Bab 19

Dhika merasa semakin terbiasa dengan berbagai penolakan Zanna. Tapi kali ini dia tidak akan mundur lagi, meskipun tahu kalau semuanya sudah terlalu terlambat.

"Anggap saja kakak orang asing yang ingin bantu kamu. Kamu boleh marah atau diam saja di dalam rumah" katanya lalu meninggalkan Zanna untuk melihat pekerjaan tukang suruhannya.

"Wah ini rumputnya ketinggian Pak. Banyak pohon yang tua juga. Kalo mau cari lubang tikus, semua mesti dibersihin" lapor tukang itu padanya.

"Bersihkan semua" perintahnya lalu melihat Zanna tidak ada di tempatnya berdiri.

Sekitar sepuluh menit ikut membantu membersihkan rumput dan ranting pohon tua, akhirnya mereka menemukkan tidak hanya satu tapi tiga lubang tikus.

"Kalo gini, di dalem rumah pasti ada sarangnya juga Pak" kata tukang itu membuat Dhika melirik ke arah rumah tua peninggalan kakek Zanna.

Rumah yang berdiri kokoh selama berpuluh-puluh tahun itu sepertinya memang butuh untuk dipugar. Melalui sepuluh tahun berganti penyewa dan waktu kosong, pasti membuat rumah semakin rusak.

"Bersihkan dulu yang diluar rumah" perintahnya lalu mulai berjalan masuk ke dalam rumah Zanna.

"Dasar pengganggu. Orang gila. Perusak!" umpat Zanna yang terlihat sedang membereskan kayu bekas meja yang hancur semalam. Tapi penampilan adiknya itu berubah dari beberapa menit yang lalu. Zanna mengikat semua rambutnya, membiarkan beberapa helai bermain liar di leher. Memkai kaos putih dan celana pendek, membuat adiknya itu tampak sangat muda. Kalau dia tidak tahu usia Zanna yang sebenarnya, pasti Dhika akan berpikir kalau adiknya itu masih SMA.

"Siapa? Aku?" tanya Dhika membuat Zanna menoleh lalu melanjutkan apa yang dilakukannya.

"Kenapa masuk?"

Dhika berjalan mendekati adiknya,

"Tukang menemukan tiga lubang sarang tikus di halaman belakang"

Zanna menghentikan apa yang dilakukannya, berdiri lalu menatapnya.

"Apa? Tiga?"

"Iya. Tukang juga curiga kalau di dalam rumah juga ada sarang yang lain"

"Di dalam rumah?"

Zanna mulai tampak ketakutan. Menyenangkan melihat adiknya itu menoleh ke kanan dan kiri, berusaha mencari apa yang tidak kelihatan.

"Mereka bisa membersihkan semua yang ada di belakang hari ini. Tapi ... mereka juga harus mencari di semua tempat kalau kamu gak ingin ketemu tikus lagi"

"Semua tempat? Maksudnya di dalam rumah dan teras?"

"Iya"

"Berapa lama?"

"Apanya?"

"Apa mereka bisa menyelesaikan hari ini juga?"

Dhika mengumpulkan alisnya di tengah, menganggap kalau adiknya tidak mengerti kalau membasmi tikus akan membutuhkan waktu lama.

"Tukang itu akan mencari di semua sudut rumah ini.Mereka harus memastikan tidak ada lagi sarang lain jadi mungkin butuh waktu seminggu" jelas Dhika agak melebih-lebihkan.

"Seminggu? Gak bisa satu hari aja?"

"Tidak bisa. Mereka harus masuk ke kamarmu juga. Karena itu kamu harus ikut ke rumah kakak sekarang juga. Semakin cepat mereka mulai maka semakin cepat mereka selesai" katanya lalu memaksa Zanna masuk ke dalam kamar dan mengikutinya.

Dhika sama sekali tidak memberikan waktu Zanna untuk berpikir. Untungnya adiknya itu cukup malas membuka koper, sehingga sebagian besar barang Zanna masih ada di dalamnya.

"Tunggu"

"Tidak bisa menunggu lagi. Semua ini barangmu? Tidak ada yang lain? Akan kusuruh mereka menutup kasur, lemari dan meja barumu. Untuk yang lain dibiarkan saja kan?"

"Apa? Tunggu, tapi ... "

Dhika membawa dua koper besar Zanna keluar dari rumah lalu kembali lagi ke dalam rumah untuk memaksa adiknya ikut.

"Ayo, kenapa kamu bengong di tengah kamar begitu!"

Terlihat sekali Zanna masih bingung dengan apa yang terjadi. Dhika memanfaatkan hal itu untuk membuat adiknya mengikuti langkahnya keluar dari rumah.

"Koperku ... " kata Zanna yang berjalan di belakangnya saat mereka menuju rumah Dhika.

