I Love You Dr. Gagu
Konon katanya manusia sebelum dilahirkan ke dunia telah dituliskan takdirnya di Lauhul Mahfudz. Kisah ini cuma fiksi tidak ada sangkut pautnya andai ada kemiripan nama dan tempat dan bukan juga untuk menggambarkan Lauhul Mahfudz yang sebenarnya. Ini murni hanya imajinasi penulis saja.
Part 1
Ruh itu membuka kelopak matanya. Nampak fresh layaknya makhluk yang baru saja diciptakan. Ibarat roti fresh from the oven hihihi... Di hadapannya ada sesosok makhluk yang tidak bisa ia lihat dan tidak bisa ia gambarkan namun dia tahu dan bisa merasakan makhluk itu ada di situ. Di sebelah sosok itu ada satu sosok ruh pula yang terlihat rupawan dan begitu menarik dipandang mata. Sosok itu sepertinya sejenis dengannya hanya saja dengan rambut lebih pendek.
"Hai, anak cucu Adam. Ketahuilah, engkau baru saja diciptakan dan sebentar lagi akan ditiupkan engkau ke rahim ibu yang mengandungmu. Maka hiduplah dengan layak di muka bumi dan jadilah manusia bertakwa pada Tuhanmu."
Dia ruh wanita itu mengangguk. Sepertinya langsung memahami kata-kata yang baru diucapkan padanya. Sepertinya memang telah disetel otomatis agar langsung memahami perkataan begitu ia diciptakan.
"Dia adalah pasangan hidupmu. Seperti Adam dan Hawa, kau juga diciptakan dari tulang rusuknya," ujar sosok itu sebelum pergi.
Entah apakah dia malaikat atau makhluk ciptaan istimewa Tuhan yang lainnya, ruh wanita itu kembali lagi hanya mengangguk faham.
Ruh wanita itu melihat ke sosok ruh pria yang rupawan itu. Ruh pria itu menatapnya juga.
"Jadi, kau adalah jodohku?" tanyanya.
Ruh pria itu tersenyum dan mengangguk.
"Iya," jawabnya singkat.
Keduanya berjalan menyusuri jalan setapak. Suasana terasa sejuk meski tak ada semilir angin. Di sekeliling mereka banyak pepohonan yang rindang. Di pinggir kiri jalan ada sungai yang airnya jernih dengan banyak bebatuan di dalamnya. Riak suara air seolah ingin menegaskan betapa tenang dan damainya tempat ini.
"Kita akan kemana?" tanya ruh wanita memecah keheningan.
"Kita akan kesana." Ruh pria itu menunjuk ke satu arah.
Ruh wanita itu melihat kesana. Nampak olehnya satu gerbang yang sangat besar. Namun itu terlihat bukan seperti gerbang bangunan. Namun sulit dijelaskan, gerbang itu seperti gerbang atau pintu sebuah tempat berwarna putih mutiara yang menjulang jauh ke langit tinggi.
Ruh wanita itu menoleh ke arah ruh pria yang katanya adalah jodohnya di dunia dan akhirat itu. Mimik wajahnya seperti bertanya tempat apa itu.
"Itu kitab Lauhul Mahfudz, kita akan kesana. Sebelum dilahirkan ke bumi, di tempat itu takdir kita akan dicatat dan itu akan menjadi janji dalam perjalanan hidup kita," kata ruh pria itu.
"Takdir?"
"Iya, takdir. Takdir berjuta-juta umat manusia, dan segala hal yang mencakup alam semesta, di langit dan bumi beserta isinya, seperti takdir kita yang akan menjadi pasangan hidup."
Ruh wanita itu terlihat takjub. Dia tersenyum. Ruh lelaki ini benar-benar sangat membuat tenang dan terasa damai berjalan di sampingnya. Atau, memang tempat ini yang suasananya begitu hangat namun sejuk?Ahhh ... entahlah, yang jelas dia begitu menyukainya. Namun berikutnya keheningan pun terjadi di antara mereka. Mereka lebih memilih diam dan melanjutkan perjalanan.
***
"Takdir apa yang kamu minta?"
Ruh wanita bertanya pada ruh pasangannya itu.
Ruh pria itu tersenyum penuh arti.
