Bab 10

"Bening..." Panggil seorang pria yang baru turun dari mobil menghampiri Bening. "Aku disuruh Mama mengantarkan kamu pulang," Kata pria yang bernama Bian, putra pemilik toko dimana Bening bekerja. Pria kulit putih bermata sipit itu memang menaruh hati kepada Bening sejak setahun yang lalu. Namun, pria itu belum mengutarakan perasaannya.

"Terimakasih Kak, lain kali ya," Tolak Bening halus, melirik wajah Annas yang menyembunyikan rasa kecewa. Annas takut jika Bening menerima tawaran Bian. Padahal mana berani Bening pulang diantar anak bos. Apalagi dua orang karyawan wanita yang bagian kasir bisa marah kepadanya, lantaran mereka mengagumi Bian.

Sementara Annas hanya diam merasa kecil di hadapan putra bos nya yang mempunyai usaha 3 minimarkert di kota Tangerang itu.

"Tapi, kata Mama aku disuruh mengantarkan kamu Ning," Bian menggebu-gebu.

"Terimakasih Kak, tolong sampaikan ucapan terimakasih saya pada beliau," Bening mengangguk santun lalu naik ke atas motor.

"Permisi Kak" Ujar Annas sopan sebelum akhirnya motornya melesat pergi.

"An, bisa mampir ke rumah sakit tidak?" Tanya Bening malu-malu. Sudah dibonceng tetapi masih minta tolong.

"Bisa. Kenapa tidak?" Annas merasa senang dalam hatinya ingin disuruh-suruh Bening seperti ini, dengan begitu Annas bisa dekat-dekat dengan nya.

Antara tempat kerja Bening dengan rumah Bayu, posisi di tengah-tengah walaupun melawan kemacetan mereka tiba di rumah sakit.

"Ibu..." Sapa Bening setelah tiba di rumah sakit, Lisa sedang duduk di bawah pohon halaman RSJ menatap kosong ke depan. Bening berjongkok di depan Lisa ambil tangan sang ibu walaupun tidak direspon, Bening mencium tangan wanita yang ia sayangi itu.

"Siapa Dia?" Lisa menatap Annas yang ikutan jongkok di samping Bening. Annas tersenyum memandangi Lisa.

"Ini Annas teman kerja Bening Bu," Bening menjelaskan walaupun ibunya tidak lagi nyambung jika diajak bicara.

"Hati-hati kamu kalau berteman dengan pria Bening! Semua pria itu ba****an!" Wajah Lisa tiba-tiba berubah menyeramkan. Sementara Bening menyiku Annas agar menjauh ketika keadaan Lisa sedang tidak baik.

"Heh! Mau kemana kamu!" Lisa seketika berdiri berteriak-teriak mengucap sumpah srapah.

"Bu tenang bu..." Bening hanya bisa menangis tergugu menatap Lisa yang sudah dibawa perawat masuk ke ruangan.

"Astagfirullah..." Bening menjatuhkan lututnya ke konblok rumah sakit, air matanya mengalir deras. Niat hati ingin bertemu sang ibu, tetapi justeru membuat ibunya kambuh.

"Bening... maafkan aku, seharusnya aku tidak ikut masuk," Annas membangunkan Bening, mengajaknya pulang. Sepanjang perjalanan Bening terus menangis. Annas yang melihat dari kaca spion rasanya ingin memberikan pundaknya untuk Bening.

Tiba di rumah, mobil milik Bayu sudah parkir di garasi. Itu artinya Bayu sudah tiba lebih dulu. Bening cepat-cepat ke dalam waktu sudah menjelang magrib ia akan segera menyiapkan makan malam untuk Bayu, dengan memasak mungkin hatinya bisa sedikit terhibur.

"Sibuk amat, digaji berapa kamu?!" Pertanyaan nyelekit terlontar dari mulut pria yang sudah duduk di ruang tamu.

Bening menahan rasa kesal tetapi ia berjalan terus tidak menganggap bahwa ada orang di tempat itu. Ia menapaki tangga, rasa sedihnya karena memikirkan Lisa belum hilang. Kini Bayu justeru berujar membuat hatinya semakin terluka.

"Heh! Tompel! Kamu tidak mendengar pertanyaan saya?" Bayu mengejar hingga sampai di tangga paling atas, hanya tinggal beberapa langkah lagi tiba di kamar Bening.

Bening tetap berjalan, ia sungguh lelah menghindari keributan itu yang terpenting. Tiba di kamar, Bening melempar tas di sofa. Ketika hendak duduk tangan kekar menahanya.

"Ada apa Tuan... saya capek! Saya tidak mau bertengkar," Bening memelas kala menatap mata Bayu, sepertinya mengobarkan kilatan api.

