Cobaan Hidup Betubi-tubi

Tak beberapa lama, kedua orang tua Reina tiba di rumah.

sang Ibu baru saja mengantar Ayahnya berobat pasca terjatuh, karena Pak Tedi merupakan seorang buruh bangunan.

Namun, nahas, nasib malang tak bisa di tolak, sehingga Pak Tedi mengalami musibah, yang mengakibatkan kaki sebelah kirinya mendapat cedera yang cukup serius, sehingga beliau tidak biasa melanjutkan tugasnya. Terlebih, ia memiliki riwayat penyakit yang cukup parah, hingga performa kerjanya tak lagi maksimal.

Sementara, Bu Eli adalah seorang buruh tani, ia terkadang membantu tetangganya di perkebunan cabai, itupun tidak sering, alias musim-musiman, sehingga pendapatan tak mencukupi.

Untuk makan sehari-hari saja terkadang harus berhutang, apa lagi untuk membayar Spp sekolah, bahkan sudah nunggak 4 bulan, terlebih Reina sebentar lagi akan mengikuti berbagai ujian menjelang kelulusan.

"Bu, uangnya sudah ada belum?" Reina menengadahkan telapak tangan, sang Ibu menggeleng sambil menghela napas panjangnya, sementara sang Ayah tengah merintih kesakitan.

Beliau bisa berobat, karena memang biayanya di tanggung oleh atasan di tempat kerjanya. Sementara, untuk sehari-hari, mereka tak punya apapun lagi, terpaksa mereka harus menahan rasa perih di perutnya jika kehabisan uang atau stock makanan, itupun mengandalkan subsidi Pemerintah.

"Maafkan kami Nak, kami belum punya uangnya, tapi sebisa mungkin Ibu akan berusaha," jawab Bu Eli, membuat Reina langsung menekuk wajahnya sambil sesegukan, karena nasib baik belum berpihak pada mereka.

Saking kekurangan biaya, sampai-sampai Benny sang Adik harus putus sekolah, dan ia terpaksa membantu bekerja di kebun Pak Usep bersama sang Ibu dan beberapa tetangga lainnya, jika Pak Usep sedang membutuhkan tenaga tambahan.

"Masa aku harus putus sekolah seperti Benny? kan tanggung Bu," keluh Reina, tak terasa air matanya berurai membasahi pipi.

"Lagian, kalau aku sudah lulus nanti, aku akan bekerja untuk membiayai sekolah Benny," tekadnya, tetapi sang Ibu tetap tak bisa berbuat banyak, karena keadaan memang sedang morat marit alias kekurangan.

"Maafkan kami, Nak." hanya kalimat itu yang bisa diucapkan oleh Bu Eli kepada Putri sulungnya yang tengah merajuk.

Merasa tidak nyaman berada di rumah, Reina memutuskan untuk pergi keluar lagi, setidaknya udara segar bisa membantunya berpikir dengan jernih saat menghadapi situasi saat ini.

"Kau mau kemana?" tanya Pak Tedi yang saat itu tengah mengurut kakinya sendiri, karena masih merasakan sakit dan ngilu.

"Mau cari angin," jawab Raina ketus, ia melangkah keluar pintu, kemudian duduk di bale-bale depan rumahnya.

Disaat ia tengah melamun, tiba-tiba salah satu tetangga dekat rumah menghampiri.

"Ngelamun saja kau!" Erik berusaha mengagetkannya dengan cara menepuk pundak Reina dari belakang, sontak gadis itu terkejut dibuatnya.

"Astaga, Abang ini bikin kaget saja," balas Reina, ia balik memukul lengan Erik, dan Pemuda itu terkekeh.

"Kenapa kau?" tanya Erik kembali, Reina lagi dan lagi menekuk wajahnya di hadapan Erik.

"Aku sedang pusing mikirin ekonomi keluarga!" jawabnya ketus, air matanya mengalir, kali ini lebih deras, hal itu membuat Erik merasa tak tega.

