Imam

"Pasien selanjutnya siapa, Win?" tanyaku pada Winda asistenku di rumah sakit. Sore ini seperti biasa adalah rutinitas harianku di poli obgyn.

Kulihat jam tanganku menunjukkan pukul 6 sore lewat 17 menit. Aku harus memeriksa satu pasien lagi setidaknya sebelum adzan maghrib agar aku bisa sholat, kemudian melanjutkan lagi dengan pasien-pasien berikutnya.

"Ibu Rahmawati, pasien USG, dok!"

"Baru, ya?" tanyaku karena sepertinya aku belum pernah mendengar namanya sebagai pasien langgananku.

"Iya, dok!" jawab Winda.

"Suruh masuk, Win!Habis Ibu satu ini kita ishoma dulu sebelum lanjut lagi."

"Siap, Dok!jawabnya.

Aku melirik anak koas yang jaga pada hari ini. Ada dua orang mereka, termasuk Mahfudz ada disitu. Hanya dia seorang laki-laki di ruangan ini. Selain itu ada dua orang dari akbid juga, jadi kalau ditotal ada 6 orang yang ada dalam ruangan ini. Ditambah lagi kalau ada pasien jadi 7 orang apalagi kalau pasien ditemani keluarganya, alangkah sesaknya ruangan ini.

Winda bangun dari duduknya dan membuka pintu ruanganku.

" Ibu Rahmawati!!!"panggil Winda.

Seorang ibu beserta suaminya tergopoh-gopoh masuk ke ruanganku.

"Ibu, silahkan ditensi dulu!" kata Winda mempersilahkan si Ibu duduk di kursi yang ada di mejanya.

Kali ini tugas Mahfudz mengukur tekanan darah ibu itu. Dengan sigap ia memasukkan manset tensimeter ke lengan kiri ibu yang bernama Rahmawati itu. Dari ekor mataku aku bisa melihat kalau Mahfudz melakukannya sangat cekatan.

"Berapa?" tanyaku tanpa melihat orang yang kutanya.

"120/80, dok!" sahut Winda melihat angka pada tensi meter yang dipegang Mahfudz.

"Langsung berbaring aja, Bu!" suruhku.

Kedua anak dari akbid dan satu koas seperti berebutan ingin mengantar sang ibu berbaring di ranjang. Sementara Mahfudz tidak beranjak dari posisinya karena aku menugaskan dia untuk duduk disitu untuk mengukur tensi pasien.

"Mari, Bu!" Winda mengarahkan sang ibu untuk berjalan ke arah ranjang. Ketika berada di sebelah para koas dan anak akbid, dia berkata pelan.

"Kalian cukup memperhatikan dr. Raya!"

Mereka anak-anak yang sedang melakukan studi itu mengangguk.

Winda membantu sang ibu berbaring di ranjang. Menurunkan sedikit celana dan underwear si Ibu agak ke bawah.

"Permisi ya, Bu!" Winda meminta ijin melakukan itu dan terakhir menaruh selimut kecil untk menutupi bagian bawah perut si Ibu hingga ke paha.

"Kita mulai ya, Bu!"kataku. Lagi-lagi Ibu Rahmawati hanya tersenyum.

Aku menaruh gel di perut Ibu Rahmawati secukupnya dan menggerakkan doppler di perut Ibu itu.

"Kehamilan Ibu sudah masuk usia 32 minggu ya, Bu. Posisi janin, hmmm kepalanya belum mapan di bawah. Jadi saran saya ibu banyak-banyakin sujud atau ngepel gitu, Bu, agar posisi bayi bisa geser ke bawah. Hmmm .... Jumlah air ketuban juga kayaknya masih mencukupi. Hmmm .... Apa lagi ya...."

"Kelaminnya apa dok?" Suami si ibu menyelutuk.

"Sebentar ya, Pak..." Aku menggeser lagi doppler di perut si ibu dan menekannya sedikit di satu titik agar hasil ultrasonigraphynya lebih kelihatan hasilnya.