"Cepat!!"

Karena langkah besar dan cepat, Dhika berhasil membawa Zanna ke rumahnya. Penjaga rumah yang melihatnya datang berlari untuk membantu mengangkat koper-koper adiknya ke dalam rumah.

"Ini?"

Dhika menoleh dan melihat Zanna berdiri di depan pagar. Sedang memperhatikan rumah Dhika dari ujung ke ujung lainnya.

Kaget

Takut

Tidak tahu harus berpikir apa. Itulah yang terjadi pada Kiran saat dirinya mendengar kalau di dalam rumah peninggalan kakeknya ini kemungkinan memiliki banyak sarang tikus. Dia tidak tahu harus bagaimana menghadapi kabar yang mengerikan itu sampai tersadar sudah berdiri di depan sebuah rumah besar yang seminggu ini selalu dilewatinya saat berangkat kerja. Rumah putih dua lantai dengan bingkai jendela kayu berwarna coklat. Dia selalu mengagumi betapa cantiknya rumah ini dibandingkan dengan lainnya yang ada di sepanjang jalan Ijen.

"Ini rumahku" kata kak Dhika yang sedang menunggunya di dalam pintu pagar kayu besar.

Bagaimana bisa kak Dhika memiliki rumah sebagus ini? Tidak. Harusnya Kiran tidak heran kalau memang kakaknya memiliki rumah seperti ini. Karena setahunya ayah Burhan memang memiliki banyak properti di Malang dan daerah lain. Mungkin saja kak Dhika menjual beberapa untuk membeli rumah ini. Kiran melangkah memasuki pagar setinggi dua meter itu dan melihat seluruh penampakan fasad rumah. Cantik, dan indah. Memang seperti inilah yang selalu dibayangkannya ada di dalam pagar tinggi itu.

"Wah"

Hanya satu kata itu yang bisa keluar dari mulut Kiran saat ini. Apalagi saat melihat dua mobil mahal, mewah dan mulus di halaman sebelah kiri rumah besar ini. Dia mulai berpikir mungkin kak Dhika tidak seperti kak Dhika yang dulu.

"Apa kamu butuh bantuan dengan makanan dua plastik besar itu?/" tanya kak Dhika. Dia baru sadar hanya sempat membawa dua plastik makanan di tangannya.

"Gak" jawabnya lalu melangkah semakin masuk.

"Kamarmu akan disiapkan sebentar lagi. Kamu sudah sarapan tadi?"

"Aaaa? Belum"

"Biar disiapkan juga. Kamu bisa nunggu di kamar. Ayo aku antar ke kamarmu"

Kamarku? Kiran memiliki kamar di rumah besar ini? Tubuhnya memanas, seperti merasa senang sekali. Lalu dia mengikis rasa senang itu dengan segera dan mengingatkan dirinya kalau rumah atau orang yang ada di hadapannya tidak ada kaitan dengannya sama sekali.

Kiran dibawa masuk ke sebuah ruangan besar dengan dua pilar besar menyangga atap yang sangat tinggi. Dia lalu melihat dua kopernya dibawa naik tangga dan mengikuti langkah kak Dhika tepat dibelakangnya. Matanya begitu terhibur dengan beberapa lukisan alam yang tergantung di dinding rumah ini sampai menabrak sesuatu yang keras di depannya.

"Aduh" katanya lalu memegang dahinya. Ternyata itu punggung kak Dhika yang berhenti berjalan.

"Ini kamar yang bisa kamu pakai. Ada kamar mandi di dalamnya. Kamu bisa taruh pakaian di dalam lemari. Semua yang ada di dalam kamar ini bisa kamu pakai"

Kiran kembali kagum dengan isi kamar yang sedang dimasukinya. Sebuah kamar yang sama persis seperti yang ada di dalam majalah desain. Begitu modern dan elegan. Sungguh seperti mimpi Kiran bisa tidur di tempat seperti ini. Lalu dia kembali mengingat rumah peninggalan kakeknya dan juga kamarnya yang mungkin memiliki tikus di dalamnya.

"Maaf merepotkan tapi aku hanya tinggal disini sampai tukang selesai membasmi semua tikus itu" katanya pada kak Dhika yang membuka tirai untuk membiarkan matahari menyinari kamar ini.

Dia harus mengingatkan dirinya sendiri. Dia dan orang itu tidak memiliki hubungan darah atau keluarga lagi. Mereka hanya orang asing dan Kiran sedang menerima kebaikan saat ini. Dia harus kembali ke kenyataan dengan segera dalam beberapa hari ke depan.

Terpopuler

Comments

Bundanya Naz

Bundanya Naz

niat banget si Dhika jadiin zanna istrinya 😁

2020-11-07

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!