"Tak usah kau menangis seperti itu, justru aku datang kesini mau menawarkan kerjaan buat kau," kata Erik, Raina dengan antusias langsung membelalakan kedua matanya yang masih berurai.

"Wah? Kerjaan apa nih Bang?" tanya Reina dengan sangat antusias karena tak sabar dengan jawaban yang akan di berikan Erik.

"Hapus dulu tuh ingus dan air mata kau!" titah Erik sedikit bergurau, membuat Reina terkekeh, dan langsung mengusap air mata serta cairan kental yang keluar dari kedua lubang hidungnya menggunakan ujung bajunya sendiri.

Sroott...

"Eh, Buju! kau ini jorok sekali jadi perempuan!" cibir Erik, dan Reina terbahak.

"Hahaha...sorry Bang, sorry," ucap Reina. "kerjaannya apa nih Bang?" lanjutnya kembali bertanya.

"jadi Office Girl," jawab Erik, "sepulang dari sekolah kau bisa bekerja sampai sore, pas bubaran kantor, gimana?" lanjutnya bertanya, membuat Reina sedikit berpikir.

"Hah, jadi Office Girl? tukang bersih-bersih, gitu? yang benar saja?" tanya Reina dengan raut wajah seperti tengah mengecilkan profesi tersebut.

"Ya, memangnya kenapa? yang penting kan kerjaan halal, dan cuannya gede loh, soalnya ini bukan Perusahaan kaleng-kaleng, masa kau tidak mau?" Erik berusaha kembali meyakinkan Reina.

"Memang, gajinya berapa sih, Bang?" tanya Reina kembali, membuat Erik berdecak kesal.

"Ahelah! belum apa-apa sudah tanya gaji! jadinya kau mau apa kagak nih? kalau kagak ya sudah, aku kasih ke orang lain saja!" Erik tampak kesal, ia hendak beranjak dari hadapan Reina.

"Eh, tunggu Bang! gimana sih, maen pergi-pergi aja, aku kan belum selesai berbicara!" cegah Reina, kemudian Erik berbalik, dan kembali dengan malasnya.

"Jadinya mau apa kagak, nih? harus pasti, jangan plin plan jadi orang!" desak Erik terhadap Reina yang terlalu banyak berpikir.

"Iya deh, aku mau ambil job itu Bang, tapi...memangnya tidak masalah kalau aku masih duduk di bangku sekolah?" tanya Reina sedikit ragu-ragu.

"Ya tidak masalah sih, asal kau berusia 18 tahun, dan kau harus menyerahkan CV atau lamaran terlebih dulu. Oh ya, memangnya saat ini usiamu berapa?" Erik balik bertanya.

"Kebetulan, bulan depan mau 18 tahun, dan aku juga sudah punya KTP," jawab Reina untuk meyakinkan Erik, dan diangguki cepat olehnya.

"Ya sudah, bagus tuh. Jadi, sekarang kau segera bikin lamaran, besok sepulang sekolah, kau datang kesana, biar Abang yang antar." Erik merasa bersemangat, begitu juga Reina, sedikitnya ia bisa bernapas lega, karena dengan bekerja setidaknya ia bisa membiayai dirinya sendiri, selebihnya membantu orang tua serta sang adik.

"Terimakasih Ya Tuhan," batin Reina, ia tersenyum.

"Bang, terimakasih ya," ucapnya kepada Erik, dan diangguki oleh Erik.

"Ya, sama-sama, senang bisa membantumu," balas Erik, kemudian ia berlalu dari hadapan Reina untuk menemui kawan-kawannya di tongkrongan.

"Yes!" Reina begitu sumringah, ia dengan semangat kembali kedalam rumah, lalu masuk kamar untuk menyiapkan CV.

...

Singkat cerita, pagi itu Reina bangun sambil menggeliatkan tubuhnya dengan malas, ia beranjak dari tempat tidur, lalu bergegas untuk mandi dan bersiap-siap kembali ke Sekolah.

