Sehabis menyantap makan siang, Richie hendak kembali ke kantor, karena ada banyak tugas yang musti ia kerjakan sebagai Pemimpin di perusahaannya.
"Kau baik-baik disini ya." Richie mengelus lembut pucuk rambut gadis itu, dan Reina tersenyum.
"Bapak mau kembali ke kantor?" tanyanya, dan di angguki cepat oleh Richie.
"Ya, saya tidak punya banyak waktu untuk bersantai." Richie kembali merapihkan kemeja dan jas yang di kenakannya.
"Tapi, boleh kan, saya jalan keluar?" izin Reina, Richie sedikit berpikir, karena ia juga sebenarnya tak ingin terlalu mengekang.
"Ya, tetapi kau tak boleh jauh-jauh, hanya boleh di sekitar sini saja. Jangan coba-coba kabur, mengerti?!" Wajah Richie terlihat tegas kali ini.
"Ya Pak, saya mengerti," kata Reina, lalu ia mengantar Richie sampai depan pintu.
"Hati-hati ya, Pak," sambungnya, dan diangguki cepat oleh Richie.
"Oya Pak, saya titip salam untuk Bu Nisa ya," pesan Reina, membuat Richie tersenyum tipis.
"Oke, gak sekalian titip salam untuk si Boboho?" candanya, hal itu membuat Reina langsung mengernyitkan kening.
"Boboho? siapa Boboho?" tanya Reina, Richie langsung terpingkal dibuatnya.
"Maksud Bapak, Pak Samuel?" Reina menebak, karena ciri-cirinya sudah hafal.
"Tepat sekali," jawab Richie, dengan tawa yang menggelikan.
"Hmm..." Reina langsung menyunggingkan sudut bibir karena ucapannya.
"Kenapa? bukankah kau kangen sama dia?" tanya Richie, kali ini Reina memutar kedua matanya jengah, karena ia merasa gurauannya tak lucu sama sekali.
"Enak saja!" jawab Reina sambil menekuk wajahnya membuat Richie semakin gemas.
"Dasar bocah!" ledek Richie, dan Reina langsung membelalakan kedua matanya dengan sempurna.
"Dasar Om-Om!" Reina balas meledeknya seakan tak ingin kalah.
"Apa kau bilang?" Richie mendekatkan wajahnya, sehingga hampir tak berjarak dengan pemilik wajah manis itu.
"Hehe..." Reina tersenyum lebar, membuat Richie reflek mencubit hidung mungilnya.
"Sembarangan ngatain saya Om-Om, usia saya masih 28 tahun, dasar pesek!" cibirnya kembali, Reina sedikit meringis saat Richie mencubit pelang ujung hidungnya itu.
"Aww...iya, udah tahu hidung saya pesek pakai di cubit segala, mentang-mentang hidung Bapak mancung kayak pinoccio!" Reina balas mencibir, kini kedua telapak tangan Richie memegang kedua pipi Reina, lalu menatap wajahnya dengan seksama, membuat gadis cantik itu salah tingkah akan perbuatannya.
"Katakan, apa kekurangan saya?" tanya Richie mencoba menunjukan ketampanannya di hadapan Reina, membuat gadis cantik itu tak mampu berkata-kata.
"Ehmm..." Reina sedikit berpikir saat menganalisa pemilik wajah tampan itu.
"Cepat katakan?!" desak Richie tetapi di bumbui dengan candaan.
"Mata Bapak hanya segaris," celetuknya, mendengar hal itu Richie langsung membulatkan kedua mata sipitnya lebar-lebar, membuat Reina terkekeh geli melihat tingkahnya yang begitu konyol.
"Eh, ini tuh ciri khas, tahu!" balas Richie seakan dirinya wajib terlihat sempurna dimata siapapun.
