Mobil hitam ini masuk ke sebuah komplek perumahan yang menurutku tak kalah sepi dengan lingkungan rumahku.
Sekarang aku yakin aku benar-benar di culik, karena sekarang bukan cuma mulutku yang dibekap dengan kain tanganku pun diikat dengan tali karena tadi di tengah jalan aku berusaha untuk berontak dan berteriak.
Mobil berhenti tepat disebuah bangunan besar berpagar papan yang lumayan tinggi sehingga orang yang berada di luar tidak bisa melihat aktivitas apa yang terjadi di dalam. Dalam hati aku bergidik, betapa menyeramkannya tempat ini.
Sopir yang mengemudikan mobil ini memencet klakson beberapa kali, kedengaran seperti sebuah kode. Tak lama wajah seseorang muncul dari balik pagar untuk mengecek siapa yang datang. Setelah itu barulah pagar dibukakan lalu kemudian langsung di tutup lagi.
Keempat orang dalam mobil ini mengeluarkanku dengan paksa dan mendorongku berjalan agar memasuki bangunan ini. Aku memandang sekeliling bangunan ini, sepertinya ini adalah rumah besar berlantai dua yang dijadikan sebagai gudang karena ada dua unit truk di depannya. Entah gudang apa namun aku tidak terlalu tertarik untuk mengetahuinya.
"Masuk!!!"perintah seseorang dari mereka menyuruhku masuk ke dalam sebuah kamar di lantai dua.
Kamar ini isinya hanya beberapa lemari, satu buah meja dan dua buah kursi masing-masing berhadapan.
Seseorang melepas saputangan yang membekap mulutku, namun tidak melepaskan ikatan tanganku.
"Tunggu disini"kata orang itu."Disini kau tidak akan bisa berteriak karena percuma tidak akan ada yang mendengarmu. Daerah sini sepi, kanan kiri depan belakang tempat ini kosong alias belum berpenghuni, karena ini perumahan baru, kalau mau coba melarikan diri cobalah kalau kau berani,"
"Kalian ini siapa? Siapa yang menyuruhmu? Aku ada salah apa, sampai aku kalian culik ke sini??"
"Tunggulah. Sebentar lagi kau pasti akan tau."jawabnya.
Laki-laki itu berlalu pergi tanpa memberi jawaban atas pertanyaanku. Mengunciku dari luar.
Aku memandang sekeliling ruangan ini, mencari celah siapa tau aku bisa kabur. Sepertinya aku memang tidak punya harapan keluar dari tempat ini, jendelanya bahkan berteralis besi. Aku bahkan tidak membawa hp untuk bisa menghubungi seseorang.
Rasanya hampir satu jam aku telah menunggu di ruangan ini. Aku segera kembali ke tempat dudukku, ketika aku mendengar suara kunci diputar dari luar. Ada orang yang datang!? Apa dia yang menyuruh orang untuk menculikku???
Aku gugup, aku memegang tanganku yang gemetar. Terlebih-lebih melihat siapa yang datang.
Dia Pak Waridi. Wakil walikota yang putrinya sedang terbaring di rumah sakit. Laki-laki ini berumur sekitar 48 tahunan terlihat ramah dan menyenangkan, namun aku tidak akan lagi berpikiran begitu mengingat dia menculikku entah apa tujuannya.
"Dr. Raya!!!"sapanya dengan nada yang hangat dan ceria.
Aku tidak menjawab. Aku hanya menatapnya dengan pandangan waspada. Aku tidak boleh terlena dengan sambutan hangatnya.
"Bagaimana perjalanan anda kemari?"
Lagi-lagi aku tak menjawab. Aku hanya menatapnya dengan tatapan tajam.
"Oh...ya...ya..ya.. Harusnya aku memang tidak menanyakan itu, bagaimana mungkin perjalanan bisa menyenangkan dengan orang-orang suruhan itu"katanya maklum.