Saat ia membuka lemari baju, ia kembali menemukan dompet milik Richie, lalu ia menatap lekat-lekat benda berwarna coklat itu.

Di satu sisi, ia merasa amat sangat bersalah.

"Apa aku balikin saja kepada pemiliknya ya?" gumam Reina, ia merasa bingung dibuatnya.

"Sebaiknya begitu, besok saja aku kirim lewat pos ke alamat yang tertera di kartu namanya," lanjutnya, setelah itu, ia langsung berpakaian, kemudian mengikat rambut panjangnya ke belakang.

Setelah dirasa cukup, ia keluar dari dalam kamar, dan menatap keatas meja makan.

"Loh, sarapannya mana Bu?" tanya Reina, ia tak menemukan satupun makanan diatas meja, hanya ada gelas-gelas kosong yang tertata dan teko air minum.

"Maaf Nak, Ibu tidak punya uang buat beli beras dan lain sebagainya," jawab sang Ibu memelas, membuat Reina tak tega.

"Kak, aku punya mie instan, kalau Kakak mau, untuk Kakak saja." Benny saat itu akan memasak mie. Namun, ia tak tega melihat Kakaknya yang akan berangkat ke sekolah tak sempat sarapan apapun karena memang tidak ada apa-apa.

"Tidak usah Ben, ini kau masak saja." Reina berusaha menolak, dan hendak mengembalikan mie instan satu-satunya itu kepada sang Adik.

"Tidak Kak, aku ikhlas Kok, Kaka masak aja mie nya. Nanti siang, aku dan Ibu akan bantu-bantu lagi di kebun Pak Usep." Benny berusaha meyakinkan sang Kakak, hal itu membuat Reina berurai air mata karena kebaikan Benny.

"Terimakasih ya Ben, kalau Kakak sudah punya kerja, Kaka berjanji akan membantumu supaya kau bisa melanjutkan sekolahmu lagi," harap Reina, dan Benny mengangguk.

"Iya Kak, amin, aku selalu berdoa untuk Kakak," kata Benny, keduanya sama-sama terisak penuh haru.

Benny sendiri usianya terpaut 2 tahun lebih muda dari Reina, harusnya Benny sudah kelas 1 SMA, jika ia melanjutkan sekolahnya. Namun, karena keterbatasan ekonomi, harapan untuk melanjutkan sekolah harus kandas di tengah jalan.

Seusai menyantap sarapannya, Reina bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah.

"Aku berangkat dulu, ya," pamit Reina, tak lupa ia mengecup punggung tangan kedua orang tuanya secara bergantian.

"Ya, hati-hati di jalan, Nak," balas kedua orang tua serta sang Adik secara serentak.

Reina melangkah dengan hati yang lapang, sedang jarak dari rumah ke sekolah lumayan jauh. Sementara, ia tak punya ongkos untuk naik kendaraan umum, terpaksa ia harus berjalan kaki, karena tak ada pilihan lain.

"Begini nasib jadi orang melarat, apa-apa susah. Enak bener nasib orang kaya di luar sana, mau apapun bisa kesampaian, sedangkan aku? mau makan saja susah," keluh Raina, ia meratapi nasib dirinya sendiri. Meski begitu, ia bersyukur karena memiliki kedua orang tua yang masih lengkap, dan juga sang Adik, mereka sangat sayang dan perhatian padanya.

"Astaga, kok bisa-bisanya aku mengeluh dengan takdir? bahkan di luar sana masih banyak yang hidupnya lebih menderita dari aku, harusnya aku pandai bersyukur bukan malah seperti ini. Ayo Reina semangat! Kau pasti bisa," gumamnya menyemangati diri sendiri.

Beberapa saat kemudian ia sampai di depan gerbang sekolah, ia sengaja datang pagi-pagi supaya tak kesiangan, karena berjalan kaki memakan waktu setengah jam.

