Singkat waktu, Richie tengah menunggunya, sesuai janji yang sudah di sepakati.
Saat itu, Reina masih mengganti pakaian. Karena sudah tak sabar, Richie memutuskan untuk menjemputnya di ruang loker khusus petugas kebersihan.
"Anisa, Reina dimana? Apa kau melihatnya?" tanya Richie, dan Anisa keheranan.
"Reina masih ganti baju, memangnya ada apa Pak?" Anisa kembali bertanya, Richie enggan untuk menjawab pertanyaan darinya.
"Tidak ada apa-apa." Richie merasa sedang di perhatikan oleh para pegawai karena ia berdiri di tempat yang tak seharusnya. Biasanya, ia tak pernah masuk ke area tersebut, tetapi kali ini hanya demi menyusul Reina ia jadi terlihat aneh.
"Nisa, kalau Reina sudah selesai, tolong bilang padanya, saya tunggu di depan!" bisiknya, ia tak ingin sampai orang-orang dengar, dan Anisa mengangguk paham.
"Baiklah Pak, nanti saya sampaikan kepada Reina."
Sementara itu...
Samuel juga sedang menantikan Reina, seperti biasa, ia selalu menunggunya di post Security.
Sambil menunggu, ia asyik mengobrol dengan kedua Security yang bertugas sore hari itu.
Beberapa saat kemudian, Reina sudah selesai, ia keluar dari ruangan ganti sambil menenteng tas sekolahnya.
"Reina, kau sudah di tunggu sama Pak Richie," bisik Anisa, Reina kembali gugup dibuatnya.
"Oh, iya Bu," jawab Reina tanpa semangat.
"Kau kenapa terlihat tegang seperti itu?" tanya Anisa sambil memperhatikan ekspresi wajah Reina.
"Ehmm...saya sebenarnya takut sama Pak Richie, Ibu tahu sendiri kan, saya punya hutang besar kepadanya." Reina merasa tak tenang kala itu.
"Sudahlah kau tak usah ketakutan seperti itu, Saya yakin kok, Pak Richie itu orangnya baik, kau ikuti saja alurnya, lagian dia tak mungkin bertindak macam-macam terhadapmu. Jadi, kau tenang saja." Anisa berusaha menenangkannya, dan Reina mengangguk dengan pasrah.
"Baiklah, Bu," kata Reina, kemudian ia segera melangkah keluar untuk menemui Richie.
Jantungnya berdegup kencang, dan wajahnya terlihat tegang, ia takut jika Richie merencanakan yang tidak-tidak, karena Reina belum bisa mencicil hutangnya.
Reina terlalu overthinking, ia hanya bisa menghela napas kasarnya berkali-kali tiap membayangkan sesuatu yang buruk.
"Reina..." teriak Samuel sambil melambai, gadis itu menoleh, tetapi mobil sport yang di kemudikan Richie langsung menghalangi pandangan keduanya.
Richie keluar dari dalam mobilnya, kemudian ia memerintah Reina untuk masuk menggunakan gestur kedua mata.
Reina mengangguk dengan ragu,"Baiklah Pak."
Richie membawanya, sementara Samuel tak bisa berbuat banyak, ia merasa sangat kecewa dan terheran-heran atas sikap Richie yang seakan ingin memisahkan kedekatan mereka.
"Kenapa Pak Richie bawa Reina? Wah, ada yang gak beres nih," batin Samuel, pada akhirnya ia memutuskan untuk pulang tanpa Reina. Karena sudah menjadi rutinitas tiap pulang kerja ia selalu mengantarkannya terlebih dulu, dan perasaannya terhadap Reina kian melekat.
Richie hendak membawa Reina ke salah satu salon elite milik saudara sepupunya.
"Saya akan ubah penampilanmu," kata Richie yang saat itu masih mengemudi, sesekali ia melirik kearah Reina.
Lalu Richie memberikan paperbag yang berisi dress hasil rancangannya sendiri. Sebagai seseorang yang ahli di bidang fashion, ia tahu betul bentuk dan warna dress yang sesuai untuk Reina yang tergolong masih remaja.