"Kamu tidak mendengar pertanyaan saya?" Bayu mengulangi pertanyaannya. Dia kesal gadis ini berani mengabaikan.

"Saya akan menjawab pertanyaan Tuan, asal pertanyaan Anda tidak dengan kata-kata yang menyakitkan," Bening mendongak menatap mata Bayu, dua pasang mata mereka saling bertemu. Bening merasakan tangannya begitu perih karena Bayu memegang terlalu kencang, lalu menunduk melepas tangan Bayu.

Bening terpaksa menahan rasa ingin ke toilet, lalu membalikan badan hendak ke kamar mandi dapur saja.

"Mau kemana kamu?" Bayu berjalan cepat menghalangi pintu.

"Saya mau memasak Tuan... iiihhh..." Bening menghentak-hentakkan kakinya jengkel dibuatnya. Rasanya ingin menangis meraung-meraung jika bukan karena jaim di depan Bayu.

"Obati tangan saya," Perintah Bayu, lalu kembali ke kamar Bening. Pria angkuh itu duduk di ranjangnya. Menunggu Bening yang masih tidak bergerak dari posisi semula.

"Cepat tompel!" Seru Bayu dengan ekspresi wajah yang sulit diartikan.

"Iya... bilang baik-baik kan bisa! Tidak usah marah-marah!" Bening melengos lalu mencari kotak obat. Tidak perduli lagi walaupun Bayu teriak-teriak memanggilnya. Bayu mengira kepergian Bening dari kamar karena tidak mau menjalankan perintahnya.

"Kamu itu masih belum puas ya, keluyuran seharian," Bentak Bayu ketika Bening sudah di kamar, entah apa maksudnya. Padahal dia sudah melihat dengan mata kepalanya sendiri bahwa Bening bukan keluyuran seperti yang dia kira.

Bening tidak menimpali lagi hanya akan membuang waktu dan energi. Ia duduk di sofa dimana Bayu sudah pindah dari ranjang. Dengan ragu-ragu Bening memegang tangan Bayu, membuka perban.

Ia bersihkan luka itu dengan telaten, tidak Bening sadari Bayu mencuri pandang. Merasa sunyi, Bening mengangkat kepalanya. Bayu cepat-cepat mengalihkan pandanganya ke samping.

"Aaggghhh... jangan kencang-kencang! Tompel!" Ketus Bayu, kala tanganya di cuci dengan kapas basah. Terasa perih, seketika menarik tanganya.

Bening menatap Bayu sekilas membuang napas kasar. "Anda ini sejatinya pria dewasa yang manja, tapi sayangnya tamperamen," Sindir Bening kesal dengan sikap pria yang sombong tapi alemananya tidak ketulungan. Niat hati ingin mengalah, tetapi toh, Bening menyahut juga.

"Siapa yang manja!" Bayu tersinggung dengan ucapan Bening.

"Mau dilanjutin nggak? Jangan marah-marah terus, yang ada nanti Anda darting,"

Bayu tidak menyahut lagi, selesai diobati Bayu lantas tidur di kamar itu.

Bening membiarkan Bayu tidur, lalu menjalankan shalat magrib terlebih dahulu, sebelum ke dapur sesuai rencananya memasak dibantu bibi. Satu jam kemudian sudah waktunya makan malam, Bening menunggu Bayu tetapi tidak juga turun.

"Kok Bayu belum turun ya Bi?" Tanya Bening kepada bibi yang sedang menata masakan.

"Saya bangunkan dulu ya Ning," Kata bibi. Namun, dicegah Bening. Bening sendiri yang akan membangunkan. "Memang tidak shalat magrib apa itu orang" Gumamnya sambil ke kamar.

"Tuan... bangun..." Bening menggoyang pundak Bayu yang sedang tidur. Bening ngedumel karena Bayu tidak shalat magrib. "Jangan-jangan... pria sombong ini tidak pernah shalat. Pantas saja, kelakuanya buruk!" Bening bermonolog.

"Naura..."

Bruk!

Tidak Bening sangka, Bayu menarik lengannya, hingga menimpa dada bidang Bayu. "Lepaaasss... saya bukan Naura...!"

...~Bersambung~...

Terpopuler

Comments

Qori Maret

Qori Maret

Hai Bu.. salam kenal dari author pemula. suka bangt sama karya ini. jangan lupa follback aku ya Bu.🙏

2024-02-09

0

Ani Ani

Ani Ani

mula buat hal

2024-01-13

0

Totoy Suhaya

Totoy Suhaya

yg d ingat trs naura..pdhl nauranya nggak ingat

2024-01-06

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!