Pov Mahfudz
Aku sedikit salah tingkah, saat dr. Raya masih terus saja memandangiku walaupun sudah beberapa menit aku menemaninya di sini
"Ehmmm..."dehemku pelan.
Dr. Raya sepertinya sadar dengan sikapnya yang memandangku terlalu lama.
"Ah, maaf Mahfudz. Aku rasanya masih tidak percaya kamu di sini. Kamu sama siapa ke sini? Kamu tau darimana aku di sini?"tanyanya beruntun.
Aku tersenyum.
"A..ku...apaat...ari...sini.."kataku.
Aku mengeluarkan ponselku dari kantong.
"Wow mereka membolehkanmu ke sini bawa hp? Mereka tidak menggeledahmu?"
Aku menggeleng dan menunjukkan vidio viral yang dibuat oleh Fuad. Aku sedikit menceritakan kronologi kenapa aku bisa menemukan keberadaan dr. Raya melalui vidio viral milik Fuad saudara kembarku
Setelah menelpon Andra dan menanyakan lokasi tempat rumah baru Andra dimana Fuad membuat konten vidionya, aku segera bergegas ke kantor polisi melaporkan informasi yang aku dapatkan tentang keberadaan dr. Raya. Namun kata polisi tempat aku mengajukan laporan, mereka harus konfirmasi dulu ke Fuad sebagai pemilik vidio itu, karena ada hal-hal yang harus ditanyakan langsung pada yang bersangkutan, dan Fuad dalam hal ini adalah saksi. Karena sulitnya membujuk Fuad agar mau diajak ke kantor polisi, aku memutuskan mencarinya sendiri dengan bantuan informasi dari Andra namun sayangnya Andra tidak bisa menemani langsung. Ketika sudah mendapatkan titik lokasi bahkan pohon dimana drone itu jatuh, aku nekad memanjat pohon itu dan melempar beberapa batu kerikil kecil, berharap orang yang ada di ruangan tertutup gorden itu melihat keluar agar aku bisa memastikan itu benar dr. Raya atau bukan. Namun sayangnya aksiku itu ketahuan.
"A..ku..ss..su..dah...lapoor po..li..si.."kataku
"Benarkah? Dimana polisinya?"bisiknya takut kalau suaranya kedengaran oleh orang-orang yang menyekapnya di luar.
"Me..re...ka..harus..onfirmasi du..lu..ke..Fuad.."kataku.
"Syukurlah kalau begitu, sebentar lagi mereka akan menjemput kita...hmmm bagaimana kabar di rumah sakit?"
Aku mengetik di hpku,
[Semua mengkhawatirkanmu]
Dr. Raya terlihat sedih.
"Apakah ummik juga datang mencariku ke rumah sakit?"
Aku mengernyitkan dahi. Ummi?
[Ummi siapa?]
"Oh,, maaf kamu nggak ngerti ya..Ummik ibuku, aku biasa memanggilnya ummik memang"
Aku mengangguk manggut-manggut.
[Aku tidak pernah melihatnya, mungkin dia mencari ke kantor staff]
Sejenak aku melihat matanya berkaca-kaca, mungkin dia merindukan umminya, pikirku.
"Mahfudz, saya lihat kamu selalu berkomunikasi dengan orang lain selalu menggunakan media hp atau tulisan, kenapa seperti itu? Kamu nggak pede?"tanyanya mengalihkan pembicaraan.
[Tidak semua orang mengerti bicaraku secara verbal, dokter]
Aku ingat Fuad yang sangat sering menghinaku, mengatakan kalau omonganku tak jelas, aku bicara sulit di mengerti, dan masih banyak cemoohannya yang lain.
"Ais...."dr. Raya menarik ponsel dari tanganku. Dan meletakkannya di lantai di dekat kakinya. Aku tidak berani mengambilnya.
"Cobalah percaya diri, bicaralah padaku seperti orang lain saja, atau kalau kira-kira agak sulit mengucapkannya kamu bisa pakai bahasa isyarat."
Aku tersenyum. Aku memang malas bicara sejak kondisiku seperti ini. Pita suaraku rusak ketika terjadi kecelakaan 1,5 tahun yang lalu. Patahan wiper mobil yang kubawa menembus leherku dan merusak pita suaraku. Kecelakaan itu juga yang menewaskan kakak perempuanku satu-satunya. Meninggalkan rasa benci yang mendalam di hati Fuad padaku.
"Ajari aku bahasa isyarat, Mahfudz. Kamu bisa kan?"
Bayanganku tentang kecelakaan mengerikan itu buyar melihat seraut wajah cantik dr.Raya. Penampilannya memang kusut, tapi dia masih bisa ceria bertemu denganku seperti ini.
