Bab 12

Kiran memang terkejut dengan kedatangan kakaknya. Apalagi orang itu masuk ke kamar dan mengangkat tubuhnya begitu saja. Yang lebih membuatnya kesal ternyata orang itu memiliki kunci rumahnya. Kiran bisa tahu itu dari pintu depan yang baik-baik saja. Tanpa ada tanda-tanda didobrak sama sekali. Lalu sebenarnya mau apa orang ini kemari? Ke rumah tempat anak kecil yang dulu dibencinya.

"Aku ... tadi sudah bilang kalo mau memeriksa keadaanmu lalu ... "

"Aku gak apa-apa. Sekarang kak Dhika bisa pergi kan?"

"Tapi aku harus memeriksa pintu disini. Tidak aman tinggal di rumah sendirian kayak gini"

Kak Dhika mulai berjalan-jalan ke semua sudut rumah, memeriksa jendela dan pintu disana.

"Selama gak ada yang punya kunci rumah ini selain aku, gak akan ada bahaya" kata Kiran menghentikan kelakuan orang itu.

"Tapi pintunya sudah terlalu tua"

"Kak Dhika punya duplikat kunci rumah ini ya?"

"Jendela ini juga udah gak bisa kekunci dengan baik"

"Mana duplikat kuncinya!" pinta Kiran agak memaksa.

"Kamu baru beli ranjang? Dimana?"

Sekarang kak Dhika mulai masuk kembali ke kamarnya, membuat Kiran semakin kesal.

"Mana kuncinya? Serahkan dan pergi dari sini!"

"Kenapa kasurnya kecil? harusnya yang besar, kamu kan kalo tidur gak bisa diem"

Kiran menghembuskan napas panjang, berusaha menjaga level kesabarannya tetap di bawah batas. Tapi itu susah sekali, apalagi sekarang kak Dhika mulai membolak-balikkan barang-barangnya yang belum sempat dibereskan. Kiran maju dan memegang pergelangan tangan orang itu. Dulu, dia pernah berkelahi dengan kak Dhika. Lebih tepatnya berebut remote tv dengan orang itu. Dia selalu bisa mengalahkan orang itu bahkan dengan kekuatan seorang gadis berumur dua belas tahun. Tapi yang dipegangnya sekarang. Kenapa terasa begitu besar dan berotot?

"Kak Dhika Nge-gym?" komentarnya lalu menyusuri otot orang itu yang tampak menonjol ke arah bahu. Baru kali ini dia melihat lengan kekar laki-laki sedekat ini.

"I ... ya"

"Wahhh, sejak kapan? Bukannya kak Dhika gak suka olahraga? Kak Dhika juga benci banget keringetan"

"Sejak ... lima tahun lalu"

"Wahh lama juga" kata Kiran lalu tersadar telah menyusuri lengan itu dengan jarinya selama beberapa waktu. Dan itu membuatnya malu. Dia melepas lengan itu dan melihat kak Dhika menatapnya.

"Kamu ... gak boleh sendirian di rumah"

"Apa?"

"Jendela ini perlu diperbaiki. Pintu juga. Ada juga tembok di samping rumah yang mulai retak. Rumah ini harus dirombak total"

Kiran hanya tersenyum mendengar semua hasil pengamatan kak Dhika pada rumahnya. Lalu dia teringat pada punggungnya yang sakit.

"Bisa gak kak Dhika pergi aja sekarang? Aku capek banget hari ini"

"Zanna, aku gak akan ninggalin kamu di rumah bobrok kayak gini"

"Terus? Kak Dhika mau nemenin aku disini? Maaf, disini gak ada kasur lain yang layak. Semua disini sudah rusak kemakan waktu"

"Zanna bukan itu maksudku"

"Duhh, bisa gak pergi aja sekarang? Aku capek banget habis bebersih dari pagi"

Kiran memegang pinggangnya yang mulai terasa seperti mau copot lalu kembali dikejutkan dengan hadirnya tangan kak Dhika disana. Menekan punggungnya dengan gerakan melingkar. Seperti sedang memijat punggung Kiran.