"To the point aja, apa alasan anda membawa saya kesini? Dengan cara seperti ini? Bapak wakil walikota, apakah anda tidak tahu hukum? Apakah tidak bisa bapak mengundang saya baik-baik dan membicarakan apa yang bapak inginkan dari saya? Apa ini terkait Ayuni?"
Waridi menghela napas dan memandangku lekat-lekat.
"Saya punya permintaan, bila kamu bisa menyanggupinya aku akan segera memulangkanmu sekarang juga plus dengan hadiah sebagai ucapan terimakasih."
Aku mengernyitkan keningku, berpikir sejenak. "Lalu, kalau saya tidak bisa memenuhi permintaan anda?"
"Kau harus bisa! Atau kau tidak akan pernah bisa bertemu ibumu lagi, tidak akan pernah bisa menikmati pekerjaanmu lagi sebagai dokter, karena aku bisa saja melenyapkanmu"katanya sambil tertawa terkekeh.
Aku merinding mendengarnya. Namun aku harus bisa menguasai diriku, aku tidak boleh membiarkan dia mempermainkan psikologiku.
"Permintaan apa?" tanyaku.
"Bukankah kau orang pertama yang mengatakan kalau Ayuni tidak melakukan percobaan bunuh diri melainkan karena ada yang berusaha membunuhnya?"
"Ya, benar"
"Kau juga yang menemukan kalau dia mengalami kekerasan seksual dan bahwa dia juga hamil dan ada seseorang yang berusaha menggugurkannya?"
Aku terdiam menerka-nerka ke mana arah pembicaraan Pak Waridi.Apa yang dia mau?
"Aku mau kau membuat konferensi pers ulang dan menarik semua pernyataanmu."
"Saya tidak bisa melakukan itu!"jawabku tegas.
"Kenapa?"
"Karena itu bertentangan dengan hati nurani saya, dan sebagai dokter saya harus jujur dan transparan tentang kondisi pasien apalagi kasus ini sudah ditangani oleh kepolisian"jawabku lugas.
Kembali dia terkekeh "Kau hanya seorang dokter yang harus selalu berurusan dengan penyakit, jangan bicara prinsip kepadaku!!!!"
Kali ini aku yang menyeringai tersenyum tipis. "Lalu...bapak wakil walikota yang terhormat,,kenapa anda harus meminta saya melakukan hal itu?Jangan-jangan...."
Sampai disitu aku berhenti bicara untuk melihat perubahan air mukanya. Ya benar kenapa aku tidak kepikiran hal ini dari kemarin. Kulihat ekspresi wajahnya berubah menunggu lanjutan kalimatku.
"...anda yang...menghamili putri angkat anda sendiri?"
Benar. Wajahnya lebih terkejut mendengar dugaanku. Bak kena tamparan ia terlihat menggeram dan meremas tangannya sendiri.
"Kalau boleh saya tebak, apa mungkin anda melakukan pemerkosaan terhadapnya? Lalu memaksanya meminum obat anti serangga? anda ingin itu terlihat seperti percobaan pembunuhan, padahal...Andalah yang ingin membunuhnya.."tebakku tanpa basa basi.
Sesaat suasana hening terjadi di antara kami, lalu ia berkata
"Ya...aku pelakunya. Lalu?"tawanya berderai saat mengatakan itu padaku.
"Bagaimana mungkin anda bisa melakukan itu pada putri anda sendiri?"tanyaku geram.
"Putri??? Hey, dia cuma anak yang kuangkat dari panti asuhan, kubesarkan dan kusekolahkan, bukankah harus ada imbalan yang sesuai untuk itu?"
"Kau sinting..."ucapku lirih.
"Sinting?? Bukankah harusnya kau menganggapku cerdas? Untuk maju sebagai wakil walikota aku harus melakukan sesuatu yang heroik seperti mengangkat anak-anak dari panti asuhan untuk menarik simpati dari masyarakat. Kau tau, mendapatkan suara masyarakat itu bukanlah hal gampang, mereka hanya ingin kisah-kisah pahlawanisme yang menyentuh, aku hanya mengikuti keinginan mereka saja untuk mendapatkan apa yang kumau. Kau pun pasti bisa mencoba seperti aku, korbankanlah prinsipmu itu turunkan sedikit harga dirimu, mari bekerja sama dr. Raya, aku akan memberi apa yang kau inginkan. Kau ingin apa? Posisi di rumah sakit besar di ibu kota?atau kamu mau diuangkan saja? Kau bisa membuka klinik dengan uang itu."
