Bab 15

"Apa tidak bisa ditelepon saja Tuan," Saran Supir, ketika mobil Bayu sudah berkeliling mencari sosok Bening tetapi belum bisa menemukan, padahal saat ini sudah jam 11 malam.

"Saya belum menyimpan nomor nya," Kilah Bayu, ia tentu malu jika jujur mengatakan bahwa istri seorang Bayu, tidak memiliki handphone.

Wawan tidak lagi bicara padahal dalam hati ia sudah lelah, selama tiga jam berputar-putar keliling Jakarta hanya sia-sia. Ingin memberi saran agar pulang dulu pun tidak berani.

"Beginilah nasib bawahan, aku harus bicara" Batin supir, menyemangati diri sendiri.

"Mungkin, Non Bening pulang ke rumahnya Tuan, atau barang kali berada di rumah sakit," Supir memberanikan diri angkat bicara.

"Benar juga kamu Wan, tapi saya belum tahu alamatnya," Bayu memang pernah mendengar dari Naura menyebut tempat tinggal Bening, tetapi karena saat itu tidak perduli dengan Bening maka tidak memperhatikan.

"Kalau begitu kita ke rumah sakit saja dulu Wan," Bayu seperti menjadi pria bodoh. Mana boleh berkunjung ke rumah sakit tengah malam.

"Tetapi sekarang sudah jam 11 lebih Tuan," Wawan mengingatkan tetapi tidak menjelaskan peraturan rumah sakit, yang ada Wawan disangka menggurui.

"Ya sudah... sekarang kita pulang saja," Otak Bayu yang sedang buntu akhirnya bisa berpikir juga. Siapa pun jika sedang panik tentu tidak akan bisa berpikir lancar.

Supir mengangguk, rasanya lega sekali dengan keputusan Bayu. Jalanan sudah lengang, Wawan mengendara cepat tetapi hati-hati.

Tiba di kediamannya Bayu bukan masuk ke kamar sendiri, melainkan ke kamar Bening. Ia membuka jaket, melemparkan ke sofa lalu menjatuhkan tubuhnya di kasur.

"Huh! Punya dua istri, tapi susah diatur semua!" Bayu merasa kesal. Naura lupa jika mempunyai suami. Padahal, tujuan mereka menikah adalah; menjalin rumah tangga yang harmonis. Ada di rumah ketika dirinya pulang kerja, hamil dan mempunyai anak, itulah harapan Bayu. Namun, ia menyadari semua itu tidak dengan mudah ia gapai seperti pria kebanyakan. Kenyataannya Naura dituntut oleh pekerjaan. Bayu harus menerima kenyataan itu karena sebelum Bayu menikah dengan Naura, ia sudah tahu jika hal seperti ini akan dia hadapi.

Lalu apakah salah? jika Bayu ingin membuat Bening menjadi istri seperti harapannya. Tetapi nyatanya Bening pun justru marah ketika disuruh berhenti kerja.

"Istri? Hahahaha... berpikir apa aku?" Tolak Bayu dengan pemikirannya sendiri tentang Bening. Tetapi dalam hati kecilnya tidak menampik bahwa Bening mampu membuat Bayu merasa dihargai sebagai suami. Bayu bingung dengan perasaanya sendiri.

Ia menatap langit-langit kamar, mencari cara agar bisa mengetahui dimana alamat Bening. "Oh, mungkin bibi tahu" Ujarnya bersemangat bangkit dari ranjang menuruni tangga hendak menuju kamar bibi. Namun, Bayu harus kecewa karena di lantai bawah sudah sepi. Wajar jika bibi sudah tidur, karena memang sudah larut.

Seperti orang kebakaran jenggot, Bayu kembali ke kamar, tidak ada jalan lain selain menghubungi Naura menanyakan dimana tempat tinggal Bening.

"Hallo Mas, kok belum tidur? Bukanya di Indonesia sekarang tengah malam?" Cecar Naura.

"Kamu tahu alamat Bening tidak?" Bayu balik bertanya, tidak menjawab pertanyaan Naura.

"Oh, alamatnya di kampung sawah Mas, rt 1, rw 2. Sudah dulu ya Mas, aku hanya dikasih waktu 10 menit." Jawab Naura, tidak menanyakan kenapa suaminya menanyakan alamat Bening, tetapi justru menyudahi obrolan.

Tut!

"Aaaggghh..." Bayu meninju angin. Sudah biasa Naura memutuskan sambungan telepon seperti itu, tetapi kali ini ia marah sekali. Bayu kesal tiap kali telepon Naura pasti istrinya terburu-buru menyudahi dengan alasan waktu habis.

