Kini perhatian Wilson kembali tertuju pada Reina.
"Siapa yang memberi tahu ada lowongan untuk OB dan OG di Perusahaan ini?" tanya Wilson, sambil membuka amplop coklat tersebut, kemudian membaca data diri Reina satu per satu.
"Saya tahu dari tetangga saya, Pak," jawabnya dengan gugup, dan Wilson mengangguk sambil membaca daftar Riwayat hidup Reina dan lain sebagainya dengan seksama.
"Jadi, kau ini masih sekolah?" Wilson sedikit ragu untuk memperkerjakan Reina. Namun, dengan cepat Reina memohon.
"Please Pak, tolong terima saya, saya sangat membutuhkan pekerjaan ini. Memang benar saya masih sekolah, tetapi setiap pulang sekolah saya bisa kok menyempatkan untuk bekerja sampai sore, atau sampai malam juga tidak apa-apa, saya mohon sekali." Reina mengiba di hadapan Wilson, membuat pria tampan itu tak tega.
"Hmm...baiklah-baiklah, kalau begitu tunggu sebentar, saya harus minta konfirmasi dari Boss sebelum menerimamu bekerja disini, karena terkendala dengan statusmu yang masih pelajar sekolah." Wilson langsung menghubungi Richie lewat panggilan interkom.
"Halo Pak," serunya, dan Richie menyahuti dari sebrang.
"Ya, ada apa?" tanya Richie, kemudian Wilson menjelaskan kepadanya secara detail, hingga terjadi sedikit perdebatan yang cukup panjang. Meski begitu, Wilson berhasil meyakinkan sang Boss, karena ia merasa kasihan sekali terhadap Reina yang sangat membutuhkan pekerjaan ini.
Pada akhirnya, Richie memperbolehkan Reina bekerja di perusahaannya sebagai Office Girl.
"Ya sudah, dia boleh bekerja paruh waktu disini, asalkan tidak mengecewakan!" kata Richie dengan suara yang lantang, terdengar langsung oleh Reina yang sejak saat tadi sempat hilang harapan.
"Syukurlah," batin Reina mengucap rasa syukur yang luar biasa.
Lalu, panggilan interkom berakhir, dan Wilson menerimanya bekerja hari itu juga.
Wilson menghubungi divisi lainnya untuk mengarahkan Reina.
"Halo, Anisa..."panggilnya di telpon kepada Anisa yakni seorang kepala kebersihan.
"Ya, ada apa Pak?" sahut Anisa dari sebrang.
"Kau bisa keruangan saya sebentar? kau sedang tidak sibuk, kan?" tanya Wilson kembali.
"Tidak sibuk kok, tadi saya baru mengawasi pekerja baru," balas Anisa dari sebrang telpon.
"Ya sudah, di ruangan saya ada satu orang lagi, nanti kau arahkan, dan kau kasih seragam untuk dia, kebetulan yang masuk kali ini perempuan." Setelah melakukan obrolan cukup panjang, Wilson menaruh kembali gagang telponnya, kini mereka sedang menantikan kedatangan Anisa.
Tak beberapa lama, Kepala kebersihan itu datang, lalu memberikan sapaan hangat kepada keduanya.
"Anisa, ini Reina, tolong kau arahkan dia!" Wilson menyerahkan Reina kepada Anisa, lalu gadis bertubuh bohai itu mengangguk, kemudian mengajak Reina keluar dari ruangan Wilson.
Sementara, saat itu Richie akan pergi ke perusahaan cabang di kota Bekasi, sehingga ia tak sempat melihat wajah Reina karena sedang terburu-buru, ada keadaan darurat disana.
"Christ, kau yang menggantikan saya sementara disini ya," perintahnya kepada sang Asisten kepercayaannya yakni Christian.
"Baiklah Pak, memangnya Bapak mau kemana?" tanya Christ penasaran.
"Saya mau ke kantor cabang Bekasi, saya di suruh Pak Marthin untuk menemuinya," jawab Richie, ia menyebut nama Ayahnya, Marthin, dengan sebutan yang lebih profesional ketika di tempat kerja.
"Oh, baiklah Pak, kalau begitu, hati-hati," kata Christian, dan Richie mengangguk, kemudian berlalu dari hadapannya dengan langkah yang tergesa-gesa menuju ke arah pintu lift pribadinya.
Sedangkan, Anisa tengah mengarahkan Reina, ia di beri seragam yang masih baru untuk di kenakan.
"Rein, kau ganti dulu bajumu di fitting room sebelah sana!" titahnya, dan Reina mengangguk, kemudian ia melangkah menuju ke fitting room sambil membawa seragam yang baru di berikan oleh Anisa.
"Huh, cape deh!" keluh Reina. Sebenarnya, ia keberatan menjalani profesi ini, tetapi tak ada cara lain, meski begitu ia musti tahu diri.
"Harusnya aku bersyukur," batin Reina, lagi dan lagi ia menyadari karena sudah mencibir profesi tersebut.
"Reina, mestinya kau ini tahu diri!" Reina merutuki kebodohannya.