"Saya harap kau suka," sambungnya, dan Reina langsung membuka isi paperbag itu, kemudian membentangkan dress cantik berwarna merah.
"Bagus sekali, ini beneran untuk saya?" tanya Reina sambil berdecak kagum.
"Ya, tentu saja. Nanti kau boleh mengenakannya setelah habis di make over." Richie sudah tak sabar untuk mengubah penampilan Reina, sehingga ia mempercepat laju kendaraannya.
Setelah memakan perjalanan cukup singkat, keduanya tiba di depan sebuah salon, semua pengunjungnya di dominasi oleh wanita yang terlihat modis dan berkelas.
"Ayo!" ajak Richie, mereka keluar beriringan dari pintu mobil.
Richie melingkarkan lengannya di bahu Reina, kemudian mereka masuk kedalam pintu utama, dan di sambut oleh salah satu petugas.
"Selamat datang..." sapa wanita petugas tersebut dengan ramah, dan Richie membalasnya dengan senyuman.
Tanpa menunggu lama ia di sambut oleh pemilik salon yang tak lain adalah saudara sepupunya sendiri.
"Hai, Richie," sapa Mirza, kemudian ia melirik gadis di sebelahnya.
"Siapa dia?" lanjutnya bertanya, dan Richie hanya tersenyum.
"Kau urus dia, dandani dia secantik mungkin!" Richie memerintah, ia ingin yang terbaik untuk Reina, dan dirinya mempercayakan semua kepada Mirza, karena tangan Mirza sudah terampil dalam memanjakan dan mengubah penampilan konsumennya.
Mirza menatap Reina dari ujung kaki sampai ujung kepala untuk mencocokan riasan, tatanan rambut dan lain sebagainya.
"Siapa namamu?" Mirza hendak berjabatan tangan, dan Reina menyambutnya dengan hangat.
"Panggil saja saya, Reina," jawabnya.
"Saya Mirza, saya saudara sepupu Richie." Mirza memperkenalkan dirinya, kedua wanita berbeda usia itu saling melayangkan senyuman.
"Mari ikut saya!" titahnya, dan Reina membuntuti langkah Mirza dari belakang.
Mirza dan di bantu beberapa asistennya, siap melakukan perubahan terhadap penampilan Reina.
Mereka melayani, dan memanjakan Reina sebaik mungkin dengan fasilitas spa dan relaksasi lainnya.
Setelah itu, barulah mengubah tatanan rambut dan juga riasan yang cocok untuknya.
Mirza dkk berkerja dengan sangat cermat dan terampil, ia merupakan ahli kecantikan profesional, pekerjaannya tak perlu di ragukan lagi.
Reina menatap pantulannya sediri di balik cermin ketika kedua tangan terampil itu memulaskan make-up di wajahnya.
Sementara itu, Richie tengah menunggunya di ruangan lain sambil menyesap sebatang rokok untuk membuat pikirannya lebih rileks.
"Nah, sudah selesai, coba sekarang kau ganti bajumu," titah Mirza sambil menyodorkan dress yang sudah di pilihkan Richie dan juga sepasang heels berwarna silver yang cantik.
Reina melangkah menuju salah satu fitting room, dan ia segera mengganti pakaiannya.
Ia kembali menatap pantulan dirinya di sebuah cermin full body, kemudian ia berputar.
"Wah, ini seperti bukan aku, aku seperti orang lain, sungguh luar biasa." Reina memuji penampilannya yang baru, ia tampak seperti wanita elite dan berkelas dengan sentuhan makeup, dan tatanan rambut barunya, serta dress branded yang berharga fantastis hasil rancangan Bossnya sendiri.
Richie yang tak sabar segera menemui Reina, ia mencari-cari keberadaan gadis itu.
"Dia dimana?" tanya Richie kepada Mirza.
"Dia masih mengganti pakaian," jawabnya, dan Richie mengangguk, lalu ia berdiri mematung sambil bersedekap tangan di atas dada.