Saat sedang berjalan melewati lapangan basket, ia melihat beberapa siswa siswi sedang menyaksikan Melvin dan kawannya sedang bermain basket.

Melvin sendiri dikenal sebagai siswa tertampan dan terpintar di sekolah, ia bagaikan seorang Idola yang banyak di gemari oleh para siswi, tak sedikit pula siswa yang mengagumi Melvin karena kehebatannya.

"Melvin...Melvin..." teriak para siswi dengan sangat antusias, sementara Reina yang juga menyukai Melvin hanya bisa mengagumi sosoknya dalam diam.

"Dia keren banget," gumam Reina menatap kagum pada Melvin saat itu. Tak disangka dari jarak agak jauh, Melvin memberikan senyuman padanya, membuat hati Reina berbunga-bunga, dan jantungnya berdetak tak menentu.

"Astaga, apa benar dia tersenyum padaku barusan?" Reina bertanya-tanya dalam hati, ia tak cepat menyimpulkan, karena takut jika Melvin bukan tersenyum padanya, sehingga Reina membalikan tubuhnya dengan cepat kebelakang.

Seketika perasaan itu buyar, ternyata Melvin tersenyum kepada Monita, bukan pada dirinya.

"Eugh, tuh kan! untung aku tidak Ge'eR duluan," Reina merutuki nasib dirinya yang selalu tidak beruntung dalam hal apapun.

Ketika ia melangkah, tiba-tiba sepatu sebelah kanannya jebol, sehingga jari-jari kakinya keluar semua.

"hahaha...sepatumu lapar tuh!" ledek Hilfan, dan tawa teman-teman lainnya menyertai.

"berisik! tidak usah menertawakanku seperti itu!" teriak Reina, ia tak kuasa menahan tangisnya.

Reina berlari menuju kearah kelas, sambil menenteng sebelah sepatunya yang jebol.

"Hahaha...ada Cinderella dari mana nih?" ledek Fara, Reina yang tak bisa menahan emosinya, ia hendak memukul punggung Fara menggunakan sepatu jebol yang sedang di tentengnya, dengan cepat Fara menghindar.

"Eit, gak kena!" Fara terkekeh, dan Reina benci dengan tingkah lakunya itu, hingga akhirnya Reina berusaha untuk tak mempedulikan mereka yang tengan membuli dan mencemooh dirinya.

Di saat ia tengah dirundung nestapa, tiba-tiba Selly mendekatinya, tampaknya hanya ia satu-satunya teman yang peduli.

"kau yang sabar ya, Rein." Selly meletakan telapak lengannya di bahu Reina, lalu Reina mengangguk pelan sambil berurai air mata.

"Ya Sell, terimakasih ya, kau selalu baik padaku," ucap Reina, dan Selly tersenyum.

"Ya, sama-sama Rein, itulah gunanya seorang sahabat," kata Selly dengan kerendahan hatinya.

...

Singkat cerita...

Sepulang sekolah, sesuai janjinya kemarin kepada Erik, Reina sudah bersiap-siap untuk melamar pekerjaan ke perusahaan yang di maksud oleh Erik.

"Eh, kau sudah siap rupanya," sapa Erik, Pemuda itu sudah mengendarai sepeda motornya untuk mengantar Reina.

"Ayo cepat Bang! aku sudah siap nih." Reina berdiri dengan penuh semangat, lalu ia naik di belakang jok motor Erik.

"Let's Go!" Erik segera tancap gas. Di sepanjang jalan terjadi obrolan ringan, mereka bercanda sambil tertawa-tawa. Hingga tak terasa, keduanya sudah berada di depan pintu gerbang perusahaan besar tersebut.

Reina tidak membaca papan nama perusahaan itu secara jelas, yang ia tahu hanya memakai singkatan. Terlebih, ia ingin segera melamar pekerjaan disana, sampai lulus interview.