"Sial. Enak banget"

Dia tahu ini tidak boleh. Tapi punggung dan pinggangnya sangat sakit. Tekanan tangan kak Dhika juga pas sekali terasa di kulitnya.

"Kalo kamu tengkurep di kasur pasti lebih enak lagi" kata kak Dhika dengan suara rendah. Membuat Kiran merasa aneh. Mereka juga berada dalam posisi yang canggung. Tubuh mereka sangat berdekatan sampai hampir menempel. Tapi ... pijatan kak Dhika yang tepat, membuat Kiran tidak bisa berpikir jernih.

Dia berjalan ke araih kasur dan mengambil posisi tengkurap. Tangan kak Dhika mulai bergerak di seluruh punggungnya, menekan titik yang sakit dan membuatnya lebih ... rileks.

"Yaaa disitu" kata Kiran tidak ingin orang itu memindahkan tangannya.

"Kamu angkat ranjang sendiri?"

"Gak. Tapi cemara di depan"

"Cemara?"

"Iya. Banyak pohon yang udah tua di depan"

"Kamu bersih-bersih taman juga?"

"Iya"

"Pantes. Apa ini juga sakit?"

Kak Dhika menekan bagian lengan Kiran dan dia merasa sakit sampai tidak bisa menahannya.

"Aduhhhhhh. Sakit itu"

"Jangan merasa kuat. Ingat kalo kamu itu perempuan!"

"Berisik. Habis gak ada yang bantu" jawab Kiran lalu perlahan merasa mengantuk.

"Aku bantu besok. Aku juga bantu kamu bersihin rumah. Apa rumah ini perlu di renovasi? Kamu bisa tinggal di rumah kakak. Itu juga kalo kamu mau. Kita bisa tinggal sama-sama. Kayak dulu lagi" jelas orang itu panjang lebar tapi Kiran tidak kuat menjawab. Dia memilih untuk tidur dan melewatkan semua yang dikatakan kak Dhika.

Dhika menekan lengan adiknya agak keras lalu mengangkat tangannya. Dia yakin adiknya itu akan merasa sakit tapi tidak ada suara keluhan. Bahkan tidak ada suara sama sekali dari Zanna. Dia memeriksa keadaan adiknya dan baru tahu kalau perempuan yang dipijatnya telah tertidur. Cepat sekali tidurnya. Padahal dia belum selesai memijat badan Zanna. Apa dia harus meneruskannya? Dhika tidak mengangkat tangannya tapi juga tidak memijat adiknya. Dia hanya meletakkan tangannya di tubuh Zanna dan diam.

Saat Zanna menelusui otot di lengannya tadi, Dhika merasa senang sekali. Usahanya untuk terus membentuk tubuh ternyata tidak sia-sia. Dia lalu melihat ke sekeliling kamar dan teringat pada perasaannya yang campur aduk. Dhika baru tahu kalau rumah yang pernah ditinggalinya selama sepuluh tahun itu kini sudah rusak di banyak tempat. Meskipun begitu, peninggalan penjajah di negeri ini begitu kokoh berdiri. Pondasi dan tiangnya masih kuat menopang. Hanya dinding, kusen jendela dan pintu saja yang mulai hancur.

Lalu, atapnya juga perlu diganti. Kalau Dhika pasti akan memilih untuk merombak semua bangunan menjadi rumah baru. Tapi semua kenangan dan bentuk rumah ini susah untuk dilupakan. Kalau-pun diperbaiki agar tetap seperti dulu, pasti akan membutuhkan banyak uang. Tanpa sadar Dhika sudah berbaring di sebelah adiknya dan membayangkan perbaikan rumah yang akan dilakukannya. Perlahan tubuhnya merasa hangat dan nyaman karena berada dekat dengan Zanna. Tak terasa dia ikut tidur di atas ranjang adiknya yang kecil itu.

Terpopuler

Comments

Bundanya Naz

Bundanya Naz

bagus ceritanya..suka cara menyampaikannya yg gk lebay ngehalu..tp koq sedikit yg like

2020-11-07

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!