"Aku tidak boleh tau? Ayolah, aku sudah melihat takdir yang menghubungkan kita, yang ada kamu dan aku di dalamnya. Tapi aku tidak melihat keseluruhan yang menjadi takdirmu."
Ruh pria itu menghela nafas panjang. Matanya menerawang jauh.
"Sesuatu yang buruk?"
Ruh pria itu menggelengkan kepalanya. "Sesuatu yang diciptakan Tuhan tidak ada yang buruk, tidak ada yang sia-sia."
"Lalu?"
"Hanya saja kita yang tidak memahaminya."
Ruh wanita itu mengangguk-angguk setuju.
"Sebentar lagi aku akan ditiupkan ke rahim ibu yang mengandungku. Apakah kita akan pergi bersama?"
"Tidak. Aku akan menyusul 7 tahun kemudian pada waktu yang berlaku pada manusia. Di hari yang sama dengan hari dan bulan kamu dilahirkan."
"Ohh, apakah itu yang dimaksud aku menjadi tua dan kau muda?"
Ruh pria itu menyeringai. "Iya.Tapi bagi manusia cinta tidak mengenal usia."
"Apa itu cinta?"
"Entahlah, sepertinya istilah itu populer di kalangan manusia. Aku melihatnya sekilas tadi di Lauhul Mahfudz."
Ruh wanita itu tersenyum. Sebenarnya tadi di Lauhul Mahfudz
dia sempat melihat dan mendengar istilah itu di perjalanan hidupnya. Namun tidak benar-benar memahami maknanya. Sebentar lagi ia akan ditiupkan ke rahim ibunya. Dia harus tahu nama jodohnya ini sebelum terlahir ke dunia. Meski pada akhirnya segala ingatannya akan dihapus dan ia akan terlahir begitu polos dan tak akan mengingat apa pun lagi yang terjadi di tempat ini.
"Siapa yang akan menjadi namamu begitu terlahir ke dunia nanti? Meski aku tidak akan mengingatnya nanti tetapi aku ingin mengetahuinya sekarang. Entah bagaimana kita akan saling menemukan kembali, namun aku senang kamu yang menjadi pasangan hidupku nanti."
Ruh pria itu menatapnya dan dibalas tatap dengan seksama olehnya.
"Namaku ...."
***
"Raya ...! Raya, bangun!!! Sudah siang ini. Memangnya kamu nggak ke rumah sakit hari ini?"
Suara Ummik membangunkanku. Perlahan-lahan ku buka mataku. Terasa berat kepala ini karna kurang tidur. Kulihat jam di telpon selulerku menunjukkan jam 07.56.
"Aduuh, Ummik! Ummik kok bangunkan Raya sih. Raya baru pulang jam 6 tadi. Raya dapat shift malam. Baru juga tidur sebentar udah dibangunin. Mana Raya lagi mimpi in .... dahh ...."
Sampai situ aku termenung mengingat-ingat kembali mimpiku tadi. Mimpi apa ya? Indah apaan? Wong nggak ingat apa-apa juga. Tapi benar, walaupun kepala berat efek begadang di IGD semalam, tapi mimpi itu terasa masuk hingga ke kalbu. Terasa tenang dan damai rasanya.
"Mimpi indah apa kamu?Jangan kebanyakan mimpi, Ray. Yang benar itu mimpi itu dijadikan jadi nyata. Coba kamu menikah agar mimpi kamu dapat pangeran seperti di film-film cina itu bisa terwujud," omel Ummik.
"Bukan film, Mik.Tapi drakor. Drama korea," ujarku meralat kata-kata Ummik.
"Hallah, sama saja korea, cina, jepang, hongkong podo wae sama-sama matanya sipit kulitnya putih," bantah Ummik.
"Ahhh .... terserah Ummik deh," ujarku mengalah. Sadar ummik nggak akan bisa didebat kalau sudah merasa benar.
"Ngomong-ngomong Ummik pulang jam berapa tadi, Mik?Nenek sehat?" tanyaku.
Selama dua hari ini Ummik memang lagi mengunjung nenek di kota sebelah.
"Justru itu, Ray. Nenek itu nanya terus kapan kamu menikah. Umurmu sudah menginjak kepala tiga. Udah 30 tahun loh Ray. Kok ya, masih nggak kepikiran mau nikah, toh."