"Astaga! tadi kan Bapak tanya, apa kekurangan Bapak, sekarang saya sudah jawab, tapi Bapak tak terima, pusing saya jadinya!" cerocos Reina, Richie langsung mengenakan kacamata hitam andalannya, kemudian kembali melirik gadis itu.
"Kalau seperti ini, bagaimana?" tanyanya lagi meminta pendapat.
"Keren," jawab Reina singkat seakan malas untuk kembali berdebat panjang lebar perihal sesuatu yang tak penting, meski begitu, dengan kehadiran Reina membuat Richie merasa terhibur.
"Tidak sia-sia juga aku membawanya kemari, dia itu ternyata lucu juga, tidak kaku yang seperti aku bayangkan, apa mungkin karena kemarin belum akrab saja. Sekarang dia terlihat begitu ceria," batin Richie sambil tersenyum, sementara Reina masih berdiri mematung mengawasi.
"Pak, hey." Reina membunyikan jemarinya, membuat Richie tersadar dari lamunan.
"Eh, iya."
"Kok malah senyum-senyum begitu?" tanya Reina menyelidik.
"Ya sudah, saya mau pergi dulu, sampai jumpa." Richie melengos pergi dari hadapannya dengan hati yang berbunga.
Sementara Reina kembali masuk kedalam ruangan, ia meraih ponselnya, lalu membaca pesan WhatsApp dari Melvin.
Saat itu Melvin hendak mengajaknya bertemu.
Mengetahui hal itu, Reina tampak semangat. Namun, saat dirinya bercermin, seketika asanya kembali hancur.
Ia sangat menyayangkan, karena luka gores itu sudah memperburuk penampilannya. Meski begitu, ia tak ingin acara pertemuan itu gagal, Reina mencari cara untuk menutupi luka tersebut dengan make-up.
Reina berdandan secantik mungkin mengenakan mini dress dan beberapa aksesoris lainnya, setelah di rasa cukup ia kembali menghubungi Melvin dengan telapak tangan yang gemetar karena sedikit gugup jika berhadapan dengan orang yang di sukanya sejak lama.
Melvin langsung menelpon Reina untuk menentukan titik pertemuan mereka, hingga akhirnya mereka sama-sama setuju ketika merencanakan untuk jalan ke pantai di sore hari ini.
Reina mengakhiri obrolan, seketika senyum indah terbit di kedua sudut bibirnya.
"Melvin," gumamnya dalam hati, ia tak sabar untuk segera bertemu.
Beberapa menit kemudian, Melvin tiba, dan menunggunya di depan tower apartemen megah tersebut, ia tampak keren mengenakan stelan khas anak muda zaman sekarang yang begitu trendy dan kekinian.
"Hai..." sapa Reina yang sudah tampil sempurna, membuat Melvin terkesima akan penampilannya kali ini, pasalnya Reina selalu tampil culun dan apa adanya. Namun, kali ini ia tampak memukau, terlebih Reina memang di anugrahi wajah yang manis dan bentuk tubuh ideal.
"Aku tidak apa-apa kan mengajakmu jalan?" tanya Melvin, dan Reina menggeleng dengan cepat.
"Apa kau sudah minta izin kepada Pamanmu?" tanyanya lagi, Reina mengangguk.
"Ya," Reina menjawab singkat, karena ia tak ingin Melvin sampai banyak bertanya hal mengenai Richie yang ia akui sebagai Pamannya.
"Ya sudah, ayo naik!" Melvin menunjuk jok belakang motornya dengan gestur kedua mata. Tanpa menunggu lama, Reina langsung mendaratkan bokongnya disana, kemudian memeluk erat pinggang Melvin dari arah belakang.
Di sepanjang jalan mereka tampak asyik mengobrol sambil tertawa bersama.
"Kau hari cantik sekali, Reina," puji Melvin sambil mengelus mesra punggung tangannya ketika gadis itu semakin mengencangkan pelukannya.
"Ah, Kau ini bisa saja," balasnya, Reina semakin terhanyut dalam perasaanya terhadap Melvin.
