Kakak, Boleh Aku Mencintaimu?
"Selamat diterima kerja Kiran!!" seru Putri dan Cia bersama-sama membuat banyak orang di dalam cafe melihat ke arah mereka bertiga.
"Udah. Malu tau"
"Emang kenapa? Kan kita seneng banget akhirnya kamu diterima sesuai dengan yang kamu pengenin"
"Iya. Kamu juga udah kerja keras biar bisa diterima" ucapa Putri dan Cia menambah rasa bangga dalam diri Kiran.
"Oke ... oke. Makasih ya sahabatku tersayang!!!" teriak Kiran tidak mau kalah. Lebih baik dia menambah keramaian daripada malu sendiri.
Beberapa orang tertawa karena melihat tingkah mereka. Tapi Kiran tidak peduli lagi. Putri dan Cia merayakan kabar diterimanya dia bekerja di Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Malang. Sesuatu yang memang dimpikannya sejak lama. Bukan pekerjaan yang sesuai dengan jurusan kuliahnya. Tapi kota yang akan ditempatinya saat bekerja nanti. Malang. Tempat dia dilahirkan. Tempat dia dibesarkan sampai berumur empat belas tahun. Juga tempat terakhir dia bertemu ibu, ayah dan juga ... orang itu.
"Jadi ... kamu bakal tinggal di rumah lamamu?" tanya Putri menggugah lamunan Kiran.
"Tapi rumah itu kan gak ditinggali lama. Berapa tahun? sepuluh tahun?"
Kiran tersenyum mengetahui betapa perhatian dua sahabatnya itu.
"Udah dibenerin kok. Bibi bilang kalo rumah itu sempet dikontrakin habis dirombak. Tapi luarnya tetep dijaga kayak dulu. Kan sayang rumah bersejarah dari jaman Belanda"
"Wuihhh kalo malem-malem pasti ngeri juga ya. Kamu yakin gak mau ditemenin?" tanya Cia dengan menunjukkan ekspresi ngeri.
Kiran tersenyum lagi. Sebenarnya dia juga sempat ragu untuk tinggal di rumah itu. Rumah yang menyimpan banyak sekali kenangan baik itu indah dan buruk. Tapi ... dia hanya ingin mengingat ibunya saja saat pertama kali masuk ke rumah itu lagi setelah sepuluh tahun lamanya. Dia bahkan tidak pernah ke kota kelahirannya sejak pindah ke Jakarta karena kenangan itu.
"Aku ... pengen masuk kesana sendiri. Yah ... paling gak buat hari pertama"
Kedua sahabatnya terdiam sejenak setelah mendengar kata-klata Kiran. Mereka tahu kalau pulang ke Malang dan rumah itu adalah sesuatu yang sangat penting baginya.
"Pokoknya kalo kamu ngerasa takut sama kesepian, telpon aku aja. Aku bakal terbang cepat ke Malang dan nemenin kamu"
"Selesaiin dulu urusan wisuda kamu tuh"
"Lho, wisuda kamu bukannya udah selesai urusannya Cia?"
"Belum lah. Kan aku males. Gak kayak kalian yang semuanya tepat waktu"
Sebenarnya daripada Kiran, Putri adalah yang terpintar diantara mereka bertiga. Lulus kulian manajemen dalam waktu tiga setengah tahun saja. Setelah lulus langsung diterima kerja di salah satu perusahaan besar di Jakarta. Tapi setelah bekerja selama dua tahun memutuskan untuk berhenti dan mendirikan toko online sendiri dan sukses menjadi pengusaha sampai sekarang. Sedangkan Cia yang merupakan putri pengusaha batu bara di Kalimantan menjalani kehidupan yang lebih santai daripada Kiran dan Putri. Meskipun pandai, Cia memilih untuk menikmati masa kuliahnya dengan maksimal dan akhirnya lulus di tahun keenam.
Kiran sendiri sebenarnya tidak begitu pandai seperti Putri dan Cia. Dia hanya diberi anugerah berupa rajin oleh Tuhan. Membuatnya melakukan semuanya dengan cepat dan sepenuh hati. Hal itu membuatnya mendapat beasiswa hampir selama tiga tahun di Universitas sebelum akhirnya Kiran memutuskan untuk bekerja di tahun terakhirnya kuliah. Setelah lulus, dia tetap bekerja di tempat yang sama sambil mencari informasi penerimaan Pegawai Negeri.
"Tapi sekarang kan udah selesai Cia"
"Udah dong. Kamu berdua harus hadir nanti bulan Oktober. Jangan beralasan sibuk dan macem-macem. Jangan panggil aku sahabat kalo kalian gak dateng di wisuda aku" ancam Cia.