"Bisa nggak?"tanyanya lagi."Hmm...di mulai dari abjad aja, bagaimana?"
Aku tersenyum lagi.
"Ah....Mahfudz...ngomong...."katanya gusar sambil mencubit kecil lenganku.
Aku tertawa dan berusaha bicara.
"A..ku.. be...lum.. ba...nyak..bel...ĺajar ..bahhhasa...i...syaa...raat"
"Setahu kamu aja, daripada di sini juga kita nggak ngapa-ngapain, nungguin polisi lama banget"keluhnya.
Aku berharap polisi segera menghubungi Fuad dan meminta bantuannya untuk menunjukkan di mana tempat kami sekarang.
"Bbaaikklaah.."kataku. "Se..per..ti.. i..ni.. hu..ruff A"
Aku membentuk segitiga dengan jariku yang berarti huruf A.
Dr. Raya mengangguk-angguk dan menirukannya dengan jariku.
"Iiii..ni.. B"
Aku menunjukkan jari telunjuk kiriku tegak berdiri dan menyatukannya dengan jari tangan dan jempol sebelah kanan membentuk setengah lingkarang sehingga terbentuklah huruf B kecil.
"Yaang..ini...C"
Lagi-lagi kubentuk jari telunjuk dan jempolku membentuk setengah lingkaran sehingga terbentuk huruf C.
Begitu terus aku mengajarinya dari huruf A sampai Z. Sampai entah berapa lama, ia hapal semua huruf isyarat itu dan menyanyikan alfabet sambil menirukan alfabet dengan bahasa isyarat.
"a,b,c,d,e..,f,g,h,i,j,k,l...m,n,o,p,...q,r,s...t,u,v,w,x,y dan z.. Sekarang aku tau apa itu abc" dr.Raya bernyanyi menggunakan bahasa isyarat.
Aku tersenyum sambil mengacungkan jempolku padanya.
"Bagaimana bahasa isyaratnya mengucapkan terimakasih, Fud?"
Aku menatap seraut wajah manis di depanku ini, usianya 7 tahun di atasku, tapi dia terlihat baby face.
"Bagaimana?"tanyanya menarik bajuku pelan.
Aku menatapnya serius. Aku mengepalkan tangan kananku dan meletakkannya di dada, lalu mengganti isyart menyilangkan kedua tanganku dengan tangan terkepal lalu menunjuk dua jari telunjukku ke arahnya.
"Gimana...gimana?Coba..coba...sekali lagi"pintanya
Aku mengulanginya lagi, menaruh genggaman tanganku di dada, menyilangkan kedua tanganku di dada dan menunjuk dr. Raya dengan kedua jari telunjukku.
Dr. Raya menirukan gerakan tanganku sampai tiga kali hingga ia melakukannya dengan lancar. Dan kemudian dia mengucapkan terimakasih padaku dengan bahasa isyarat yang kuajarkan.
"Terima kasih Mahfudz"ucapnya sambil melakukan isyarat itu.
Aku membalas dengan isyarat sama-sama menunjukkan hanya jempol dan kelingkingku dan menggoyangkannya
"A..ma..ama.."
Maaf, dr. Raya, isyarat yang kuajarkan sebenarnya bukan isyarat ucapan terimakasih, tapi...Ah,, kalau dr. Raya tau mungkin di ujian nanti dia akan membuat nilaiku D atau tidak meluluskanku.
Lama kami duduk di lantai dan kehilangan bahan pembicaraan ketika pintu terbuka. Seorang lelaki muncul membawakan air minum dua gelas dalam nampan beserta cemilan.
"Pak Waridi bilang, sebentar lagi dia akan ke sini, menanyakan keputusan anda mengenai permintaannya, silahkan nikmati cemilannya sembari menunggu"
"Dimana dia sekarang? Aku memang ingin bertemu dengannya"kata dr. Raya.
"Tunggulah sebentar lagi, dia akan kesini. Silahkan nikmati cemilannya."
Hatiku bertanya-tanya Waridi siapa yang dimaksud?Apakah penculik dr. Raya?Kenapa namanya mirip nama bapak wakil walikota?Apakah ini ada hubungannya dengan Ayuni?
Banyak pertanyaan dalam hatiku.
"Sepertinya ini aman dimakan"dr. Raya menawarkan padaku snack-snack ringan buatan pabrik yang ada di nampan. Namun aku lebih memilih minum air putih. Aku penasaran siapa orang bernama Waridi yang akan datang.
"Si..apa Wa..ri..di"tanyaku.
Dr. Raya menghela napas "Nanti kau juga akan tau"katanya lalu menenggak air putih dalam gelas di tangannya. Dia terlihat kesal.
