Kiran merasa hari-harinya penuh dengan kegembiraan. Tapi hal itu ternyata tidak bertahan lama. Saat dia sadar kalau ibunya lebih memilih untuk memperlakukan anak laki-laki itu lebih baik daripada dirinya.
"Kiran sini!" kata Bibinya mengajak Kiran belajar bersama.
"Kiran mau sama ibu"
"Ibu ngajarin kak DHika. Kiran sama Bibi aja"
"Gak mau!!! Kiran mau sama ibu"
Kiran berlari ke arah ibunya dan menerima penolakan yang kemudian menyakiti hatinya yang masih sangat muda itu.
"Kiran kan udah bisa belajar sama Bibi"
Segera saja dia menangis. Tangisannya kencang sampai terdengar di luar rumah. Mengakibatkan ayah Burhan masuk dengan berlari untuk menenangkannya.
"Zanna kenapa?"
"Ibu gak sayang sama Kiran lagi. Ibu cuma sayang sama anak itu" katanya sambil menangis.
"Zanna!! Ini kak Dhika bukan orang itu" bentak ibunya membuat Kiran semakin menangis. Llau anak laki-laki yang dari tadi cuma berdiri diam itu membanting piring yang dipegangnya. Mengejutkan semua orang dan menghentikan tangis Kiran.
"Keluar semua!!!!" teriak anak laki-laki itu.
Kiran tidak mengerti. Bukannya dia yang harusnya marah kalau ibu selalu mendahulukan anak itu daripada dirinya? Kok anak laki-laki itu yang marah? Ibu kemudian mengajaknya ke kamar lalu menatap mata Kiran dan mulai bicara.
"Zanna. Ibu minta tolong Zanna belajar sama tidur sama Bi Tia dulu ya"
"Kenapa?" tanyanya dengan mengusap air mata.
"Kak Dhika lagi sedih. nantyi kalo kak Dhika gak sedih lagi, ibu pasti nemenin Zanna lagi"
Sedih? Anak laki-laki itu nakal, makanya bisa mecahin piring. Tapi Kiran tetap tidak mengerti penjelasan ibunya dan kembali melakukan semuanya dengan Bi Tia. termasuk berangkat dan pulang sekolah.
Semenjak itu ada banyak sekali perubahan di rumah Kiran. Ibunya sering terlihat berdiri di depan pintu kamar anak laki-laki itu. Memanggil dan merayu agar anak itu makan dan keluar. Ibunya kini selalu memasak makanan kesukaan anak itu daripada Kiran. Dia sempat protes dengan merajuk tidak makan tapi Bibi selalu bisa merayunya lagi.
"Kalo Kiran gak makan, Bi Tia juga gak makan. Biar kita sama-sama kurus ya" Itu kata-kata Bibinya yang selalu bisa membuatnya kembali makan dan tidak merajuk lagi.
Setelah beberapa bulan anak laki-laki itu mulai makan bersama. Tidak lagi memecahkan piring atau membanting pintu lagi. Ibu juga sudah mulai kembali menemani Kiran mengerjakan tugas sekolah. Ayah Burhan juga sering sekali memberikan hadian untuk Kiran. Boneka, pernak-pernik lucu dan susu styrawberry kesukaannya. Akhirnya Kiran dapat merasakan kasih sayang orang tua yang lengkap. Hanya saja anak laki-laki itu masih sering melihatnya dengan tatapan menakutkan. Membuatnya tidak berani mendekat atau mengejek anak itu lagi.
"Zanna. Besok ikut ayah yuk!"
"Kemana?"
"Ke kali"
"Hah?"
"Nanti ayah ajak ke sungai cari ikan kecil. cari capung, kupu-kupu sama belalang. Mau gak?"
Sepertinya menyenangkan lalu Kiran menyetujui ajakan ayah Burhan.
Besoknya dia menyesal karena anak laki-laki yang menakutkan itu juga ikut.
"Apa?" tanya anak itu dengan suara dalam yang kasara
"Apa sih?"
Keduanya diam tidak bicara. Hanya ayah Burhan saja yang terus menceritakan tempat yang akan mereka kunjungi. Selama perjalanan Kiran melihat banyak sekali pohon di sisi kanan dan kiri mobil. Dia senang hanya dengan membayangkan sungai yang diceritakan ayah Burhan.
Tapi kenyataannya bukan seperti yang ada dalam bayangannya. Kiran sering melihat sungai yang ada di tv, dan yang di depannya tidak lebih seperti got saja. Sangat kecil dan dangkal.
"Ini sungai?"
"Iya. Ini sungainya. Bagus gak?"
"Enggak" jawab Kiran jujur.
"Gak bagus ya? Tapi disini banyak ikan kecil. Lihat tuh"
"Itu kecebong. Anak katak bukan ikan"
Penjelasan Kiran membuat ayah Burhan tidak bisa berkata-kata. Tapi anak laki-laki itu menutupi wajahnya, seperti menahan tawa yang ingin keluar.