"Kau tekan bel, lalu bilang sama Security, kalau kau mau melamar menjadi Office Girl," pesan Erik, dan Reina mengangguk meski penuh dengan keragu-raguan, tetapi ia berusaha untuk memberanikan diri.

"Baik Bang, makasih ya," ucap Reina.

"Ya, sama-sama, good luck ya Rein." Erik mengempalkan kelima jari lengannya seraya menyemangati Reina. "Go, Go, Go..."

"Oke," balas Reina dengan penuh keyakinan.

Dengan langkah pelan dan gugup ia mendekat ke arah pintu gerbang sambil membawa amplop CV berwarna coklat.

ia menekan bel yang terdapat di sisi gerbang berlatar putih tersebut, tak lama setelah itu, salah seorang Security bertubuh tambun menghampirinya dari dalam sana.

"Selamat Siang, ada yang bisa saya bantu?" tanya seorang Security yang bernama David.

"Maaf Pak, saya mau melamar pekerjaan sebagai Office Girl," jawab Reina dengan santun, lalu David mengangguk, karena memang sedang membutuhkan beberapa Office Girl dan Office Boy untuk tambahan.

David membukakan pintu kecil di sebelah gerbang, kemudian menyuruh Reina untuk masuk.

"Silahkan!"

Reina melangkahkan kakinya kedalam perusahaan besar tersebut.

"Terimakasih Pak," ucapnya, dan David mengangguk, kemudian ia segera menghubungi divisi HRD untuk meng-interview Reina dengan segera.

"tunggu sebentar ya!" kata David, dan Reina mengangguk dengan rasa was-was, dan harap-harap cemas.

Seusai menelpon, Reina di suruh untuk menghadap sang HRD dan diantar oleh David.

Saat memasuki ruangan kantor, ia melihat beberapa deret bilik tempat kerja para karyawan di ruangan tersebut. Mereka terlihat sibuk dengan tugasnya masing-masing, sambil menatap layar monitor, dan suara ketukan jari jemari lincah yang beradu dengan keyboard.

"Nah, silahkan masuk!" kata David saat mereka sampai di depan pintu ruangan HRD.

Reina di sambut dengan ramah oleh Wilson, ia di suruh duduk di kursi yang berhadapan dengan meja kebesarannya.

"Boleh saya lihat CV mu?" pinta Wilson. Dengan gugup, Reina menyerahkan amplop coklat itu kepadanya, tiba-tiba seseorang dari ambang pintu memanggil.

"Wil, sudah berapa orang yang masuk?" tanya seorang Pria yang tak di ketahui oleh Reina, karena gadis itu tak berani menoleh saat sedang di Interview oleh Wilson.

"Sudah ada 5 Pak, ini 1 orang lagi baru masuk,dan mau saya Interview," jawab Wilson.

...

Bersambung...