Dengan penuh semangat, ia sudah berganti pakaian, menggunakan satu set seragam berwarna biru bercampur abu-abu.
Ia lalu membenahi ikatan rambutnya, kemudian bercermin sambil tersenyum seraya menyemangati diri sendiri.
"Ayo Reina, kau pasti bisa!" tekadnya.
Seusai itu, ia keluar sementara tas dan bajunya ia taruh di dalam loker yang sudah di sediakan.
"OG baru ya?" tanya Romlah sesama OG, tetapi Romlah sudah 3 tahun menjadi OG di perusahaan tersebut.
"Iya Mbak," jawab Reina sambil tersenyum, sementara Romlah menatapnya sedikit sinis.
"hemm," balas Romlah, ia kemudian hendak mengambil sesuatu di dalam loker miliknya, karena saat itu sedang jam istirahat.
Reina kembali menghampiri Anisa yang sejak saat tadi menunggunya.
"Sudah Bu," ujar Reina, dan Anisa mengangguk sambil mengangkat jempolnya keatas seraya memuji penampilan Reina di balik seragam yang dikenakannya.
"Ya sudah, yuk ikut saya lagi!" titahnya, dan Reina mengangguk, kemudian membuntuti langkah Anisa dari belakang.
Anisa senantiasa memberikan arahan-arahan penting tentang apa saja yang musti di kerjakan oleh Reina, dari saat mulai datang hingga pulang.
"Kau paham kan apa yang saya jelaskan tadi?" tanya Anisa, dan diangguki cepat oleh Reina.
"Saya paham sekali Bu," jawabnya.
"Dan, ingat satu hal, jika Pak Boss meminta sesuatu, kau harus segera mengerjakannya. Misalnya, dia minta di buatkan minuman, atau dia memerintah untuk photo kopi, kau harus gesit jangan lelet, karena Pak Boss tak suka pegawai yang menye-menye. Ada beberapa orang yang seperti itu, alhasil mereka langsung di pecat." Anisa mencoba menjelaskan, hal itu membuat Reina takut jika berbuat kesalahan kepada Boss, bahkan ia belum tahu jika Boss yang di maksud adalah Pria yang sudah ia copet dompetnya saat kemarin.
"Iya Bu, terimakasih sudah menjelaskan peraturan pekerjaan ini kepada saya, sebisa mungkin saya akan bekerja giat dan hati-hati, apa lagi jika berhadapan dengan Boss." Reina bertekad, karena ia memang sedang membutuhkan uang untuk bayar sekolah dan biaya sehari-hari.
"Ya sudah, bagus. Sekarang, kau ambil sapu, lalu lakukan tugasmu!" perintah Anisa dengan semangat sambil menunjukan ruangan tempat penyimpanan perkakas kebersihan.
"Saya nyapu mulai dari mana, Bu?" tanya Reina yang masih belum paham tata letak ruangan kantor perusahaan tersebut.
"Dari lobby, kemudian ke ruangan bilik kerja karyawan." Anisa kembali memberikan bimbingan dan arahan kepada Reina.
"Oh, oke, siap Bu, terimakasih ya," kata Reina dengan hati yang ceria.
"Ya, kau hati-hati kerjanya!" Anisa memperingatkan, kemudian ia berlalu dari hadapan Reina seusai memberinya arahan.
Reina melangkah dengan hati yang gugup saat melakukan pekerjaan pertama kalinya, telapak tangannya menjadi dingin dan gemetar saat memegangi gagang sapu.
Ia hendak turun ke lantai bawah menggunakan lift, tetapi ia sempat akan salah masuk, dengan cepat seseorang memperingatkannya.
"Hei, jangan masuk lift yang itu!" teriak Siska, yakni seorang karyawan lapangan.
"Oh, memangnya gak boleh ya?" Reina menatap lekat wajah wanita berusia 26 tahunan tersebut.
"Ya, karena itu adalah lift khusus petinggi di Perusahaan ini, menangnya kau mau kena perkara gara-gara hal itu?!" Siska berkata dengan bahasa yang ketus, kemudian ia kembali ke bilik kerjanya setelah memperingatkan Reina.
"Oh, astaga." Reina tercengang, hampir saja ia melakukan kesalahan di hari pertamanya bekerja.
Lalu ia melangkah ke arah lift yang satunya lagi, tetapi saat itu angkanya masih tertera 40, sehingga ia musti menunggu lama. Namun, karena merasa malu berdiri mematung di depan pintu lift, ia memutuskan turun menggunakan tangga.
saat itu ia sedang berada di lantai 2, kebetulan ia di tempatkan disana, jadi tugasnya hanya di lantai 1 dan 2.
Setelah tiba di bawah, ia segera menjalankan aksinya.
Beberapa pasang mata diam-diam melirik, karena wajah Reina begitu manis meski polos tanpa make-up.
"OG Baru ya?" tanya Wenny yang menjabat sebagai seorang receptionis di depan lobi.
"Hehe, iya Bu, baru masuk barusan," jawab Reina, dan Wenny mengangguk.
"Oh, kalau begitu, kerja yang rajin ya," kata Wenny, dan diangguki cepat oleh Reina.