"Terima kasih, tapi aku tidak semiskin itu, kau tidak akan bisa membeli harga diri dan prinsipku dengan uang yang kau punya."kataku jijik.
Waridi melotot marah padaku"Oh, begitu??Bagaimana kalau begini?"
Tiba-tiba saja dalam satu gerakan laki-laki gila ini meraih leherku dan membenturkan kepalaku dengan keras ke meja di depanku hingga mengenai pelipis dan tulang hidungku. Rasanya tiba-tiba pandanganku sempat gelap dan kepalaku pusing. Aku merasa darah menetes keluar dari hidungku.
Laki-laki iblis ini memang kasar, kalau dia bisa melakukan ini pada diriku apalagi pada Ayuni.
"Aku kasih kamu kesempatan berpikir dan merubah keputusanmu selama beberapa hari, kalau tidak aku tidak bisa menjamin keselamatanmu, aku mungkin bisa saja menyuruh anak buahku memperkosamu rame-rame lalu memutilasimu dan membuang potongan-potongan tubuhmu ke hutan hahaha"katanya sambil berlalu dengan tawanya yang terbahak-bahak.
Pria ini psikopat.
\*\*\*\*
Wanita tua itu mematikan kompor, menunggu Raya datang dari lahan di sebelah rumah mengambil daun pisang untuk pembungkus kue mendut. Tapi sampai unti kelapanya selesai di masak anak semata wayangnya itu tak kunjung datang. Dia bergegas keluar rumah ingin menyusul Raya, tapi tak ada siapa-siapa di sana. Khawatir mulai menderanya ketika melihat daun pisang yang sudah diambil dari pelepahnya seperti teronggok jatuh di pinggir jalan tepat di samping parit. Pisau yang tadi digunakan Raya pun kelihatan jatuh di dasar parit.
"Kemana dia?" Ummik mulai khawatir.
Bergegas mencarinya di warung, siapa tau ada sesuatu yang perlu dibelinya. Tetap tidak ada juga.
Ummik kembali ke rumah ingin menelpon Raya, tapi gadis itu ternyata tidak membawa hpnya. Hp itu tergeletak di meja makan. Ummik memeriksa pesan WA terakhir, siapa tau ada panggilan mendadak dari rumah sakit sehingga tak sempat pamit pada dirinya.
Pesan WA terakhir adalah pesan dari dr. Ali. Segera ummik menelponnya.
"Halo, Ray eh maksudku dr. Raya.."
"Ada Raya di sana?"tanya ummik dingin.
"Eh, ummik?" Ali seakan tak percaya ummik menelponnya. "Nggak ada, ummik. Tadi katanya dia mau off hari ini? Kenapa ummik? Memang Raya kemana?"
Ummik mematikan telpon meski ia tau itu tidak sopan. Berikutnya ia menelpon Hawa sahabatnya anaknya tapi Hawa juga tidak tau, malah Hawa ikutan panik dan akan menjemput ummik dan bersama-sama mencari Raya. Mereka mencari Raya langsung ke rumah sakit Siaga Medika juga tidak ada, sampai ke rumah teman-teman yang kira-kira memungkinkan dikunjungi Raya juga tidak ada.
Hingga malam keberadaan Raya tak jelas ada dimana. Sampai mereka melaporkan orang hilang ke kepolisian tapi karena hilangnya belum genap 24 jam laporannya belum bisa diterima.
Raya....kamu dimana, nak...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 151 Episodes
Comments
Vera😘uziezi❤️💋
Cerita kak ema ini alur nya memang ga bisa di duga menarik
2021-03-22
0
Suci Katrisa
ku kira cerita nya ringan ternya cukup buat penasaran juga...
2020-10-18
0