Episodes
1 Awal Pertemuan
2 Cobaan Hidup Betubi-tubi
3 Hampir Bertemu Kembali
4 Nasib yang berbeda
5 Kasmaran
6 Mendebarkan
7 Mencoba Menepis Perasaan
8 Kasbon
9 Rela menukar harga diri demi uang
10 Mr. Right
11 Mengubah penampilan
12 Penyuka sesama?
13 Semakin dekat
14 Pikiran kotor.
15 Pelayan pribadi sang Boss
16 Penampilan baru di sekolah
17 Bully
18 First Kiss
19 Diantara 2 pilihan
20 Cemburu
21 Tergigit
22 Kejahilan Richie
23 Richie vs Melvin
24 Mendadak bodoh.
25 Terbongkarnya rahasia
26 Pilihan yang memberatkan
27 Bermain di hotel
28 Lamaran
29 Tertampar
30 Dijebak
31 Gara-gara soal Matematika
32 Cemburu yang tak mendasar
33 Melvin tak tahu diri
34 Dilema
35 Tipu daya Melvin
36 Hari Pernikahan
37 Adik kecil
38 Aku pria normal!
39 Unboxing
40 Unboxing 2
41 Kau Milikku
42 Lingerie seksi
43 Tragedi
44 Kritis
45 Apakah ini nyata?
46 Kehilangan
47 Pesona Dokter muda
48 Kabar bahagia
49 Perhatian Dokter Qiu
50 Skandal
51 Kamar mayat
52 Semakin terbawa perasaan
53 Malam romantis
54 Galau
55 Sadar dari koma
56 Kelahiran
57 Ikatan batin
58 Hilang ingatan
59 Frustasi
60 Gadis perampok masalalu
61 Jebakan Jackson
62 Malam panas
63 Pertanggung jawaban
64 Wanita misterius
65 Aku Akan Menyiksamu
66 Menyenangkanmu
67 Dejavu
68 Karma
69 Penggoda
70 Kecewa
71 Will You Marry Me?
72 Pengganggu
73 Sebuah Photo
74 Kelahiran Bayi Melvin
75 Semakin kasar
76 Pertengkaran di kantor
77 Tak Tergoda
78 Aku harus pergi
79 Reina pulanglah
80 Ular di tengah keluarga kecil
81 Ulang Tahun Ryan
82 Pingsan
83 Emosi
84 Amarah Elvina
85 Ujian Kehidupan
86 TAMAT
87 New Story: Gadis Nakal Milik CEO Tampan
88 New Story: Dendam Mafia Culun (Lin Chun Song)
Episodes

Updated 88 Episodes

1
Awal Pertemuan
2
Cobaan Hidup Betubi-tubi
3
Hampir Bertemu Kembali
4
Nasib yang berbeda
5
Kasmaran
6
Mendebarkan
7
Mencoba Menepis Perasaan
8
Kasbon
9
Rela menukar harga diri demi uang
10
Mr. Right
11
Mengubah penampilan
12
Penyuka sesama?
13
Semakin dekat
14
Pikiran kotor.
15
Pelayan pribadi sang Boss
16
Penampilan baru di sekolah
17
Bully
18
First Kiss
19
Diantara 2 pilihan
20
Cemburu
21
Tergigit
22
Kejahilan Richie
23
Richie vs Melvin
24
Mendadak bodoh.
25
Terbongkarnya rahasia
26
Pilihan yang memberatkan
27
Bermain di hotel
28
Lamaran
29
Tertampar
30
Dijebak
31
Gara-gara soal Matematika
32
Cemburu yang tak mendasar
33
Melvin tak tahu diri
34
Dilema
35
Tipu daya Melvin
36
Hari Pernikahan
37
Adik kecil
38
Aku pria normal!
39
Unboxing
40
Unboxing 2
41
Kau Milikku
42
Lingerie seksi
43
Tragedi
44
Kritis
45
Apakah ini nyata?
46
Kehilangan
47
Pesona Dokter muda
48
Kabar bahagia
49
Perhatian Dokter Qiu
50
Skandal
51
Kamar mayat
52
Semakin terbawa perasaan
53
Malam romantis
54
Galau
55
Sadar dari koma
56
Kelahiran
57
Ikatan batin
58
Hilang ingatan
59
Frustasi
60
Gadis perampok masalalu
61
Jebakan Jackson
62
Malam panas
63
Pertanggung jawaban
64
Wanita misterius
65
Aku Akan Menyiksamu
66
Menyenangkanmu
67
Dejavu
68
Karma
69
Penggoda
70
Kecewa
71
Will You Marry Me?
72
Pengganggu
73
Sebuah Photo
74
Kelahiran Bayi Melvin
75
Semakin kasar
76
Pertengkaran di kantor
77
Tak Tergoda
78
Aku harus pergi
79
Reina pulanglah
80
Ular di tengah keluarga kecil
81
Ulang Tahun Ryan
82
Pingsan
83
Emosi
84
Amarah Elvina
85
Ujian Kehidupan
86
TAMAT
87
New Story: Gadis Nakal Milik CEO Tampan
88
New Story: Dendam Mafia Culun (Lin Chun Song)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!