Reina begitu telaten menyapu setiap debu yang bertebaran di bawah lantai, dan ia harus menyisir anak tangga satu persatu untuk di sapu juga, pekerjaan di hari awal memang sangat berat baginya, tetapi ia tak akan menyerah.
Tak butuh waktu lama, ia tiba kembali di lantai 2, kemudian ia menyisir tiap-tiap lantai di bilik kerja karyawan satu per satu.
Tiba-tiba salah satu karyawan iseng melempar bungkus permen kebawah lantai, dan memasang wajah meledek kepada Reina.
"Tuh, sapuin!" titah Riky, membuat Reina menghela napas kasarnya, dan mendengus kesal.
"Iya Pak." Reina langsung menyapunya ke permukaan pengki.
"Sabar Reina, sabar!" batin Reina, beberapa pasang mata karyawan laki-laki diam-diam meliriknya.
"Cantik juga nih anak," batin Samuel, tetapi ia kembali fokus dengan layar komputernya.
Singkat cerita, Reina selesai dengan tugas menyapunya, lalu ia kembali menemui Anisa yang sedang berada di pantry.
"Bu, ada tugas lain lagi?" tanya Reina menawarkan diri.
"Ya, kau sudah beres memangnya?" Anisa kembali bertanya, dan Reina mengangguk, terlihat bulir keringat menitik di wajahnya.
"Kau pasti cape, kan?" Anisa merasa begitu khawatir.
"Kemarilah!" titahnya sambil melambaikan tangan kearah Reina, lalu gadis itu mendekat, dan Anisa menyuruhnya mengambilkan minum untuk dirinya sendiri.
"Ayo, duduklah dulu!" Anisa menyiapkan satu kursi untuk Reina, dan gadis itu mendaratkan bokongnya diatas kursi tersebut, kemudian meneguk habis air minum di dalam gelas jangkung yang sedang di genggamnya.
"Saya tahu, kau pasti lelah, tapi itu baru awal. lama-lama, kau akan terbiasa," tutur Anisa dan Reina mengangguk, ia mengerti dengan yang namanya pekerjaan tidak ada yang enak.
Sehingga terjadilah obrolan ringan diantara keduanya, Reina mudah sekali akrab dengan Anisa biarpun usia mereka selisih 9 tahun, yang jelas Anisa lebih matang dan dewasa darinya.
Kedekatan mereka membuat Romlah panas, karena Anisa selalu ketus padanya, tetapi kali ini Reina sebagai OG baru mendapat sambutan baik dari Anisa.
"Huh, masih baru sudah belagu!" batin Romlah sambil mendelikan kedua matanya kearah Reina.
Reina yang menyadari hal itu hanya bisa pasrah dan menerima keadaan, karena tak semua orang akan bersikap baik padanya, dan itu adalah hal yang biasa ia terima.
"Rein..." seru Anisa, dan ia melirik.
"Ya, Bu," sahutnya.
"Sehabis ini kau sapu dan pel ruangan Pak Boss ya, kau tahu kan letak ruangannya?" tanya Anisa, dan Reina menggeleng.
"Tidak tahu Bu," jawab Reina, lalu Anisa mengantarkannya sampai depan ruangan sang Boss.
"Nah itu ruangannya." Anisa mengarahkan jari telunjuknya, lalu ia meminta Reina untuk beres-beres, dan juga bersih-bersih di dalam sana.
"Kerjanya hati-hati ya, disana banyak sekali surat-surat penting, dan barang-barang elektronik yang mahal, kau kerja musti jujur, soalnya banyak sekali mata CCTV yang mengintai." Anisa kembali memperingati.
"Baiklah Bu, oh ya, di dalam ada orang?" Reina merasa gugup jika seandainya ia harus berhadapan langsung dengan sang Boss, yang desas desusnya di kenal galak dan angkuh.
"Kebetulan Pak Boss sedang tidak ada, kau beruntung hari ini, karena tidak bertemu dengannya," jawab Anisa, mendengar hal itu membuat Reina bisa bernapas dengan lega.
"Syukurlah," batin Reina, dengan langkah penuh semangat ia menuju ke ruangan tersebut sambil membawa sepaket peralatan kebersihan.
Pertama kali membuka ruangan sang Boss, ia berdecak kagum, seketika aroma peppermint menyeruak ke dalam indra penciumannya.
Ruangan yang sangat bersih, dan rapih, seperti tak perlu untuk di bersihkan ulang.
Meski begitu, Reina musti profesional.
Ia menatap kearah dinding terdapat pigura photo milik Pak Marthin, yakni Pemilik perusahaan tersebut yang merupakan ayah dari Richie, hingga Reina menyangka jika sang Boss memang sudah berumur.
"Oh, jadi dia Bossnya," batin Reina sembari menatap lekat-lekat pigura photo tersebut.
"Biarpun sudah mulai menua, tapi dia itu masih terlihat gagah dan tampan," sambungnya lagi menatap kagum terhadap sosok Pak Marthin Julian.
...
bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
Phedra
Terserap dalam cerita
2023-09-05
1