"Oke" jawab Kiran dan Putri hampir bersamaan.
"Apa Bibi kamu dateng bawa oleh-oleh Ran?" tanya Cia mengingatkan Kiran tujuannya mengajak kedua sahabatnya bertemu.
"Iya. Bibi udah beliin kalian baju batik. Outer kayaknya sama bakpia terus apa lagi gitu"
"Aseek. Yok ke rumah kamu. AKu juga pengen denger cerita bulan madu Bibi kayak gimana. Apa mereka pulang dengan benih yang ada di dalam perut Bibi kamu?"
Rasa ingin tahu Cia yang seperti ini, menyusahkan Kiran dan Putri selama mereka berteman. Untuk masalah seperti ini, Cia sungguh cepat menangkap.
"Kalian tanya sendiri aja deh"
Ketiga sahabat itu pergi ke rumah bibi Kiran dengan mobil Cia. Mobil Putri terpaksa ditinggal di kafe karena rumah Bibi Kiran berada di dalam gang jalan yang ramai sekali. Tidak ada tempat parkirnya. Lain kalau mereka bertiga naik motor seperti Kiran. Mereka sampai saat Bibi Kiran sedang sibuk membereskan barang bawaan dari Jogja.
"Bibi!!!" seru Cia dari luar rumah mengejutkan Bibi Kiran.
"Kalian dateng! Sini. Bibi udah bawain oleh-oleh"
"Kalo Cia lebih butuh cerita Bi. Gimana malem pertama Bibi di Jogja?"
"Ciaaaa"
Kiran dan Putri geleng-geleng kepala karena pertanyaan Cia yang tidak basa-basi itu.
"Gak apa-apa kan Bi, Cia tanya gitu"
"Duhhh Cia, itu kan rahasia perusahaan"
Cia sepertinya kecewa mendengar penolakan Bibi. Tapi tidak dapat berbuat apa-apa karena Paman datang membawakan teh untuk mereka semua. Disaat Putri dan Cia sibuk mendengar cerita Bibi, Kiran masuk ke dalam kamarnya dan melihat koper di atas kasur. Semuanya sudah siap untuk keberangkatannya ke Malang besok sore. Harusnya dia merasa sedih karena harus meninggalkan Bibi yang selama ini membesarkannya menggantikan ibu. Tapi kini Kiran bahagia karena tidak meninggalkan bibinya sendirian di rumah ini. Rumah yang menjadi saksi perjuangan mereka berdua sebagai Bibi dan keponakan di ibu kota.
"Kamu bawa pakaian dikit aja. Paman bakal ngirim sisanya lewat paket. Biar kamu gak repot bawanya" kata Paman baru Kiran yang muncul di depan kamarnya.
"Iya deh paman. Tolong ya!"
"Iya. Jangan lupa obat-obatan yang udah dibeli bibi kamu tadi pagi dia atas meja"
Setelah menunjuk ke atas meja rias, Paman Joni pergi ke dapur. Sepertinya bersiap membuat makanan. Kiran tersenyum membuka kantong plastik berisi obat-obatan yang dibeli oleh bibinya dan mulai menata semuanya di koper. Sedangkan bajunya yang lain mulai dimasukkannya di dalam kardus. hanya satu kardus besar berisi baju dan perlengkapannya. Karena Kiran tidak terlalu senang membeli apa-apa untuknya. Dia lebih suka menabung dan menyimpan uang untuk keperluan yang mendadak.
Akhirnya semua siap dan Kiran berhasil menyelesaikan semuanya dalam beberapa menit saja. Dua sahabatnya yang menyusul ke kamar tiba-tiba menampakkan wajah sedih, membuatnya merasa bersalah.
"Kan kalian bisa dateng ke Malang. Aku juga bisa pulang ke Jakarta dua bulan sekali"
"Iya"
Mereka bertiga berpelukan seakan tidak ingin berpisah satu-sama lain. Tapi inilah kehidupan. Meski mereka sangat dekat dari SMP, akhirnya akan terpisah karena pekerjaan dan kehidupan masing-masing. hal yang tidak bisa dihindari itu akhirnya datang juga dan memaksa mereka terpisah satu sama lain.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
Nur Hayati
mulai menyimak...
2024-10-18
0
An-nur
nyimak,ikut mewek aku karna perpisahan mereka
2020-12-20
1
Rina Rizky
wonosari thor.... kebun teh ya... 😀
2020-12-04
1