"Belum ketemu jodohnya, Mik," jawabku singkat seperti tak tertarik membahas soal itu. Jawaban seperti itu memang selalu otomatis keluar dari mulutku kalau ada yang menanyakan kapan aku akan menikah.
Sebenarnya bukan aku tidak kepikiran ingin menikah seperti orang-orang seumuranku yang di usia sedewasa ini harusnya udah punya anak satu, dua, bahkan ada yang telah memiliki tiga bahkan empat anak. Teman-teman sebayaku juga hampir semua sudah menikah dan punya keluarga lengkap sepaket dengan anak masing-masing. Hanya saja pengalaman di tinggal kawin oleh seseorang laki-laki yang dulu pernah mengisi hatiku membuatku enggan berusaha agar segera menikah. Menurutku jodoh akan menemukan jalannya sendiri untuk saling menemukan. Dan aku tau Ummik tidak sependapat denganku. Menurut Ummik jodoh dan rejeki itu harus diikhtiarkan.
"Yah, gimana mau ketemu kalau tidak saling mencari? Kamu itu gimana, toh?"
Tuh benarkan kataku? Ummik pasti akan menyeretku ke pembahasan seperti ini dan ujung-ujungnya akan berakhir dengan ide perjodohan dengan anak teman-teman Ummik atau kenalannya.
"Terus, maunya Ummik apa? Masa Raya yang harus mencari laki-laki?Aduh apa kata dunia kalau anak ummik yang cakep ini mengejar-mengejar cowok, Mik? Bisa-bisa digosipin Ummik sama teman-teman pengajiannya Ummik, dibilang 'ihhh.. katanya anaknya dokter, berpendidikan tapi ga tau malu ngejar-ngejar laki-laki', Hayooo kalau tetangga dan teman-teman ummik ngomongin Raya kayak begitu, bagaimana?"
Ummik menatapku serius. "Ummik tidak peduli apa kata orang, Nak! Yang Ummik mau kamu itu segera menikah. Kamu itu perempuan, Nduk. Perempuan itu gampang menua. Kalau kamu terus begini kamu menua sampai usia 35 tahun atau sampai usia 40 tahun gimana? Siapa nanti yang mau sama kamu?"
Aku menghela nafas panjang. Aku memegang tangan Ummik.
"Ummik, Ummik percaya jodoh di tangan Allah, kan Mik? Jodoh Raya itu sudah tertulis di Lauhul Mahfudz, Ummik! Hanya saja belum bertemu dengan Raya. Ummik yang sabar. Jika memang sudah tiba waktunya, Raya pasti akan menikah juga."
Aku segera mengambil handuk bersiap untuk mandi. Pembicaraan dengan Ummik ini tidak akan mencapai titik temu. Dan juga membuat aku tidak merasa mengantuk lagi sekarang.
"Tapi sampai kapan, Ray? Nenek sudah sepuh, dan bagaimana kalau beliau nggak sempat melihat kamu menikah? Kamu loh nggak pernah berpikir sampai sana."
"Mik, Raya tau nenek sudah sepuh tapi Raya tau nenek itu masih sangat sehat. Malah lebih sehat dari Ummik. Jadi jangan khawatir. Raya yakin umur nenek masih sangat panjang, masih sempat bangetlah melihat Raya punya anak sebelas," candaku sambil nyengir.
"Ihh, kamu itu Ray! Diomongin serius malah becanda lagi. Gimana kalau Ummik yang berumur pendek gara-gara mikirin kamu yang berhati dan kepala batu itu?"
" Aduuuh .... Ummik! Jangan drama lagi deh! Raya mau mandi dulu mau jalan aja hari ini. Raya pusing di rumah. Siapa tau hari ini ketemu jodoh dengan menantu idaman Ummik," selorohku seraya ngacir ke kamar mandi, sebelum Ummik menemukan sesuatu untuk dilemparkan padaku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 151 Episodes
Comments
gang jasad
sbdkfbc
2022-08-20
0
Lilis Nurhayati
pertama baca, aku lgsg tertarik dg karya mu Thor. semoga kelanjutan ceritanya semakin bagus ya
2021-10-15
1
Ijah Sopiah
Ceritanya bagus
2021-07-31
0