Bahkan Reina sampai tak menyadari jika Richie telah menganggap Reina sebagai kekasihnya karena ciuman pertama itu. Secara otomatis, Richie telah mengikatnya dalam sebuah hubungan, itu artinya Reina tak boleh memiliki hubungan spesial dengan pria lain.
Kini Melvin dan Reina sudah sampai di tempat tujuan mereka, yakni pantai.
Semilir angin laut langsung menyambut kehadiran keduanya, ketika Melvin menggenggam tangan Reina dan mereka berjalan beriringan menuju tepi pantai untuk menikmati keindahan alam yang begitu indah dan memukau.
Mereka asyik berjalan-jalan di sekitarnya sambil bercanda, tawa, dan ceria.
"Reina, sejak kapan kau menyukaiku?" tanya Melvin penasaran disaat Reina mengungkapkan perasaanya terlebih dulu.
"Ehmm...sejak ospek dan kita terpilih sebagai sepasang peserta penyematan, itu sangat mengesankan buatku," jawab Reina tanpa rasa ragu ia menyatakannya.
Hal itu membuat pikiran Melvin sedikit flashback, dan mengingat saat-saat itu, ia dan Reina terpilih sebagai perwakilan siswa siswi baru, hingga kini mereka menjadi siswa-siswi akhir season.
"Haha...dulu kau begitu jaim dan pemalu sekali, jadinya aku ragu untuk mendekatimu," ungkap Melvin dan Reina tersenyum, kemudian kembali menatap wajahnya.
"Lalu, apakah waktu itu kau memiliki perasaan yang sama terhadapku?" tanya Reina membuat Melvin sedikit terdiam dan berpikir.
"Sejujurnya sih, aku baru menyadarinya sekarang, awal-awal justru perasaan aku padamu biasa saja," paparnya.
Namun, pada kenyataanya Melvin tak benar-benar tulus mencintai Reina karena, disaat Reina berpenampilan biasa saja ia sama sekali tak melirik, tetapi disaat Reina tampil cantik dan glamour dirinya langsung tergugah.
Terang saja, usia remaja seperti dirinya masih sangat labil, dan belum benar-benar matang, apa lagi perihal urusan pasangan. Bahkan, Melvin di kenal sebagai playboy, ia mudah dekat dengan siapapun, dan banyak perempuan yang sudah ia beri harapan palsu karena ketampanan dan kepintarannya di sekolah, sehingga ia merasa di atas segalanya.
"Kita duduk-duduk dulu yuk!" ajak Melvin, Reina mengangguk setuju kemudian mengikuti kemana arahnya melangkah.
Kini keduanya duduk di bawah hamparan pasir pantai putih yang berkilauan, sambil menatap ke tepi laut yang berwarna biru, terlihat gulungan ombak dengan gemuruh yang tak terlalu besar.
"Rein..." serunya, gadis itu langsung melirik dengan cepat.
"Ya Melvin," sahutnya, lalu Melvin kembali menggenggam tangan Reina, kali ini begitu erat.
"Kok telapak tanganmu berubah dingin, sih?" tanya Melvin, kali ini Reina tersipu dihadapannya.
"Hehe..." Reina tersenyum lebar, jantungnya berdebar tak menentu ketika sepasang mata itu terus memandangnya dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Gak usah gugup begitu dong," kata Melvin, Reina menggigit tepi bibirnya untuk membuang rasa grogi itu.
"Ehmm..." Reina tertunduk.
"Apa perasaan itu masih ada untukku?" bisik Melvin bertanya, Reina mengangguk dengan segera.
"Ya, tentu saja, Melvin, sampai saat ini aku masih memendam perasaan terhadapmu," jawab Reina dengan suara yang gemetar, ia merasa semuanya seperti mimpi, pria yang selama ini ia idamkan, kini akan menyatakan sesuatu kepadanya.
...
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments