Dokter juga Manusia

Aku sedang memeriksa selang infus dan selang darah yang menempel pada lengan Tya ketika professor Ayyub datang.

"Prof...."

Professor Ayyub memberi kode dengan tangannya sambil menganggukkan kepala agar aku melanjutkan pekerjaanku. Laki-laki berumur itu biasanya tak pernah datang langsung ke ruangan-ruangan tindakan seperti ini. Tapi berhubung pasien kali ini adalah cucu sulungnya mungkin beliau ingin memastikan langsung bahwa cucunya mendapatkan perawatan terbaik.

Aku memeriksa semua kondisi Tya, begitu pun alat-alat medis yang menempel di tubuhnya. Monitor TTV, kantong infus, kantong darah, ventilator hingga kateter tak luput dari pengamatanku.Terakhir aku menyuntikkan obat melalui selang infus Tya.

"Perhatikan tanda vitalnya secara berkala, kalau ada apa-apa hubungi saya, saya ada di ruangan" kataku sambil menepuk bahu perawat di sampingku.

"Iya, Dok!"jawabnya.

Aku melihat ke arah Professor Ayub seakan bertanya apakah beliau masih ingin berada di ruangan ini atau ingin keluar bersamaku. Professor manggut-manggut dan mengikutiku.

Aku dan professor Ayyub berjalan bersama tanpa suara hingga keluar ruangan ICU. Di ruang tunggu telah menunggu Ibu dari Tya. Wanita itu adalah putri dari Professor Ayyub. Dia dan suaminya beserta kedua adik Tya langsung berdiri melihat kami keluar dari ruangan ICU.

"Pah ...." panggilnya pada Professor, terdengar khawatir seakan dari panggilannya itu sudah sepaket dengan pertanyaan bagaimana kondisi putrinya di dalam.

Aku menunduk sebentar menguatkan hatiku untuk menjelaskan kondisi pasien pada keluarganya. Sebenarnya ini bukan pertama kalinya aku di situasi seperti ini. Hanya saja kali ini berbeda. Ini keluarga pemilik rumah sakit. Ini keluarga dari mantan kekasihku. Sedikit banyak ini menjadi beban sendiri padaku.

Aku menegakkan kepalaku. Dan kali ini mereka semua pasti melihat mimik tak mengenakkan dari wajahku.

"Begini," aku memulai penjelasanku. "Jadi, kondisi Bu Tya sekarang ini mengalami pendarahan hebat Pak, Bu. Karena itu kami menempatkan Bu Tya di ruang ICU sampai kondisinya membaik. Saya secara pribadi sebagai dokter yang menangani persalinannya merasa sangat bersalah dengan situasi saat ini. Saya tidak punya pilihan lain, Bu, Pak!" kataku sambil meraih tangan ibunya Tya. Aku berharap Ia dapat merasakan rasa bersalahku dan ketulusanku meminta maaf.

Aku menjelaskan secara garis besar apa yang dialami Tya hingga berakhir di ICU seperti ini.

"Saya tidak menyangka kalau Bu Tya menderita preeklamsia. Saat diukur tensinya kami baru tau kalau Bu Tya hipertensi. Selain itu juga terjadi Solutio Placenta. Placentanya sudah lepas dari dinding rahim sebelum persalinan. Dan kondisinya saat itu OK tidak ada yang kosong, sementara mau dirujuk ke rumah sakit lain pun beliau sudah pembukaan 8. Jadi saya memutuskan untuk melakukan tindakan VBAC pada Bu Tya tanpa persetujuan dari suaminya. Karena pada saat itu pun Dr.Ali sedang melakukan tindakan operasi" kataku menjelaskan pointnya.

Keluarga Tya sepertinya mengerti posisi sulitku dan tidak menyalahkanku sama sekali. Walaupun aku masih merasa aku punya andil dalam situasi itu. Dan aku sungguh menyesalinya.

"Tidak apa-apa, dokter! Kami mengerti kalau dokter sudah melakukan yang terbaik" kata ayahnya Tya.

Anggota keluarganya yang lain terlihat manggut-manggut menandakan kalau mereka memahami situasiku.

"Tapi, bagaimana kondisi Tya sekarang?Bagaimana bayinya?Apakah mereka akan baik-baik saja, Dok?Mereka tidak akan kenapa-kenapa kan, Dok?" tanya ayahnya Tya beruntun.

Aku merasa ditodong senjata dengan pertanyaan bertubi-tubi seperti itu. Mimik bersalah kembali lagi hadir di wajahku walaupun aku berusaha meminimalisirkannya.

"Karena persalinan normal sangat beresiko bagi penderita penderita preeklamsia, Bu Tya mengalami pendarahan hebat sehingga kami harus melakukan transfusi darah padanya. Untungnya di PMI persediaan darah mencukupi. Namun kabar yang tidak baiknya adalah sepertinya Bu Tya mengalami komplikasi pada pernafasan dan jantungnya. Dan harapannya semoga tidak merembet ke organ tubuh yang lain" kataku berat. Aku nyesek sendiri mengatakannya. Air mataku bahkan hampir jatuh kalau tidak ku tahan.

"Lalu bayinya?"

"Bayinya sempat henti nafas dan juga menelan air ketuban, namun sekarang sudah tidak apa-apa. Bayinya sekarang ada di ruang NICU di bawah penanganan Dr. Fery"kataku.

"Pahh ...!!" pekik Ibu Tya histeris yang segera dipeluk oleh suaminya.

"Jadi, kapan kami bisa menemuinya, Dok? Apa kami bisa melihat bayinya juga?" tanya ayah Tya lagi.

Aku menyeka setitik air yang keluar di ujung mataku sebelum ia jatuh.

"Bapak, Ibu bisa masuk bergantian untuk melihatnya. Nanti minta bantuan perawat untuk baju steril dan lainnya. Untuk Bayinya bisa langsung aja ke NICU, tanya pada perawat dan staf yang bertugas, Pak!" jawabku.

"Terima kasih, Dok!" kata ayah Tya bergegas meninggalkanku. Entah mau melihat Tya dulu atau cucunya, aku tidak tau.

Sepeninggalnya mereka dari hadapanku aku masih berdiri. Air mata yang kutahan sejak tadi, jatuh. Aku menyekanya. Aku masih berusaha keras menahan isakku agar tidak terdengar oleh Professor Ayyub yang masih ada di sampingku.

Professor Ayyub memegang pundakku menepuk-nepuknya dan membimbingku ke kursi dan kemudian menyuruhku duduk.

Ia terdiam sejenak memperhatikanku yang berusaha keras agar tidak menangis.

"Raya ...." panggilnya seperti seorang bapak memanggil anaknya.

"I .... Iya .... Prof ...." sahutku dengan suara sengau. Hidungku mulai beringus sekarang.

"Seorang dokter itu memang adalah penolong. Tapi kita bukan malaikat, Nak!Kita juga manusia biasa. Sering melakukan kesalahan juga. Karena manusia memang tempatnya salah dan khilaf. Yang menimpa Tya hari ini bukan sepenuhnya salahmu. Dalam hidup ini ada yang dinamakan takdir. Mungkin kau bisa menyebutnya seperti itu untuk kondisi saat ini."

Air mataku semakin jatuh.

"Tapi, Prof semua ini memang salah saya. Tya, maksud saya Bu Tya," kataku meralat panggilanku untuk Tya demi menghormati Professor Ayyub selaku keluarganya. "Bu Tya mengalami ini sedikit banyak karena saya Prof .... Saya periksa buku panduan kehamilannya. Selama kehamilannya Bu Tya cuma kontrol sekali saja karena setiap datang saya selalu menolaknya. Tadi pun beliau datang kontrol, saya lagi-lagi menolaknya sehingga Bu Tya marah-marah. Mungkin karena itu tekanan darahnya naik ..." kataku sesenggukan.

Professor Ayyub menghela napas panjang.

"Anak itu pasti banyak membuatmu kesulitan ya ...." kata-kata terduga itu keluar dari Professor Ayyub.

Aku terkejut meski pada akhirnya aku memilih menggeleng.

"Saya sudah lama mendengar tentang hubungan rumit kalian. Anak itu meski sudah menikah dan punya anak dua masih saja kekanak-kanakan. Maafkan dia, Raya"

Aku menatap professor di hadapanku ini bagai tak percaya. Orang nomor satu di rumah sakit ini mengatakan hal seperti ini padaku. Meminta maaf atas nama cucunya.

"Professor jangan meminta maaf seperti itu" kataku. "Saya menjadi merasa lebih bersalah. Semua ini kesalahan saya, tapi mengapa Professor yang minta maaf?"

"Raya ...." panggilnya lagi dengan suara lirih.

"Hmmm .... Iya prof ...." sahutku.

"Kamu itu gadis yang baik dan dokter yang baik juga. Jangan merasa bersalah karena masalah ini. Ini bukan salahmu. Percaya dirilah sebagai seorang dokter. Bahwasanya kamu sudah melakukan yang terbaik bagi pasienmu. Jangan ada yang disesali karena memang jalan seperti inilah yang sudah tertera di sana!" katanya sambil menunjuk ke atas.

Spontan aku mengikuti jari telunjuk Proffesor Ayyub yang menunjuk ke langit-langit rumah sakit.

"Haaa? Di mana prof?" tanyaku spontan kebingungan.

Professor Ayyub tergelak menganggap lucu ekspresiku.

"Hahaha .... Hahaha .... Di mana? Kamu itu menyimak yang Saya katakan atau tidak?Ya... Di Lauhul Mahfudz sanalah, Raya! Kamu itu kok nggak nyambung sama omongan saya?" katanya masih tergelak.

"Ma .... Maaf, Prof ...." kataku sambil menggaruk kepalaku yang ditutupi jilbab dengan jari telunjukku.

Entah kebodohan dari mana datangnya tadi itu, gerutuku dalam hati.

"Raya ...." panggil professor lagi.

"Iya, Prof ...."sahutku lagi.

"Seperti yang saya bilang, kamu adalah gadis yang baik. Andai saya masih muda dan bujangan, pasti kamu sudah saya masukkan dalam daftar calon istri idaman." katanya. Entahlah mungkin professor bermaksud untuk mengalihkan perhatianku dari masalah Tya.

"Ah, Professor bisa aja," jawabku. "Saya mana bisa dibandingkan dengan istri professor, almarhum Bu Halimah" kataku.

"Atau... Andai aku punya anak laki-laki yang masih bujang atau cucu laki-laki aku pasti akan menjadikanmu cucu atau cucu menantuku," katanya.

Aku tersenyum dan tak tau harus menyikapi seperti apa pernyataan seperti itu.

"Kamu belum ada niat mau menikah, Raya?" tanya professor tiba-tiba membuatku serasa keselek biji salak.

Pertanyaan ini lagi. Bahkan Professor yang kukenal berwibawa sekali pun akhirnya menanyakan ini juga padaku.

"Belum ada calonnya, Prof!" jawabku asal.

"Mau kucarikan?" tanyanya. "Aku punya banyak kolega yang anaknya belum menikah, namun sudah punya pekerjaan dan usaha yang mapan. Siapa tau salah satu ada yg cocok denganmu," katanya sambil berdiri bergegas hendak pergi.

Aku juga ikut berdiri sambil tertawa sopan.

"Buat apa nyari, kan ada Professor disini? Barangkali kita cocok, Prof!" selorohku yang disambut gelak tawa beliau.

"Anak nakal ini .... Kau berani menggodaku sekarang ya, hahaha ...."

Tawa terbahak-bahak Professor Ayyub terdengar sampai ke ujung lorong tempat kami berjalan. Hingga akhirnya kami berpisah di simpang lorong rumah sakit. Professor Ayyub menuju parkiran sementara aku menuju ruanganku. Malam ini kayaknya aku harus menginap di rumah sakit.

Terpopuler

Comments

Sity Aminah

Sity Aminah

ceritanya seru dan menegangkan kan juga

2021-04-06

1

Husna Anna Atoel

Husna Anna Atoel

sempet aja ne airmata ikutan netes...

semangat trus thor..

2021-03-23

1

Vera😘uziezi❤️💋

Vera😘uziezi❤️💋

Kak ema keren bisa buat cerita ini... Kayak pengalaman pribadi aja

2021-03-21

0

lihat semua
Episodes
1 Namaku ....
2 Pedofilia
3 Kolam Renang
4 Koas
5 Imam
6 Poliklinik
7 Persalinan VBAC
8 Dokter juga Manusia
9 Koas selalu salah
10 Rini
11 Bunuh Diri atau Pembunuhan?
12 Ayuni dan Rini
13 Rapat Tim Dokter
14 Konferensi Pers
15 Diculik
16 Wakil Walikota Waridi
17 Drone
18 Akbar
19 Fuad
20 Dijebak
21 Alibi
22 Menikah?
23 Permintaan
24 VVIP Bougenville
25 Kau melamarku?
26 Kabar Duka
27 Kecewa
28 Isyarat
29 Calon Menantu
30 Aku cinta kamu, Bu dokter!
31 Ummik kepengen Cucu
32 Pemeriksaan Dalam
33 Surgical Scrubbing
34 Alasan Ali meninggalkanku
35 Pertemuan Dua Keluarga
36 Kunjungan Hawa dan Mas Ibrahim
37 Ujian Stase Obgyn
38 Stase Ilmu Penyakit Dalam
39 Sabar, sabar dan sabar
40 Tuan Gogo
41 Sayang? Itu bullshit!
42 Sok Ganteng!
43 Siasat dr. Ali
44 Bukan baju putih pengantin
45 First Kiss
46 Latihan tipis- tipis
47 Bukan Malam Pertama
48 Teror
49 Rini yang mana?
50 Sayang!
51 Tak Akan Menolakmu Lagi
52 Harapan itu do'a
53 Garis satu atau dua?
54 Departemen Penyakit Dalam
55 Nginap di rumah Mamer
56 Oedipus Complex
57 Raya Hamil?
58 Tiwi
59 Ngidam Kecap
60 Provokasi
61 Panggil Aku Ayah!
62 Membawa Lari Ayuni
63 Teror lagi
64 Masa Lalu Bersama Ali
65 Sectio Cesario (SC)
66 Pembuktian Cinta
67 Kantor Polisi
68 Memberi Bantuan
69 Mencari Jalan untuk Kabur
70 Kau jijik padaku?
71 Cinta Pandangan Pertama
72 Memanjakanmu
73 Bumil Cemburu
74 Masa Lalu Waridi
75 Cinta yang Buta dan Tak Berlogika
76 Membujuk Mama
77 Kau selingkuh di belakangku?
78 Arini Veronica
79 Vidio
80 Bukan Vidio Editan
81 i'm not sorry
82 Panggil namaku
83 Resign
84 Anton
85 Still Birth
86 Kembar Imitasi
87 Papa Mertua
88 Ayuni hamil lagi?
89 Kau menipuku!
90 Pemasangan IUD
91 RSIA Satya Medika
92 Kiss Mark
93 Dokter Kepala
94 Lagi, Dua Garis Merah
95 Bagaimana Bisa?
96 Abortus?
97 Maafin bunda, Ayah
98 Mencuri benih?
99 Sensitif
100 Kita Seri
101 MRI
102 Nirmala
103 Pinalty
104 Cervical cerclage
105 Kembalinya Akbar
106 Pindah ke Rumah Mertua
107 Kolaborasi Fuad dan Akbar
108 Intimidasi Waridi
109 Menjalankan Misi
110 Tawaran Jadi Host
111 Dr. Kim Areum
112 Dr. Handsome
113 Persiapan Pemilu
114 Willy
115 Nadya Menghilang
116 Debu
117 Abidzar
118 Mengungkapkan
119 Pernah Punya Anak Perempuan
120 Akhir yang Indah (The End season 1)
121 S2 Apendisitis Akut
122 Tindakan Apendektomy
123 Peritonitis
124 Percakapan dengan Pak Prabu
125 Kebimbangan Mahfudz
126 Perdebatan
127 Menemui Orang Tua Pasien
128 Berhasil Membujuk
129 Merasa Diawasi
130 Geovani
131 Curhat
132 Oby
133 Bertemu Geovani
134 Masalah Hawa
135 Gosip
136 Wartawan
137 Ali
138 Kisah Ibunya Afri
139 Kecurigaan Raya
140 Ketidakpahaman
141 Gubernur Arifin
142 Keluarga Kecilku
143 Laila Minta Adik
144 Pembicaraan Sebelum Tidur
145 Geser atau Lepas?
146 Kehamilan Ektopik
147 Tuba falofi
148 Mencoba Mempertahankan
149 Di Luar Dugaan
150 Sebuah Pilihan
151 Pengumuman Novel Baru
Episodes

Updated 151 Episodes

1
Namaku ....
2
Pedofilia
3
Kolam Renang
4
Koas
5
Imam
6
Poliklinik
7
Persalinan VBAC
8
Dokter juga Manusia
9
Koas selalu salah
10
Rini
11
Bunuh Diri atau Pembunuhan?
12
Ayuni dan Rini
13
Rapat Tim Dokter
14
Konferensi Pers
15
Diculik
16
Wakil Walikota Waridi
17
Drone
18
Akbar
19
Fuad
20
Dijebak
21
Alibi
22
Menikah?
23
Permintaan
24
VVIP Bougenville
25
Kau melamarku?
26
Kabar Duka
27
Kecewa
28
Isyarat
29
Calon Menantu
30
Aku cinta kamu, Bu dokter!
31
Ummik kepengen Cucu
32
Pemeriksaan Dalam
33
Surgical Scrubbing
34
Alasan Ali meninggalkanku
35
Pertemuan Dua Keluarga
36
Kunjungan Hawa dan Mas Ibrahim
37
Ujian Stase Obgyn
38
Stase Ilmu Penyakit Dalam
39
Sabar, sabar dan sabar
40
Tuan Gogo
41
Sayang? Itu bullshit!
42
Sok Ganteng!
43
Siasat dr. Ali
44
Bukan baju putih pengantin
45
First Kiss
46
Latihan tipis- tipis
47
Bukan Malam Pertama
48
Teror
49
Rini yang mana?
50
Sayang!
51
Tak Akan Menolakmu Lagi
52
Harapan itu do'a
53
Garis satu atau dua?
54
Departemen Penyakit Dalam
55
Nginap di rumah Mamer
56
Oedipus Complex
57
Raya Hamil?
58
Tiwi
59
Ngidam Kecap
60
Provokasi
61
Panggil Aku Ayah!
62
Membawa Lari Ayuni
63
Teror lagi
64
Masa Lalu Bersama Ali
65
Sectio Cesario (SC)
66
Pembuktian Cinta
67
Kantor Polisi
68
Memberi Bantuan
69
Mencari Jalan untuk Kabur
70
Kau jijik padaku?
71
Cinta Pandangan Pertama
72
Memanjakanmu
73
Bumil Cemburu
74
Masa Lalu Waridi
75
Cinta yang Buta dan Tak Berlogika
76
Membujuk Mama
77
Kau selingkuh di belakangku?
78
Arini Veronica
79
Vidio
80
Bukan Vidio Editan
81
i'm not sorry
82
Panggil namaku
83
Resign
84
Anton
85
Still Birth
86
Kembar Imitasi
87
Papa Mertua
88
Ayuni hamil lagi?
89
Kau menipuku!
90
Pemasangan IUD
91
RSIA Satya Medika
92
Kiss Mark
93
Dokter Kepala
94
Lagi, Dua Garis Merah
95
Bagaimana Bisa?
96
Abortus?
97
Maafin bunda, Ayah
98
Mencuri benih?
99
Sensitif
100
Kita Seri
101
MRI
102
Nirmala
103
Pinalty
104
Cervical cerclage
105
Kembalinya Akbar
106
Pindah ke Rumah Mertua
107
Kolaborasi Fuad dan Akbar
108
Intimidasi Waridi
109
Menjalankan Misi
110
Tawaran Jadi Host
111
Dr. Kim Areum
112
Dr. Handsome
113
Persiapan Pemilu
114
Willy
115
Nadya Menghilang
116
Debu
117
Abidzar
118
Mengungkapkan
119
Pernah Punya Anak Perempuan
120
Akhir yang Indah (The End season 1)
121
S2 Apendisitis Akut
122
Tindakan Apendektomy
123
Peritonitis
124
Percakapan dengan Pak Prabu
125
Kebimbangan Mahfudz
126
Perdebatan
127
Menemui Orang Tua Pasien
128
Berhasil Membujuk
129
Merasa Diawasi
130
Geovani
131
Curhat
132
Oby
133
Bertemu Geovani
134
Masalah Hawa
135
Gosip
136
Wartawan
137
Ali
138
Kisah Ibunya Afri
139
Kecurigaan Raya
140
Ketidakpahaman
141
Gubernur Arifin
142
Keluarga Kecilku
143
Laila Minta Adik
144
Pembicaraan Sebelum Tidur
145
Geser atau Lepas?
146
Kehamilan Ektopik
147
Tuba falofi
148
Mencoba Mempertahankan
149
Di Luar Dugaan
150
Sebuah Pilihan
151
Pengumuman Novel Baru

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!