Bayu membuka baju lalu mencari pakaian di lemari hendak salin piama. Lebih baik tidur mengumpulkan tenaga yang tinggal sisa. Namun, Bayu baru ingat jika saat ini bukan di kamarnya sendiri tentu tidak menemukan yang dia cari. Tetapi Bayu lega kala menatap pakaian Bening masih penuh, itu artinya Bening akan kembali.

Keesokan harinya, Bayu sudah rapi tetapi hanya mengenakan pakaian santai, karena dia tidak akan ke kantor, melainkan hendak mencari Bening.

"Sarapan dulu Tuan," Kata bibi perhatian. Bibi khawatir jika majikanya masuk angin, karena tadi malam melewatkan makan malam.

"Terimakasih Bi" Bayu hanya minum kopi belum sampai habis, kemudian berangkat bersama Wawan menuju kampung sawah sesuai alamat yang diberikan Naura.

Matahari belum muncul karena masih jam 6 pagi, Bayu ingin segera tahu dimana keberadaan Bening.

"Kita lewat sawah itu Wan, kamu yakin?" Tanya Bayu, tidak percaya ketika Wawan sudah parkir di depan toko, lalu berjalan ke belakang toko tersebut. Di sana tampak sawah membentang luas. Bayu menatap jauh kedepan tidak ada rumah sama sekali.

"Iya Tuan, mari"

Wawan berjalan lebih dulu melalui jalanan di pinggir sawah hanya muat satu orang, Bayu mengekori.

Pria itu merasa ngeri jika sampai jatuh ke kiri maka akan masuk ke parit, ke kanan pun tak kalah ngeri karena akan masuk ke sawah. Tanaman padi tampak menghijau walau masih pendek Bayu baru kali ini melihat tanaman yang nasinya dia makan setiap hari itu lebih dekat.

"Mari Tuan..." Wawan behenti menunggu Bayu tanpa Wawan sadari bosnya tertinggal jauh darinya.

"Kalau tahu begini pakai sandal jepit saja tadi Wan," Sesal Bayu. Ia membungkuk terpaksa melepas sepatutnya, sulitnya medan jika orang belum terbiasa melewati jalan itu bisa-bisa terpeleset karena licin.

"Saya lupa Tuan," Wawan menyarankan agar Bayu menunggu di tempat itu. Sementara supir menenteng sepatu Bayu menyimpannya di mobil, menukarnya dengan sandal. Lumayan agak lama karena jalanya seperti siput, Wawan kembali menyerahkan sandal.

"Jadi... ini jalan yang dilalui Bening setiap hari Wan," Ucapnya menunduk waspada.

"Bagi kami orang desa, melewati jalan seperti ini sudah biasa Tuan," Jawab Wawan, melirik Bayu yang fokus kepada jalanan kasihan juga. Namun, mungkin ada hikmahnya Bening kabur dari rumah. Dengan begitu, Bayu akan tahu bagaimana keadaan orang pinggiran. Tidak hanya melihat ke atas dimana orang-orang berkelas hidup dengan segala kemewahan. Termasuk jalan tol pun hanya orang seperti Bayu yang bisa melalui.

Bayu tidak menimpali penuturan Wawan tetapi dalam hati menelaah ucapan Wawan.

"Bok Bok Bok"

"Aaagghh..."

Byuuuurrr...

"Tuan..." Wawan terperangah kala seekor Bebek dari parit terkejut akan kehadiran dua pria itu. Bebek pun terbang menabrak tubuh Bayu hingga tercebur ke sawah.

Wawan terpaku menatap Bayu yang jatuh terduduk penuh lumpur hingga pakaian Bayu yang berwarna putih berubah coklat, bahkan nyiprat ke wajah dan rambutnya hingga menyerupai Kudannil.

Bayu mengusap wajahnya mengurangi lumpur yang menghalangi pandanganya. Hingga tatapan matanya tertuju kepada gadis yang sudah menggulung celana panjangnya hingga ke lutut lalu menyebur ke sawah menghampiri dirinya.

...~Bersambung~...

Terpopuler

Comments

Agus Arnawa

Agus Arnawa

masa kecil kurang bahagia ee mainan lumpur

2024-01-16

2

guntur 1609

guntur 1609

gmna mau bisa diatur. kau ja sbg krpala keluarga terlalu plin plan

2024-01-14

1

Erina Munir

Erina Munir

dasaaar bayuuu... ngerepotin ajah luh

2024-01-14

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!