Lagi-lagi kami terdiam dalam ruangan sepi ini. Ya, di ruangan ini cuma ada kami berdua. Jadi ingat konon katanya jika seseorang berdua-duaan maka tamu ketiganya adalah syeitan. Mengingat itu aku menggeser dudukku agak sedikit jauh dari dr. Raya.
"Aku bau ya, Fud?"katanya sambil terkekeh. "Aku memang udah 4 hari nggak mandi"
"Pan..tas.."jawabku usil.
"Kalau mau ke kamar kecil aku sering harus nahan lama nunggu mereka datang dulu, biasanya juga tanganku diikat ke belakang seperti ini"katanya mencontohkan.
Aku prihatin mendengar ceritanya. Pasti beberapa hari ini sangat berat baginya.
"Fud, aku ngantuk banget deh"
Aku tak kuasa lagi menjawab dr. Raya karena mataku juga ngantuk berat. Kenapa lama sekali orang itu datang?
\*\*\*\*
"Pindahkan, dokter itu ke sini"perintah Akbar.
Seseorang dari anak buahnya mengangkat tubuh Raya setengah menyeretnya ke dekat Mahfudz yang tertidur pulas. Raya dan Mahfudz sedang berada di bawah pengaruh obat tidur.
"Bang, coba kita mantap-mantap sebentar sama dokter cantik ini, icip-icip sedikitlah, sayang kapan lagi dapat barang bagus kayak gini"
Akbar melotot marah "Kau nggak punya saudara perempuan?Ibumu bukan perempuan?Bagaimana kalau kita mantap-mantap sama mamak kau aja atau sama adekmu?Kamu mau?"
"Nggak...nggak, bang.. Aku cuma.."
"Otakmu itu cabul, kita cuma disuruh membuat dokter ini malu, bukan kau disuruh merenggut kehormatannya. Kalau kau kebelet pengen begituan, pergilah ke lokalisasi sana!!Dasar nggak berguna"umpatnya.
Anak buahnya itu cuma terdiam dan mengikuti instruksi dari Akbar.
Akbar menggeser tubuh Raya dan meletakkan kepalanya ke lengan Mahfudz yang tertidur bertelanjang dada. Mereka memang sengaja melepas baju lelaki itu dengan niat tertentu.
"Pergilah duluan, urus barang-barang sisa yang tadi. Kita harus segera meninggalkan tempat ini."perintahnya.
Anak buah yang kena damprat tadi tidak banyak protes. Dia segera meninggalkan Akbar dan dua orang tawanan pak Waridi bos besar mereka.
Akbar membuka jilbab mukena yang sedang di pakai Raya perlahan takut orangnya terbangun.
"Maafkan aku"ucapnya lirih.
Dia tau wanita di hadapannya ini adalah wanita yang berusaha menjaga auratnya, dan malam ini ia harus melakukan ini atas perintah Waridi. Waridi ingin memberi pelajaran pada dr. Raya. Pelajaran tak terlupakan yang akan membuatnya malu melihat orang lain, bahkan melihat dirinya sendiri.
Akbar mengatur posisi keduanya sehingga besok nanti ketika polisi dan wartawan datang , mereka akan terlihat seperti dua sejoli yang sedang berpelukan menghabiskan malam. Perintah Waridi sebenarnya adalah dia menginginkan agar dr. Raya dan teman yang berusaha menyelamatkannya dibuat tanpa busana sama sekali, tapi hati nuraninya mana sanggup melakukan itu. Kalau bukan karena terpaksa, istrinya butuh biaya pengobatan kanker payudara. Dia tak akan sudi melakukan ini. Cukup hijab yang dilepasnya pun dia yakin sudah membuat gadis ini terpukul dengan skenario Waridi kali ini.
Akbar menatap kedua korban kegilaan Waridi di hadapannya ini dengan rasa bersalah. Ia meninggalkan ruangan itu dengan menutup pintu tanpa dikunci.
Pukul 01.30 dini hari dua truk meninggalkan bangunan besar itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 151 Episodes
Comments
Lisstia
bisa jadi mereka berdua malah menikah gara2 insiden ini
2022-05-20
1
Berkisah membangun Peradaban
dr Raya memang bodoh.....tidak bisa menghadapi wawali dengan kekerasan, posisi dia lemah..harusnya dengan siasat juga. Pura pura aja di iyain...yang penting bebas dulu. ...masa hal seperti itu tidak terpikirkan. Keselamatan dulu yanh didahulukan...baru prinsip.
2022-05-07
0
Vera😘uziezi❤️💋
Sedih banget bab ini
2021-03-22
0