ke rumah sakit, jika tidak segera diobati, Tuan akan menderita titanus," Kata Bening lalu beranjak.

"Mau kemana kamu?!" Dalam keadaan sakit pun Bayu masih bisa membentak.

"Mau ke kamar mandi, ambil kompres" Jawab Bening sambil berlalu, ia memukul dadanya yang terasa sesak, entah ampai kapan ia akan sanggup bertahan dalam suasana seperti ini.

...~Bersambung~...

Terpopuler

Comments

Hasnah Hasnah

Hasnah Hasnah

wah ternyata bening cantik.. seru nih

2024-04-20

1

Erina Munir

Erina Munir

mati luh bayu...klo nggak cepet2 d bawa k rmh sakit...

2024-01-14

1

Ani Ani

Ani Ani

kenapa diburukan mukatu

2024-01-13

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!