"Zanna mau lihat rumah besar gak? Disini ada lho"
Kiran mengikuti langkah ayah Burhan yang membawanya ke sebuah rumah besar tertutup plastik. Kelihatannya sangat mengerikan untuknya yang masih kecil.
"Ini rumah hantu. Takut. Huaaaaa" Kiran menangis karena takut melihat rumah besar dengan banyak plastik itu. Ayah burhan kebingungan menenangkannya. Sedangkan anak laki-laki itu mulai tertawa dengan lepas. Tak berusaha menutupi wajah lagi.
"Kita cari kupu-kupu aja gimana?" ajak ayah Burhan menghentikan tangis Kiran.
"Dimana?" tanyanya dengan terisak.
"Disana" kata ayah Burhan menunjuk sebuah tanah lapang yang luas sekali.
Lama sekali Kiran menunggu tapi tidak ada kupu-kupu yang melintas. Bahkan dia tidak melihat satuy semut-pun yang lewat. Matahari semakin tinggi dan Kiran mulai merasa bosan sekali.
"Kiran mau pulang!!!" teriaknya lalu menangis lagi
"Duhhh kemana ya kupu-=kupu kok gak ada yang muncul"
Ayah Burhan kebingungan mencari kupu-kupu atau serangga apapun untuk Kiran sedangkan anak laki-laki itu kembali tertawa.
Akhirnya mereka pulang tanpa mendapatkan apa-apa. Hanya banyak tangisan dan kebingungan. Karena merasa gagal, ayah Burhan mengajak Kiran dan anak laki-laki itu makan di sebuah restoran.
Suasana hati Kiran yang tadinya jelek berubah baik lagi karena adanya milkshake strawberry di depannya.
"Jangan bilang ibu kalo ayah beliin Zanna milkshake ya"
"Iya" Kiran mengangguk senang dan mulai meminum milkshake-nya.
Dia meminum semuanya hanya dalam hitungan detik, mengejutkan ayah Burhan yang hanya bisa geleng-geleng kepala dan memesan minuman itu lagi.
"Dasar rakus!" kata anak laki-laki itu tidak dihiraukan oleh Kiran.
Tiga tahun berlalu dengan sangat cepat. Kiran sekarang berusia delapan tahun dan anak laki-laki itu lima belas tahun. Kiran sekarang kelas tiga SD sedangkan anak itu berada di bangku SMP. Keluarga mereka mulai menjadi seperti keluarga lainnya. Makan bersama, saling membicarakan kegiatan masing-masing setiap harinya dan mulai tampak seperti keluarga yang normal. Sampai sebuah petir tiba-tiba menyambar hati Kiran.
"Bibi diterima kuliah di Jakarta"
Kiran tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Bi Tia akan kuliah di Jakarta? Kenapa tidak ada orang yang bilang tentang itu padanya? Meskipun kini ibunya sering menemani, tetap saja Kiran lebih dekat dengan Bibinya. Ingin sekali Kiran mengatakan keberatan dengan keputusan Bibinya kuliah di jakarta. Tapi ... wajah bahagia Bi Tia menghentikannya.
"Kamu nangis?"
Kiran mendongak dan melihat anak laki-laki itu mendekat. Padahal dia sudah mencari tempat tersembunyi untuk menangis.
"Jangan ganggu!"
"Aku mau duduk disini. Terusin aja nangisnya"
Anak laki-laki itu benar-benar diam, tidak bicara lagi. Membiarkan Kiran menyelesaikan tangis sedihnya. Lalu dia kembali ke dalam rumah dan tersenyum pada Bi Tia.
"Pokoknya nanti kalo libur Bibi bakal pulang ke Malang" janji Bi Tia sebelum berangkat ke Jakarta.
"Janji?"
"Iya. Bibi janji. Kiran belajar yang rajin ya"
Kiran mengangguk lalu melihat Bibinya pergi diantar oleh ayah dan ibunya ke stasiun. Dia kembali menangis setelah mobil ayah menghilang di kejauhan.
"Bibi ... " ucapnya sedih.
"Cuma enam bulan lagi Bi Tia bakal libur. Jadi tunggu aja"
Kiran menoleh dan melihat anak laki-laki itu mencoba untuk menghiburnya.
"Iya"
Setelah Bi Tia pergi, hubungannya dengan anak laki-laki itu mulai membaik. Dia bahkan mulai memnaggil anak laki-laki itu dengan nama Kak Dhika.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
Nuranita
alhamdulillah.....akhirx cerita ini dilanjutkn setelah sekian purnama nungguin.....ayo thor smngat.....selesain sampe end y thor.....please??????????????
2022-10-21
0
Ara Irza
lanjuttt
2020-11-14
1