"Ini sepertinya cewek deh, Bu. Soalnya saya perhatikan berulang-ulang nggak kelihatan menaranya" selorohku.

Beberapa dari orang di ruangan itu tertawa, Mahfudz juga tersenyum. Entah cuma perasaanku dia memiliki senyum yang kalem dan bersahaja.

"Yang lain-lainnya nggak ada yang perlu dikhawatirkan sih sementara ini, Pak, Bu! Berat badan janin juga normal di usia kehamilan Ibu ini." Aku melap sisa gel di perut si ibu dengan tissu dan mempersilahkannya untuk bangun. Setelah itu aku menekan tombol print pada komputer dan mengambil hasil print usgnya.

"Tapi Dok, istri saya selama hamil ini nggak mau makan nasi, Dok! Bawaannya muntah kalau makan nasi. Apa nggak ada pengaruhnya buat bayi dalam kandungannya?"

"Tentu ngaruh, Pak, kalau si Ibu nggak tercukupi karbohidratnya. Sebagaimana kita tahu nasi itu sumber karbohidrat. Jadi kalau ibunya nggak mau makan nasi, mungkin sebaiknya diganti dengan sumber karbohidrat lain. Bisa dari roti-rotian, jagung, ubi-ubian, kentang dan sebagainya."

"Saya sukanya makan bakso, Dok!" sela si ibu.

"Bakso itu terbuat dari gilingan daging dan tepung. Tepung juga sumber karbohidrat. Harusnya sih nggak masalah kalau makan bakso yang diolah sendiri, tapi kalau makan bakso olahan yang dijual bebas dikhawatirkan terlalu banyak MSG-nya, Bu!" kataku menerangkan.

"Apa itu MSG, Dok?" tanya si bapak polos.

"Micin, pak!" jawabku.

"Memang bahaya ya, Dok?"

"Ya namanya kalau sesuatu yang berlebihan kan memang tidak bagus, Pak. Boleh saja menggunakan penyedap rasa tapi jangan terlalu berlebihan penggunaannya,"jawabku.

"Jadi, Bu! Masih ada yang ingin ditanyakan?" tanyaku sambil tersenyum manis.

Suara adzan dari aplikasi hpku terdengar amat merdu memanggilku agar segera menunaikan kewajiban pada sang Khalik.

Si ibu dan bapak ini sepertinya paham kalau aku ingin segera menyudahi pertemuan ini mengingat hari sudah maghrib dan aku ingin melaksanakan sholat pastinya.

"Saya resepkan suplemen kalsium dan asam folat buat ibunya ya, Pak!" Kataku. "Nanti silahkan Bapak tebus sendiri di apotik rumah sakit."

"Iya, Dok!" kata mereka.

"Yuk, yang mau sholat kita berjamaah saja, yuk!" ajakku.

"Mahfudz, kamu mau sholat juga, kan?" tanyaku melihat dia bergegas merapikan meja.

Dia tersenyum mengangguk.

"Kita berjamaah, kamu yang jadi imamnya," kataku.

Semua langsung kaget dan melihat padaku. Mereka semua tau kondisi Mahfudz, bagaimana mungkin dia dijadikan imam sholat? Mungkin begitu pikir mereka.

"Why? Kenapa kalian semua menatapku?" tanyaku seakan tak berdosa. Dan memang aku merasa tak berdosa punya ide seperti itu

Mahfudz tak kalah kaget namun ia segera mengambil kertas dan bolpen. Dia menulis begini,

[Maaf dokter, saya tidak bisa menjadi imam dengan suara saya yang begini]

"Kamu masih bisa bicara terakhir kali ku dengar di kolam renang. Kamu masih bisa ngomong walaupun artikulasinya udah nggak terlalu jelas. Selama ini kamu hanya mau berkomunikasi lewat tulisan, kenapa? Kamu malu? Kenapa harus malu? Karena sekarang kamu tidak sempurna?Hey, adek koas..." godaku memanggilnya seperti itu. "Allah itu Maha Mengerti sekalipun suaramu seperti itu. Allah memahami niat baikmu bahkan lebih dari kamu memahami dirimu sendiri. Kamu hapal bacaan sholat, kan?"

Mahfudz mengangguk dan bersiap-siap ingin menulis lagi.

"No, no, no. Kita akan kehabisan waktu sholat kalau aku mendengar alasan-alasanmu itu. Andai aku laki-laki biar aku saja yang jadi imam, tapi di sini cuma kamu lelaki satu-satunya" kataku.

"Kita kan bisa sholat sendiri-sendiri, Dok!Bergantian aja," kata salah satu dari anak akbid itu.

"Kalau bisa berjamaah buat apa sholat sendiri-sendiri? Selain efisiensi waktu, kamu belum tau keutamaan dari sholat berjamaah?" tanyaku.

Dan kemudian tak ada satu pun dari mereka yang berani membantah. Semuanya kecuali satu orang yang tidak ikut. Dia memilih untuk ke kantin saja karena memang dia sendiri lagi kedatangan tamu bulanan.

Seusai wudhu kami segera bergegas ke ruang musholla. Musholla rumah sakit ini tidak begitu besar. Mungkin hanya sekitar 4x4 saja luas bangunannya. Di dalam musholla itu ada beberapa orang yang sedang sholat juga. Namun mereka memilih sholat di pojokan dan di dekat dinding biasanya. Untungnya saja di depan dan bagian tengah tak ada yang mengisi sajadah sehingga aku perkirakan kami berlima pasti muat membentuk barisan sholat.

Kami semua sudah mengenakan mukena ketika Mahfudz masuk musholla setelah habis berwudhu. Celana panjangnya terlihat di lipat hingga betis, wajah dan rambutnya bagian depan juga terlihat basah. Persis berdiri di depan kami, dia merapikan kembali celana panjang yang dia lipat tadi. Kemudian diaa menoleh ke arah kami.

"Ra-pat-kan-shaf ..." katanya dengan bahasa yang gagu namun masih bisa kumengerti artinya yaitu ia menyuruh kami merapatkan shaf sholat.

"Ayo rapatkan!" kataku dengan niat terselubung bahwa aku sebenarnya ingin membantu Mahfudz agar bahasanya bisa lebih dimengerti oleh orang lain.

Mahfudz berdiri dengan tegap, mungkin sedang membaca niat sholat dengan suara yang lirih.

"A-llahu-Aakk-barr!"ucapnya pada takbir di raqaat pertama.

Terdengar bahwa ia sangat berusaha agar ia bisa memimpin sholat ini dengan lancar. Dari mulutnya berkeluaranlah ayat-ayat suci sebagai bacaan sholat dan sangat ajaib. Entah bagaimana di telingaku itu terdengar sangat normal malah cenderung indah.

Mungkin ketika ia masih belum kehilangan suaranya ia adalah sosok yang rajin sholat dan mengaji. Dan entah mengapa, sholatku mulai tidak khusuk membayangkan di tiap hari-hariku aku akan diimami oleh sosok seperti ini.

Astaghfirullah, batinku. Apa yang kupikirkan? Aku segera berusaha mengkhusukkan kembali pikiranku pada sholat.

Sholat tiga raqaat akhirnya selesai juga ditutup salam oleh sang imam. Namun aku tak segera beranjak dari dudukku yang bersimpuh meski aku tau sudah banyak pasien yang menungguku di poli. Apalagi kalau bukan ingin berdoa dan bersyukur pada Sang Maha Pencipta atas rahmat yang diberi selama ini.

Aku menadahkan kedua telapak tanganku ke atas dan mulai berdoa.

" Ya Allah, syukur alhamdulillah aku panjatkan atas segala rahmat berupa kesehatan dan hidup yang baik yang telah Engkau karuniakan pada hamba. Dan ampunilah kesalahan-kesalahan yang hamba lakukan selama hidup hamba dan juga dosa-dosa orang tua hamba. Terutama buat almarhum abah lapangkan kuburnya serta Ummik sehatkanlah dan panjangkanlah umur beliau."

Doaku begitu panjang hingga sampai pada doa terakhir,

"Ya Allah, pertemukanlah hamba dengan jodoh hamba yang telah tertulis di Lauhul Mahfudz-Mu. Hamba telah lama menunggunya untuk dapat menjalin kasih dan menyempurnakan separuh dari agamamu untuk dapat bersama-sama mewujudkan bahagia dunia akhirat hingga sampai ke surgamu. Kabulkanlah doa hambaMu ini ya Mujibassailin, aamiin .... Aamin ya robbal alamin."

Aku menutup doa dengan mengusapkan kedua telapak tanganku ke wajah. Usai melakukan itu seperti biasa aku meraih tangan orang yang berada di hadapanku bersalaman dan mencium punggung tangannya.

Astaghfirullah, aku terlalu khusuk berdoa sampai-sampai aku lupa sedang sholat di musholla rumah sakit. Orang yang mengulurkan tangannya tadi juga spontan kaget sama sepertiku. Kebiasaan aku sholat berjamaah selalu dengan ummik. Dan tadi itu apa? Hampir saja aku meraih dan mencium tangan Mahfudz.

Rupanya kebiasaan menjadi makmumnya Ummik terbawa kapan dan di mana pun aku berada. Haduuuh kacau, batinku dalam hati.

"Maaf Mahfudz, aku terlalu khusuk sampai-sampai aku mengira aku lagi sholat sama Ummik." kataku malu.

Dia terlihat tak kalah malu.

"Ma-af, Dok. A-ku- ju-ga-lupa a-ku ki-ra-la-gi -sho-lat- de-ngan-ma-ma "

Aku paham maksud Mahfudz, dia bilang kalau dia juga mengira lagi sholat dengan mamanya.

"Ok, Fud. Nggak apa-apa aku paham. Tapi kita harus segala balik ke poli. Kita masih banyak kerjaan. Anak-anak sepertinya udah duluan ke sana" kataku setelah aku melihat tak ada siapa-siapa lagi di situ.

"Ok-Dok!" katanya.

Terpopuler

Comments

Sitti Khadijah

Sitti Khadijah

alhamdulillah ktemu novel yg mndidik

2022-09-03

0

Dewi Dewi

Dewi Dewi

DrRaya udh mulai berhalu

2022-01-13

0

Zidna Husna

Zidna Husna

apakah gagu sama dengan gagap?...aq penderita gangguan bicara jg...

2021-12-21

1

lihat semua
Episodes
1 Namaku ....
2 Pedofilia
3 Kolam Renang
4 Koas
5 Imam
6 Poliklinik
7 Persalinan VBAC
8 Dokter juga Manusia
9 Koas selalu salah
10 Rini
11 Bunuh Diri atau Pembunuhan?
12 Ayuni dan Rini
13 Rapat Tim Dokter
14 Konferensi Pers
15 Diculik
16 Wakil Walikota Waridi
17 Drone
18 Akbar
19 Fuad
20 Dijebak
21 Alibi
22 Menikah?
23 Permintaan
24 VVIP Bougenville
25 Kau melamarku?
26 Kabar Duka
27 Kecewa
28 Isyarat
29 Calon Menantu
30 Aku cinta kamu, Bu dokter!
31 Ummik kepengen Cucu
32 Pemeriksaan Dalam
33 Surgical Scrubbing
34 Alasan Ali meninggalkanku
35 Pertemuan Dua Keluarga
36 Kunjungan Hawa dan Mas Ibrahim
37 Ujian Stase Obgyn
38 Stase Ilmu Penyakit Dalam
39 Sabar, sabar dan sabar
40 Tuan Gogo
41 Sayang? Itu bullshit!
42 Sok Ganteng!
43 Siasat dr. Ali
44 Bukan baju putih pengantin
45 First Kiss
46 Latihan tipis- tipis
47 Bukan Malam Pertama
48 Teror
49 Rini yang mana?
50 Sayang!
51 Tak Akan Menolakmu Lagi
52 Harapan itu do'a
53 Garis satu atau dua?
54 Departemen Penyakit Dalam
55 Nginap di rumah Mamer
56 Oedipus Complex
57 Raya Hamil?
58 Tiwi
59 Ngidam Kecap
60 Provokasi
61 Panggil Aku Ayah!
62 Membawa Lari Ayuni
63 Teror lagi
64 Masa Lalu Bersama Ali
65 Sectio Cesario (SC)
66 Pembuktian Cinta
67 Kantor Polisi
68 Memberi Bantuan
69 Mencari Jalan untuk Kabur
70 Kau jijik padaku?
71 Cinta Pandangan Pertama
72 Memanjakanmu
73 Bumil Cemburu
74 Masa Lalu Waridi
75 Cinta yang Buta dan Tak Berlogika
76 Membujuk Mama
77 Kau selingkuh di belakangku?
78 Arini Veronica
79 Vidio
80 Bukan Vidio Editan
81 i'm not sorry
82 Panggil namaku
83 Resign
84 Anton
85 Still Birth
86 Kembar Imitasi
87 Papa Mertua
88 Ayuni hamil lagi?
89 Kau menipuku!
90 Pemasangan IUD
91 RSIA Satya Medika
92 Kiss Mark
93 Dokter Kepala
94 Lagi, Dua Garis Merah
95 Bagaimana Bisa?
96 Abortus?
97 Maafin bunda, Ayah
98 Mencuri benih?
99 Sensitif
100 Kita Seri
101 MRI
102 Nirmala
103 Pinalty
104 Cervical cerclage
105 Kembalinya Akbar
106 Pindah ke Rumah Mertua
107 Kolaborasi Fuad dan Akbar
108 Intimidasi Waridi
109 Menjalankan Misi
110 Tawaran Jadi Host
111 Dr. Kim Areum
112 Dr. Handsome
113 Persiapan Pemilu
114 Willy
115 Nadya Menghilang
116 Debu
117 Abidzar
118 Mengungkapkan
119 Pernah Punya Anak Perempuan
120 Akhir yang Indah (The End season 1)
121 S2 Apendisitis Akut
122 Tindakan Apendektomy
123 Peritonitis
124 Percakapan dengan Pak Prabu
125 Kebimbangan Mahfudz
126 Perdebatan
127 Menemui Orang Tua Pasien
128 Berhasil Membujuk
129 Merasa Diawasi
130 Geovani
131 Curhat
132 Oby
133 Bertemu Geovani
134 Masalah Hawa
135 Gosip
136 Wartawan
137 Ali
138 Kisah Ibunya Afri
139 Kecurigaan Raya
140 Ketidakpahaman
141 Gubernur Arifin
142 Keluarga Kecilku
143 Laila Minta Adik
144 Pembicaraan Sebelum Tidur
145 Geser atau Lepas?
146 Kehamilan Ektopik
147 Tuba falofi
148 Mencoba Mempertahankan
149 Di Luar Dugaan
150 Sebuah Pilihan
151 Pengumuman Novel Baru
Episodes

Updated 151 Episodes

1
Namaku ....
2
Pedofilia
3
Kolam Renang
4
Koas
5
Imam
6
Poliklinik
7
Persalinan VBAC
8
Dokter juga Manusia
9
Koas selalu salah
10
Rini
11
Bunuh Diri atau Pembunuhan?
12
Ayuni dan Rini
13
Rapat Tim Dokter
14
Konferensi Pers
15
Diculik
16
Wakil Walikota Waridi
17
Drone
18
Akbar
19
Fuad
20
Dijebak
21
Alibi
22
Menikah?
23
Permintaan
24
VVIP Bougenville
25
Kau melamarku?
26
Kabar Duka
27
Kecewa
28
Isyarat
29
Calon Menantu
30
Aku cinta kamu, Bu dokter!
31
Ummik kepengen Cucu
32
Pemeriksaan Dalam
33
Surgical Scrubbing
34
Alasan Ali meninggalkanku
35
Pertemuan Dua Keluarga
36
Kunjungan Hawa dan Mas Ibrahim
37
Ujian Stase Obgyn
38
Stase Ilmu Penyakit Dalam
39
Sabar, sabar dan sabar
40
Tuan Gogo
41
Sayang? Itu bullshit!
42
Sok Ganteng!
43
Siasat dr. Ali
44
Bukan baju putih pengantin
45
First Kiss
46
Latihan tipis- tipis
47
Bukan Malam Pertama
48
Teror
49
Rini yang mana?
50
Sayang!
51
Tak Akan Menolakmu Lagi
52
Harapan itu do'a
53
Garis satu atau dua?
54
Departemen Penyakit Dalam
55
Nginap di rumah Mamer
56
Oedipus Complex
57
Raya Hamil?
58
Tiwi
59
Ngidam Kecap
60
Provokasi
61
Panggil Aku Ayah!
62
Membawa Lari Ayuni
63
Teror lagi
64
Masa Lalu Bersama Ali
65
Sectio Cesario (SC)
66
Pembuktian Cinta
67
Kantor Polisi
68
Memberi Bantuan
69
Mencari Jalan untuk Kabur
70
Kau jijik padaku?
71
Cinta Pandangan Pertama
72
Memanjakanmu
73
Bumil Cemburu
74
Masa Lalu Waridi
75
Cinta yang Buta dan Tak Berlogika
76
Membujuk Mama
77
Kau selingkuh di belakangku?
78
Arini Veronica
79
Vidio
80
Bukan Vidio Editan
81
i'm not sorry
82
Panggil namaku
83
Resign
84
Anton
85
Still Birth
86
Kembar Imitasi
87
Papa Mertua
88
Ayuni hamil lagi?
89
Kau menipuku!
90
Pemasangan IUD
91
RSIA Satya Medika
92
Kiss Mark
93
Dokter Kepala
94
Lagi, Dua Garis Merah
95
Bagaimana Bisa?
96
Abortus?
97
Maafin bunda, Ayah
98
Mencuri benih?
99
Sensitif
100
Kita Seri
101
MRI
102
Nirmala
103
Pinalty
104
Cervical cerclage
105
Kembalinya Akbar
106
Pindah ke Rumah Mertua
107
Kolaborasi Fuad dan Akbar
108
Intimidasi Waridi
109
Menjalankan Misi
110
Tawaran Jadi Host
111
Dr. Kim Areum
112
Dr. Handsome
113
Persiapan Pemilu
114
Willy
115
Nadya Menghilang
116
Debu
117
Abidzar
118
Mengungkapkan
119
Pernah Punya Anak Perempuan
120
Akhir yang Indah (The End season 1)
121
S2 Apendisitis Akut
122
Tindakan Apendektomy
123
Peritonitis
124
Percakapan dengan Pak Prabu
125
Kebimbangan Mahfudz
126
Perdebatan
127
Menemui Orang Tua Pasien
128
Berhasil Membujuk
129
Merasa Diawasi
130
Geovani
131
Curhat
132
Oby
133
Bertemu Geovani
134
Masalah Hawa
135
Gosip
136
Wartawan
137
Ali
138
Kisah Ibunya Afri
139
Kecurigaan Raya
140
Ketidakpahaman
141
Gubernur Arifin
142
Keluarga Kecilku
143
Laila Minta Adik
144
Pembicaraan Sebelum Tidur
145
Geser atau Lepas?
146
Kehamilan Ektopik
147
Tuba falofi
148
Mencoba Mempertahankan
149
Di Luar Dugaan
150
Sebuah Pilihan
151
Pengumuman Novel Baru

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!