Tak butuh waktu lama, Reina keluar menunjukan penampilannya yang baru.
Richie berdecak kagum saat menatapnya, matanya seakan tak mampu berkedip, Reina benar-benar sangat luar biasa.
"Wow..." Richie terpesona melihat gadis cantik itu, dan Reina tersenyum malu-malu mendapat tatapan kagum darinya.
"Reina, kau sungguh cantik," pujinya, Reina menunduk, kedua pipinya tampak merah merona.
"Bapak bisa saja deh." Reina mendekat kearahnya, ia merasa kikuk karena hampir semua orang menatapnya dengan kagum.
"Dia cantik sekali ya,"
"Iya," komentar para pegawai salon tersebut, lalu semuanya memberi senyuman kepada Reina termasuk Mirza, ia merasa bangga karena berkat keterampilan jemarinya Reina menjadi semenakjubkan ini.
Mirza menyenggol bahu Sepupunya."Cantik bukan?"
"Ya, luar biasa, aku suka cara kerjamu," bisik Richie, tetapi pandangannya terus tertuju pada Reina.
"Dia siapamu?" tanya Mirza, karena sedari tadi Richie belum memberitahu.
"Ah, kau tak usah tahu!" Richie enggan menjawab, ia segera menggandeng lengan Reina, kemudian keluar dari salon tersebut.
Mereka terlihat sangat cocok dan serasi, seperti pasangan kekasih.
"Pak, terimakasih banyak," ucapnya lirih, dan Richie mengangguk sambil meliriknya.
"Ya, sama-sama Reina, kau begitu menakjubkan, saya sengaja memberikan hadiah ini untukmu, apa kau suka?"
Reina mengangguk pelan,"Ya, saya suka sekali, tapi saya heran, kenapa Bapak sudi mendandani saya? saya ini kan hanya seorang petugas kebersihan di Perusahaan Bapak, saya merasa tak pantas menerima semua ini."
"Itu tak masalah, kenapa kau harus berkata seperti itu?" Richie menatapnya dengan hangat, kemudian mereka kembali kedalam mobil.
***
Reina menatap waktu di layar ponselnya, saat itu sudah menunjukan pukul 7 malam, ia terlihat cemas karena belum pulang meski sudah meminta izin kepada kedua orang tuanya.
"Kita akan pulang sekarang?" tanya Reina dengan perasaan campur aduk, ia takut kedua orang tuanya khawatir karena sudah menunggunya terlalu lama.
"Saya akan mengajakmu makan malam terlebih dulu, lalu setelah itu, saya akan membawamu pulang ke apartemen," jawab Richie, seketika Reina langsung membelalakan kedua matanya.
"Apa? pulang ke apartemen Bapak?"
"Iya, memangnya kenapa? Apa kau keberatan?" Richie kembali bertanya dengan santai.
"Tapi kan, ini sudah malam, saya musti pulang kerumah," pinta Reina, raut wajahnya tampak menegang.
"Kau mau menolak perintah saya? Apa kau sudah lupa, kalau kau punya hutang 100 juta kepada saya!" Richie melantangkan suaranya, dan Reina yang tegang langsung meneguk ludahnya dalam-dalam.
"Lalu, apa yang Bapak inginkan dari saya?" Reina takut jika Richie meminta sesuatu yang bukan-bukan padanya.
"Sudah! kau tak usah banyak bicara, turuti saja apa mau saya!" Richie kembali fokus mengemudi, kali ini tempat tujuannya yakni sebuah restoran berbintang.
Setelah tiba di parkiran, mereka keluar bersama-sama dari pintu mobil.
Richie kali ini melingkarkan lengannya di pinggang Reina yang ramping, laiknya pasangan.
Keduanya mendapat sambutan dan pelayanan terbaik di restoran itu, dan Richie sudah memesan room private yang tersedia di restoran tersebut, sehingga hanya mereka berdua saja.
Keduanya menikmati makan malam yang begitu romantis, dengan suasana yang memukau, dan hidangan yang lezat tersaji di atas meja.
...
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments